NovelToon NovelToon
Jangan Main HP!!!

Jangan Main HP!!!

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Iblis / Dendam Kesumat / Hantu / Tumbal
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Mapple_Aurora

Jangan main HP malam hari!!!

Itu adalah satu larangan yang harus dipatuhi di kota Ravenswood.

Rahasia apa yang disembunyikan dibalik larangan itu? Apakah ada bahaya yang mengintai atau larangan itu untuk sesuatu yang lain?

Varania secara tidak sengaja mengaktifkan ponselnya, lalu teror aneh mulai mendatanginya.

*

Cerita ini murni ide penulis dan fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, dan latar itu hanyalah karangan penulis, tidak ada hubungannya dengan dunia nyata.

follow dulu Ig : @aca_0325

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21 : Gubuk tua di tepi sungai

Dalam ruangan lain yang tersembunyi itu, Varania melihat sesuatu yang janggal. Sesuatu yang membuat perutnya bergejolak mual, varania menutup mulutnya dengan kedua tangannya agar tidak suara yang keluar.

Dengan hati-hati varania menutup rapat pintu itu. Lalu, tanpa mengatakan apa-apa, Varania menarik tangan Dina kemudian membawanya setengah menyeret.

"Kenapa? Apa yang kamu lihat di dalamnya? Kok kita langsung pergi?" Tanya Dina.

"Nggak. Kita harus pulang," varania sudah melupakan bayangan yang menuntunnya kesini. Ia pergi secepat Ia datang. Di luar rumah duka suasana sepi, langit yang sedari tadi mendung mulai menurunkan rintik-rintik hujan. Dalam sekejap hujan deras mengguyur kota kecil Ravenswood, mengurung Varania dan Dina di rumah duka.

Keduanya berteduh di teras depan, percikan air terkadang mengenai kaki lalu meninggalkan bintik-bintik Kotornya.

Guntur meraung siang itu membuat beberapa makhluk gemetar ketakutan. Awan hitam memenuhi langit, bergerak liar seolah-olah sedang mengamuk.

Wajah pucat Varania ditambah dengan kesunyian aneh rumah duka membuat tempat itu nyaris aneh sepenuhnya.

"Duh... Kok tiba-tiba hujan sih? Sebentar lagi ada acara di kantor walikota," gumam Dina di tengah-tengah udara dingin, menggigil dan mencoba menghangatkan dirinya sendiri. Ia menggosok-gosokkan tangannya untuk meningkatkan, lalu meniup-niupkan napas ke dalam telapak tangannya yang dingin.

"Kamu udah mulai nyanyi lagi?" Tanya Varania yang baru ingat kalau wanita cantik yang sedang berdiri bersebelahan dengannya adalah penyanyi paling top di Ravenswood.

Ngomong-ngomong soal penyanyi, seharusnya Dina punya banyak penggemar kan? Varania celingukan, Ia tidak melihat satupun orang disini. Apakah memang seorang Gladina Selevaur yang terkenal bisa pergi kemanapun tanpa diikuti oleh penggemarnya?

Varania mengamati penampilan Dina, cantik dan anggun seperti biasa. Mustahil dia bisa keluar tanpa diikuti.

"Ya, kupikir berlarut dalam kesedihan akan membuatku stress. Bernyanyi adalah passion dan hidupku, jadi ya aku akan mulai menyanyi lagi." Kata Dina menjawab pertanyaan varania.

"Kamu nggak takut keluar sendiri? " Tanya Varania menyuarakan keheranannya. "Nggak khawatir penggemar kamu nemuin kamu?"

Dina tertawa pelan, wajahnya bersinar dan cantik sekali. Varania setuju dengan keindahan tanpa tanding Gladina, dia adalah analogi dari bulan purnama yang memukau. Indah sekali.

"Ada beberapa tempat yang nggak mungkin di datangi oleh mereka di hari-hari biasa, salah satunya adalah tempat ini. Hanya kamu yang berani datang dan masuk ke dalam rumah duka. Tapi kamu bukan penggemarku kan?" Dina menghentikan tawanya, namun kali ini Ia memasang wajah menggoda.

Varania dengan cepat menggeleng, "E-enggak. Aku tidak tertarik dengan hiburan."

