Novi adalah seorang wanita seorang agen mata-mata profesional sekaligus dokter jenius yang sangat ahli pengobatan dan sangat ahli membuat racun.
Meninggal ketika sedang melakukan aktivitas olahraga sambil membaca novel online setelah melakukan misi nya tadi malam. Sayangnya ia malah mati ketika sedang berolahraga.
Tak lama ia terbangun, menjadi seorang wanita bangsawan anak dari jendral di kekaisaran Dongxin, yang dipaksa menikah oleh keluarga nya kepada raja perang Liang Si Wei. Liang sangat membenci keluarga Sun karena merasa mencari dukungan dengan gelar nya sebagai salah satu pangeran sekaligus raja perang yang disayang kaisar.
Tepat setelah menikah, Novi melakukan malam pertama, ia menuliskan surat cerai dan lari. Sayangnya Liang, selalu memburu nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di Hadang
Pagi itu, sinar mentari menerobos lembut melalui celah jendela rumah sederhana yang kini ditinggali Sun Yu Yuan. Suara riuh terdengar dari luar, campuran tawa, langkah kaki, dan dentingan alat-alat dapur. Ia mengerjap perlahan, bangkit dari ranjang kayu yang masih asing baginya.
Dengan langkah tenang, ia mengenakan jubah panjang dan menyisir rambutnya seadanya tak lupa mengenakan penutup wajah nya. Saat membuka pintu, matanya langsung disambut pemandangan yang membuatnya tertegun.
Di halaman rumah, belasan warga desa berdiri berjejer sambil memegang berbagai macam makanan: nasi ketan, sup hangat, rebusan ubi, dan sayuran segar.
"Selamat pagi!" seru seorang wanita tua dengan senyum hangat. "Kami datang untuk mengantarkan makanan sebagai ucapan terima kasih karena Nona sudah membantu desa kami."
Sun Yu Yuan tersenyum tipis di balik cadarnya. "Terima kasih, kalian tak perlu repot-repot."
Seorang anak kecil dengan pipi kemerahan berlari mendekat dan menyerahkan sekantung buah kering. "Ini dari nenekku! Katanya Nona pasti suka yang manis-manis!"
Ia berjongkok, menerima pemberian itu sambil menatap mata polos sang anak. "Terima kasih... manis sekali," ucapnya setelah mencicipi satu buah kecil dari Balik cadarnya.
"Wah, Nona baik dan cantik!" ujar seorang pemuda, membuat beberapa warga tertawa pelan.
Di tengah suasana hangat itu, seorang ibu muda mendekat dan bertanya dengan lembut, "Kalau boleh tahu, siapa nama Nona?"
Pertanyaan itu menohok seperti anak panah di dada. Sun Yu Yuan terdiam.
Menatap mata para warga yang penuh harapan dan rasa hormat, ia akhirnya berkata pelan, "Ah, nama saya tak begitu penting. Saya hanya orang biasa yang sedang dalam perjalanan."
Warga saling berpandangan, tetapi mereka tak memaksa.
Seorang kakek berkata dengan bijak, "Ah tak apa jka Nona tidak menyebut namanya. Kami hanya ingin mengenal penyelamat kami lebih dekat."
Sun Yu Yuan tersenyum, kali ini lebih tulus. "Saya hanya kebetulan lewat desa ini. Saya mendengar ada penyakit menyebar, jadi saya mencoba membantu sebisanya. Anggap saja, saya sedang mencari ketenangan dalam perjalanan panjang saya."
Wanita paruh baya mengangguk, matanya berkaca-kaca. "Kalau begitu, semoga Nona bisa menemukan ketenangan itu. Tapi kalau boleh, tetaplah di sini selama Nona inginkan. Kami akan senang hati menerima."
Sun Yu Yuan menunduk sedikit. "Terima kasih atas makanan ini dan tempat beristirahat yang hangat. Tapi, saya akan melanjutkan perjalanan siang nanti."
"Kalau begitu, silakan nikmati makanannya, Nona," sahut seorang ibu sambil tersenyum.
"Dan saat hendak pergi nanti, jangan lupa berpamitan. Kami ingin mengantar Nona."
Sun Yu Yuan mengangguk perlahan. "Baiklah."
Setelah warga perlahan membubarkan diri, Sun Yu Yuan kembali masuk ke dalam rumah. Ia menatap hidangan di depannya dengan mata berembun, sebelum mulai menyantapnya satu per satu, perlahan, penuh syukur dan kenangan yang menyelinap di sela-sela rasa.
