Hayi, seorang remaja yang akrabnya di panggil Ay, terpaksa menuruti kemauan ayahnya untuk di kirim ke salah satu pesantren agar dirinya sedikit berubah dari kebiasaan buruknya. dari sanalah sebuah kejadian yang tak pernah terbayangkan dalam hidupnya terjadi, ketika tiba-tiba saja ia di ajak ta'aruf oleh seorang anak pemilik pesantren bernama Altair, yang kerap di panggil Gus Al.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonaniiss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21
Seperti biasa, Hayi akan berangkat ke sekolah bersama dengan Hilya dan kedua temannya. Hanya saja, sebelum menuju kelasnya, Hayi menuju ke ruang bendahara terlebih dahulu, sementara teman-temannya sudah pergi lebih dulu. Ia mengetuk pintu perlahan dan dijawab oleh ustadzah Leni yang memang sudah datang.
"Assalamualaikum, ustadzah." kata Hayi.
"Walaikumsalam, ada apa ukhti?" tanya ustadzah Leni.
"Saya mau membayar tunggakan SPP saya, walaupun masih kurang tapi saya berjanji akan segera melunasinya." kata Hayi dengan memberikan amplop putih berisi uang hasil dari ia menang lomba pidato kemarin
"Oh, ya sebentar saya hitung dulu. Silahkan duduk." kata ustadzah Leni yang kemudian mulia menghitung uangnya.
"3 juta ya, masih kurang 500 ribu ya." kata ustadzah Leni
"Iya ustadzah." jawab Hayi.
"Emm apakah ayah kamu sudah bisa di hubungi?" tanya ustadzah Leni yang membuat Hayi menggelengkan kepalanya saja.
"Itu uang hasil saya menang lomba kemarin." kata Hayi membuat ustadzah Leni hanya mengangguk saja.
"Baiklah kalau begitu, sudah saya catat ya." kata Ustadzah Leni
"makasih ustadzah, saya permisi, assalamualaikum."
"Walaikumsalam."
Hayi menghela nafasnya lega karena setidaknya dia bisa membayar dengan uang hasil jerih payahnya sendiri. kini ia hanya memikirkan bagaimana caranya ia mencari uang lagi untuk menyambung kehidupannya. Untuk kali ini ia berfikir, minimal ia harus bisa sampai lulus sekolah, terlepas setelah itu bagaimana kehidupannya.
Ia berjalan menelusuri koridor sekolah sambil memikirkan bagaimana caranya mendapatkan uang. Seketika ia pun teringat sesuatu dan langsung tersenyum penuh semangat. Ia pun berlari pelan menuju kelasnya. Hal itu tak luput dari penglihatan Gus Altair yang memang memperhatikan gerak gerik Hayi.
"Ay, katanya kamu menang ya kemarin?" tanya Aisyah.
"Ya begitulah." jawab Seadanya sambil tersenyum kecil.
"Wahh hebat banget ya." kata Intan dengan kagumnya.
"Saya aja udah usaha belajar bahasa inggris tetep aja susah banget, nggak bisa-bisa." kata Aisyah.
"Nanti juga bisa, di biasakan aja." kata Hayi
"Nanti pulang sekolah temenin aku ke warungnya bang Adi ya, tapi diem-diem aja jangan sampai ada yang tahu." kata Aisyah.
"Mau ngapain lagi sih kamu, Aisyah?" tanya Intan dengan kesalnya.
"Adalah, pokoknya nanti temani ya. Hil, Ay, kalian ikut juga kan?" kata Aisyah.
"Gue kayaknya nggak bisa deh, ada urusan." kata Hayi.
"Yaudah saya ikut deh. " kata Hilya membuat Aisyah mengangguk bersemangat.
Tak terasa kini bel pulang sekolah pun berbunyi. Hilya dan teman-temannya sudah pergi lebih dulu, sementara Hayi masih dengan santainya berjalan sambil memantau keadaan. Saat tengah melewati ruangan Gus Altair ia melirik sekilas dan melihat jika sedang ada seorang santriwati yang berada di sana. Dan ia melihat Gus Altair tersenyum saat menatap santriwati itu, walaupun itu samar tapi Hayi tentu bisa tahu jika itu memang senyuman kecil.
"Ck, apa dia bilang? Mau ta'aruf?? Hahh liat tuh ada cewe aja di senyumin." kata Hayi yang entah kenapa mendadak kesal sendiri.
"Lahh, ngapain gue kesel sendiri? nggak ada urusannya sama gue juga kan. Hih anehh." kata Hayi yang merasa merinding sendiri dengan reaksi tubuh'.
Kini ia berjalan menuju ke kandang kambing yang terletak di belakang pesantren dekat dengan Ndalem. Tentu saja itu secara sembunyi-sembunyi. Dari kejauhan ia bisa melihat jika kang Rudi masih sibuk membersihkan kandang kambing itu dengan fokusnya.