Hidup Varania selalu tentang bekerja, dari matahari terbit hingga terbenam ia selalu bekerja. Ia tidak punya waktu untuk sekedar mendengar musik, atau menonton pertunjukan di alun-alun kota. Itu terasa jauh dan mustahil.

"Sopirku sudah hampir sampai, mau kuantar pulang?"

Varania menggeleng.

Tak lama kemudian sebuah mobil mewah berwarna silver berhenti, seorang pria paruh baya keluar membawa payung. Dia bergegas menghampiri Dina.

"Mari, nona." Dia menyerahkan mantel sutra yang hangat pada Dina, lalu memayungi wanita itu agar tidak basah saat berjalan ke mobil.

"Di dekat perbatasan ada rumah tua, di sana tinggal seorang wanita tua berambut merah. Katanya dia orang tertua di kota ini, mungkin dia bisa membantu permasalahanmu." Kata Dina lalu masuk ke mobilnya.

Alis Varania bertaut bingung. Membantu masalahnya?

"Dina!"

Namun mobil itu sudah melaju pergi, Varania tidak punya kesempatan lagi untuk bertanya.

---

Sore itu hujan sudah berhenti turun, menyisakan sisa-sisa air yang menggenang di tanah dan jalanan. Varania melangkah hati-hati supaya tidak tergelincir di jalan yang lumayan licin. Matanya merotasi ke sekitar, mencari keberadaan rumah tua yang disebutkan oleh Dina.

Ia sudah berputar tiga kali di perbatasan, namun tidak melihat ada rumah tua di sekitar perbatasan.

Apa Dina salah memberi informasi? Atau ia yang salah dengar? Ah, tapi varania yakin sekali Dina mengatakan itu rumah tua di perbatasan.

"Eum... Permisi pak, apakah bapak tahu yang mana rumah nenek tua berambut merah?" Tanya Varania pada seorang bapak-bapak yang baru pulang kerja.

"Oooh... Maksudnya rumah nenek Elizabeth?" Kata bapak itu memastikan.

Deg

Jantung Varania berdetak kencang, ia tidak takut, hanya kaget mendengar nama yang sama persis dengan nama nenek yang meninggal tempo hari.

"Nggak tahu juga pak. Saya hanya sedang mencari nenek berambut merah, katanya tinggal di sekitar perbatasan." Kata Varania menyembunyikan kegelisahannya, dalam hati is berharap nenek yang hendak ia temui hanya memiliki nama yang sama dengan nenek Elizabeth yang sudah meninggal.

"Iya, namanya nenek Elizabeth. Rumah beliau dekat sungai, coba kamu lihat kesana..."

Varania mengikuti arah tangan bapak tersebut, menunjuk ke sebuah gubuk yang berdiri tepat di tepi sungai.

Dina tidak sepenuhnya salah memberi informasi, hanya sedikit keliru karena bangunan kecil itu lebih tepat jika dikatakan sebagai gubuk daripada rumah.

"Terima kasih, pak."

"Sama-sama,"

Setelah bapak-bapak itu pergi, Varania berjalan ragu ke gubuk itu. Dari kejauhan tampak seperti hampir roboh, tidak layak huni sama sekali.

Semakin dekat dengan gubuk tersebut, Varania menjadi sangat gugup. Segala kemungkinan singgah di kepalanya; bagaimana kalau nenek itu memang nenek Elizabeth yang sama? Bagaimana kalau gubuk itu tidak ada orang? Dan bagaimana-bagaimana yang lainnya memenuhi kepala Varania membuat kepalanya sedikit berdenyut. Pusing.

'Pasti dia orang yang berbeda. Nenek Elizabeth itu tidak berambut merah, ya, pasti hanya namanya saja yang sama.' Kata Varania menenangkan dirinya yang gelisah.

1
gaby
Baru gabung, seperti bagus dr judul critanya.
Dini Anggraini
apakah yang mengutuk kota Ravenswood itu ibu kandungnya celine yang mati karena bunuh diri setelah tahu suaminya selingkuh dengan Mathilda ya bunda author sehingga dia mau siapapun yang menggunakan HP di malam hari akan mati seperti yang terjadi pada Samuel dan orang lainnya lagi. 🙏🙏🙏🥰🥰🥰
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!