ini tentang alea si gadis polos keturunan mata sipit yang mencari jawaban mengenai hidupnya
tentang ketidak Adilan yang dia terima dari orang orang dekat yang dia sebut keluarga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
twenty three
" masa sih".
" Emang iya. Kenapa?lo nggak terima? Mau berantem Ama gue di sini ?" Gertak Aiden. Laki-laki itu menunjukkan wajah galak.
Melihat proporsi tubuh yang tidak seimbang diantara mereka.dikta akhirnya memilih mengalah. Lagipula dia tidak mau mencari keributan.
" Oh, ya udah deh kalau gitu. Kabar-kabarin aja ya kalau lu udah putus. Nanti gue kontekan sama lo lagi". Kata dikta pada alea. So rombongan siswa laki-laki itu lalu pergi begitu saja meninggalkan cafe.
" Makasih, ya, kak. Udah mau bantu, tadi aku takut banget soalnya mereka ganggu-ganggu".
" Hmm". I don't mengangguk sekali. Dia lalu meninggalkan alea menuju kasir membeli segelas minuman.
Alea yang merasa tidak ada lagi urusan sudah berniat ingin pergi. Dia keluar dari cafe itu dan menatap hujan yang turun. Belum ada tanda-tanda akan reda.
Lalu tak lama sebuah payung memayungi dirinya.
" Kamu nggak punya payung?". Aiden sudah kembali. " Pakai punya aku aja ".
" Kak aiden nanti pakai apa?".
" Aku pake jaket kok. Rumah aku juga dekat.nggak apa-apa, pake aja dulu.
"Tapi...". Alea menggigit bibirnya, teringat pada satu tangan milik kakak kelasnya itu yang belum dia kembalikan, sekarang dia sudah akan meminjam payung lagi. Kalau lama-lama begini, alea bisa membungkus untuk dibawa pulang sekalian.
" Kenapa?" Tidak seperti yang alea duga. Aiden ternyata malah menunggu dan tetap berdiri tegak memayungi nya. " Kamu nggak mau pake payung aku".
" B-bukan gitu. Aku cuma merasa..."
" Yaudah kalau nggak mau". Aiden menarik kembali naungan payungnya dan memayungi dirinya sendiri.
" Ehh..." Alea bereaksi kecewa dan aiden berlalu begitu saja meninggalkannya.
Sesuai gosip yang beredar. Aiden memang sedingin kulkas dua belas pintu yang merespon datar pada siapa pun perempuannya,tak terkecuali alea.
Namun baru beberapa langkah berjalan tiba-tiba kak aiden menghentikan langkahnya, dia berbalik dan menatap alea sambil memegang payung dan minuman.
" Mau ke rumah aku nggak?". Tawarnya. " Biar aku antar aja pakai mobil".
Entah mimpi atau tidak alea tidak tahu, tapi yang jelas di matanya saat ini dia melihat Aiden tersenyum kecil.
__________
Alea pernah berkunjung ke rumah temannya yang kaya raya saat smp dahulu. Rumah dua lantai dengan halaman yang luas. Ada sebuah kolam renang dengan ukuran yang tidak terlalu besar.tetapi cukup panjang dan lebar untuk dimasuki sekitar lima atau enam orang.
Alea pikir, itu adalah rumah paling mewah yang pernah alea kunjungi, tapi ternyata dia salah. Rumah yang saat ini ia kunjungi, jauh berkali-kali lipat lebih besar dari yang terakhir dia ingat.
" Ini rumah kakak?". Tanyanya gugup.
I don't di samping mengangguk memegang payung sambil menunggu gerbang otomatis nya tertutup. Di tangan laki-laki itu ada remote kecil untuk mengendalikan nya. Setelah memastikan gerbang tertutup dia berbalik dan mengajak alea bergerak. " Ayo masuk".
Alea sedikit ragu, tapi melihat kaka Aiden yang nyelonong saja tanpa mau menunggu alea. Gadis itu akhirnya memaksa kaki berjalan agar tetap berada di bawah naungan payung Aiden. Kalau tidak begitu dia akan tersiram hujan dan basah.
Apakah ini adalah karma baik dari alea yang kemarin menolong william kehujanan untuk berteduh, sekarang giliran dia di tolong orang lain untuk berteduh. Dunia memang aneh.
Tidak pernah ada yang tahu bentuk sesungguhnya rumah milik siswa paling diminati banyak kaum hawa di sekolahnya itu.