Usai makan, ia menuju tempat mandi, membersihkan tubuhnya dengan air yang segar. Kemudian, ia mengenakan pakaian bersih lainnya, lalu berdiri di depan cermin kecil untuk kembali memoles wajahnya.
Sun Yu Yuan duduk di kursi tua yang terletak di sudut ruangan. Punggungnya bersandar pelan, dan matanya menerawang ke luar jendela kecil di depannya. Angin pagi membawa aroma tanah yang basah dan jejak wangi kayu bakar dari dapur tetangga.
Tangannya terlipat di pangkuan, namun pikirannya terus bergerak cepat. Ia menimbang banyak hal.
"Aku tak bisa terus hidup berpindah-pindah tanpa arah," gumamnya pelan, nyaris seperti angin melewati celah bambu.
Ia menarik napas dalam. "Aku punya ilmu dan pengalaman."
Sudut bibirnya terangkat kecil di balik cadar. Bayangan-bayangan dari kehidupannya di dunia modern mulai membentuk rencana baru. Ia membayangkan bengkel kecil tersembunyi, tempat ia bisa meracik kosmetik penyamar, membuat topeng dari bahan khusus yang menyerupai kulit manusia
"Makeup itu melelahkan, menyita waktu. Aku butuh sesuatu yang efisien. Sesuatu yang bisa kupakai dalam hitungan detik dan menipu mata siapa pun, apalagi pria itu."
Kepalanya menoleh ke meja kayu tempat ia meletakkan kantung kecil berisi ramuan dan alat-alat seadanya yang ia bawa.
"Aku juga bisa racik obat, racun, atau membuat makanan enak. Dan mungkin membuka restoran, kedoknya seperti itu. Tapi di baliknya..."
Mata Sun Yu Yuan menajam, suaranya nyaris berbisik, "Di baliknya akan menjadi markas informasi, tempat orang-orang bisa menyewa jasa apapun!"
Ia bangkit dari kursinya, matanya menatap ke luar jendela, ke arah jalan setapak yang akan segera ia lewati.
"Aku butuh tempat tersembunyi. Gunung? Hutan? Kota kecil yang tak banyak dikenal? Apapun tempatnya, aku harus mencari orang nya dulu bukan?"
Matahari telah naik, menggantung tinggi di langit dengan sinar yang menghangatkan bumi. Bayangan pohon-pohon di tepi jalan menggambar garis-garis samar di tanah.
Sun Yu Yuan telah bersiap. Sebuah kantung sederhana tergantung di punggungnya, jubah panjang berwarna lembut melambai tertiup angin pagi. Penutup wajahnya sudah terpasang rapi, hanya menyisakan sorot mata yang teduh dan tegas.
Di depan rumah kecil itu, puluhan warga desa telah berkumpul. Mereka berdiri berjejer di sepanjang jalan tanah, masing-masing membawa sesuatu di tangan mereka.
Penetua maju sambil memberikan simbolis makanan kepada Sun Yu Yuan, "Nona ini bekal untuk perjalanan Nona selanjutnya, bentuk terima kasih kami!"
Sun Yu Yuan menerimanya dengan anggukan pelan. "Terima kasih."
Seorang anak kecil menggenggam buah kering dan memaksa senyum meski matanya berkaca-kaca. "Jangan lupa kami ya, Bibi"
Sun Yu Yuan berjongkok dan menyentuh kepala anak itu dengan lembut. "Aku tak akan melupakan kebaikan kalian."
"Harusnya kami yang berbicara seperti itu, Nona!"
Sun Yu Yuan menatap mereka satu per satu. Dengan suara lembut namun tegas, ia berkata, "Terima kasih untuk semua kebaikan, makanan, dan tempat tinggal ini. Aku harus pergi melanjutkan perjalanan."
Sun Yu Yuan membungkukkan badan sedikit sebagai salam hormat, lalu berbalik perlahan.
Jalanan tanah berbatu yang dilalui Sun Yu Yuan kian menanjak, menembus hutan lebat di kaki pegunungan. Langkahnya ringan dan mantap, meski ransel di punggungnya sangat berat bagi kebanyakan orang, tapi tidak untuk Sun Yu Yuan.
Namun, langkahnya terhenti ketika suara gemerisik mencurigakan terdengar dari balik semak.
"Berhenti di situ!"
Lima pria bertubuh kurus muncul dari balik pepohonan, masing-masing membawa senjata.
"Serahkan semua yang kau bawa, atau kau akan mati di sini." seru salah satu dari mereka.
Sun Yu Yuan menghentikan langkahnya. Di balik cadar, ia menyipitkan mata, mengamati mereka.