"Assalamualaikum, kang Rudi." kata Hayi dengan melambaikan tangannya membuat kang Rudi menoleh dan terkejut dengan kehadiran Hayi.
"Ehh neng Hayi, walaikumsalam. Ada apa neng? di suruh Gus Al bantuin saya lagi? Nggak papa neng, sini, ini juga masih banyak kerjaan." kata Kang Rudi yang membuat Hayi berfikir sebentar sebelum akhirnya ia meletakkan tasnya dan melipat roknya agar tinggi sebawah lutut, begitupun juga dengan bajunya yang ia lipat lengannya sedemikian rupa .
"ini kambing milik kang Rudi?" tanya Hayi
"Bukan neng. Iki milik kyai Ilham. Saya memang bekerja untuk mengurus kambing-kambing ini." jawab kang Rudi.
"Kerja? Berarti dapet uang ya kang." kata Hayi.
"Ya iya atuh neng. namanya juga kerja pasti dapat gaji. Tapi sebenarnya teh saya mau ijin cuti karena istri saya mau lahiran, lah masalahnya ,saya bingung kalau saya cuti siapa yang mau ngurus semua kambing-kambing ini." kata Kang Rudi yang membuat Hayi langsung mendongak.
"Mungkin saya bisa kang." kata Hayi dengan bersemangat.
"Hah? Neng serius bisa? Ini kandang kambing loh neng bukan tempat shoping." kata kang Rudi.
"Iya kang kelihatan jelas kok kalau kadang kambing." kata Hayi dengan tersenyum kesal.
"Hehehe iya ya neng. Tapi kenapa neng tiba-tiba nawarin buat gantiin saya jaga kambing? Bukannya kemaren si neng teh nggak mau ya, katanya bau." kata Kang Rudi heran.
"Iya ya kang, saya lagi cari penghasilan tambahan buat nambah-nambah uang saku." kata Hayi.
"Memangnya uang saku dari bapak ibu neng teh kurang ya?" tanya kang Rudi.
"Boro-boro saya dapat uang saku kang. Saya di sini tuh kaya di usir dari rumah secara halus tau, kang." kata Hayi.
"Maksudnya teh gimana neng?" tanya kang Rudi bingung.
"Nggak papa deh kang. yaudah ajarin saya deh, biar nanti saya bisa kalau kang Rudi pulang." kata Hayi.
"Si neng teh serius ini? Nggak bercanda?" tanya kang Rudi ragu.
"Iya serius kang. Kalau nggak serius ngapain saya kesini coba." kata Hayi dengan memutar bola matanya dengan malas.
"Yasudah kalau gitu neng." kata kang Rudi yang mulai mengajari Hayi.
Hayi memperhatikan dengan seksama sebelum akhirnya ia mengerjakannya seperti yang sudah di ajarkan oleh kang Rudi. Kali ini kang Rudi seperti melihat sosok yang berbeda dari sebelumnya. Yang biasanya malas-malasan justru kini Hayi begitu gesit dan cekatan. kang Rudi hanya tersenyum saja sambil mengangguk mantap. Hingga tak terasa kini waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore.
"Neng, kemari." kata kang Rudi.
"Iya kang kenapa?" tanya Hayi .
"Besok teh saya pulang, emm jadi...ini buat beli minum lah sama jajan buat neng." kata Kang Rudi dengan memberikan uang seratus ribu pada Hayi.
"Ehh nggak papa kang, santai. Aman-aman, mending buat ongkos kang Rudi pulang aja." kata Hayi dengan menolak.
"Nggak papa neng, biar kalau pas lagi istirahat neng bisa beli jajan, biar nggak ngantuk."
"Nggak usah kang, makasih. Saya nggak terlalu suka jajan. Uangnya di simpen aja lah kang. Ini udah selesai kan kang? Jadi saya mau pulang dulu takutnya nanti si Agus tau kalau saya dari sini." kata Hayi.
"Si Agus teh, saha neng?" tanya kang Rudi
"Saha apa kang?" tanya Hayi bingung.
"Agus itu siapa?" tanya kang Rudi lagi.
"Ya itu Gus Altair, siapa lagi. nggak tau ya kang, dia itu suka banget hukum saya." kata Hayi.
"Si neng di hukum teh pasti ada salah. Saya kenal betul sama Gus Al neng. Dia baik banget orangnya. Yaudah mendingan si neng balik terus mandi. Jangan lupa yang saya ajari tadi ya neng. Saya percaya banget ini sama neng." kata kang Rudi.
"Siap kang. Assalamualaikum." kata Hayi dengan memberikan hormat
"Walaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh." jawab kang Rudi dengan tersenyum simpul