Pagar tinggi, pepohonan, dan jarak yang cukup jauh dari gerbang ke rumah utama membuat tempat tinggal Aiden Maccalant jadi tersembunyi. Beberapa orang menduga gerbang besar itu menyimpan sebuah kompleks perumahan dan bukannya rumah tunggal pribadi. Sekarang alea tahu kalau pemandangan di balik gerbang besar tinggi itu adalah rumah tinggal tunggal pribadi, bukan komplek.
" Aku nggak tahu kalau ka aiden ternyata kayak banget".
" Aku nggak kaya, orang tua aku yang kayak.". Aiden bicara santai.
" Tapi, kan, kakak anaknya".
"Iya, sih".
Alea menipis kan senyum kaku, bingung harus mengobrol apa dengan kakak kelasnya ini. Dia akhirnya lanjut memperhatikan seluk beluk rumah super mewah yang ada. Melihat ragam fasilitas dan bentuk furniture yang indah, benar-benar menghibur kemiskinan alea.
Rasa kagum nya berlanjut saat memasuki rumah Aiden. Gadis itu juga memperhatikan tangga kembar melingkar, sofa mewah yang indah, dan gorden panjang besar mencintai dari lantai buah ke lantai 1. Seluruh nuansa hunian keluarga Maccalant didominasi oleh warna emas dan putih. Membuatnya tampak seperti istana raja.
Pandangan alye yang asyik meneliti satu persatu berhenti pada aquarium super besar yang ada di sebelah ruang utama. Kaca tebal yang entah berukuran berapa mili, sorot lampu yang membuat penghuni ekosistem buatan itu terlihat menarik, dan juga jenis ikan yang aneh.
" Hiu!!" Alea berkata takjub. Suara yang cukup heboh menggema gema di seluruh ruangan ini. " Kenapa dari semua ikan yang ada harus hiu? Aku nggak pernah nyangka ada orang yang mau memelihara hiu di akuarium".
Aiden ikut berdiri di samping. Seperti tour guide, dia melipat tangannya ke belakang. " Hmm, iya juga.kenapa hiu,ya?".
" Kak aiden gak tahu kenapa melihara hiu?".
Aiden menggeleng, tapi dia berhenti sebentar. " Oh, mungkin karena dulu aku sempat suka hiu. Jadi orang rumah memutuskan memelihara hiu".
" Menarik ". Puji alea.
Kepalanya mengangguk angguk.
" Aku juga suka hiu".
" Kalau aku? Kamu suka aku nggak?".
Alea menoleh cepat. Dadanya berdebar kaget mendengar pengakuan sang kakak kelas. Matanya menuntut penjelasan dari ucapan itu, tapi aiden terlihat datar saja seperti tidak pernah mengatakan apa apa. Dia masih memandang hiu yang berenang di depan.
"Aku suka sama orang yang suka hiu". Katanya setelah diam cukup lama. " Punya kesukaan yang sama adalah awal pertemanan yang bagus".
" Hmm". Alea mengangguk angguk. " Aku pikir tadi ka Aiden suka aku".
Yang dibicarakan melirik dengan ujung mata. Jantung a i don't sedikit bekerja lebih cepat, dia mengusap rambutnya yang sudah rapi itu untuk mengurangi gugup.
" Kamu mau ke kamar aku?". Tawar aiden tiba-tiba.
" Eh, buat apa?"
" Kamu mau ikut olimpiade matematika kan? Tahun lalu aku yang jadi perwakilan sekolah. Aku nyimpan banyak banget contoh soal yang bisa kamu pelajari, kalau mau aku ambilin?".
Mata Alea berbinar ceria.
"Mau kak". Katanya semangat.
"Ayo ke atas". Aiden tanpa sadar menarik pergelangan gadis itu, menuntunnya untuk di bawa menuju kamar.
Sesuai dugaan, kamar Aiden sama mewah nya dengan rumahnya. Luas, bersih, punya ruang untuk bermain game, belajar, sampai lemari kaca besar berisi banyak sekali mainan.
Alea terperagah kagum. Rasanya pemandangan ini seperti ada di toko mainan.
Aroma parfum khas miliki Aiden bahkan terhirup sangat jelas di sini.
Alea sedang melihat-lihat koleksi mobil-mobilan kecil yang disusun di rak saat Aiden tiba-tiba membuka kancing seragamnya satu persatu. Mata laki-laki itu memang melirik ke arah lain, tapi tangannya aktif mana panjangin diri sendiri.