Anesha dan Anisha adalah kakak beradik yang terpaut usia tiga tahun. Hidup bersama dan tumbuh bersama dalam keluarga yang sama. Namun mereka berdua dibesarkan dengan kasih sayang yang berbeda. Sebagai kakak, Nesha harus bekerja keras untuk membahagiakan keluarganya. Sedangkan Nisha hidup dalam kemanjaan.
Suatu hari saat mereka sekeluarga mendapat undangan di sebuah gedung, terjadi kesalah pahaman antara Nesha dengan seorang pria yang tak dikenalnya. Hal itu membuat perubahan besar dalam kehidupan Nesha.
Bagaimanakah kehidupan Nesha selanjutnya? Akankah dia bahagia dengan perubahan hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Halu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kopi Asin ala Nisha
Nesha membuat ayam asam manis untuk Garvi. Sejak pagi tak tampak Bu Rumi memasak, jadi ia membuat sekalian banyak agar bisa di makan bersama.
Setelah semuanya siap, Nesha memanggil Garvi untuk sarapan. Segera lelaki yang sudah siap dengan jaket ojolnya itu duduk di meja makan dan menikmati masakan istrinya.
"Masakanmu selalu enak", puji Garvi seraya menyendokkan nasi ke mulutnya.
"Makasih, Mas", Nesha tersipu malu.
Keduanya pun makan dengan tenang dan hanya terdengar dentingan alat makan. Selesai makan, Nesha pun mencuci semua piring dan peralatan kotor.
"Hoaaamm..", suara uapan Nisha yang berdiri di belakang Nesha.
"Buatin kopi buat Mas Fandi, dong!" Perintah Nisha tanpa tahu malu.
"Istrinya kan kamu, ngapain nyuruh aku?" jawab Nesha.
"Aku nggak bisa buat kopi", terangnya seraya meneguk air putih di tangannya. "Buat gitu aja kenapa nggak mau, sih?!" Kesalnya.
"Bukan kewajiban aku", Nesha pun pergi dari hadapan Nisha dan masuk kamar mandi.
Dengan kesal Nisha mencoba membuat kopi untuk suaminya. Ia menuangkan satu sendok teh kopi, tiga sendok makan gula di cangkir. Setelah air mendidih, ia menuangkannya dalam cangkir dan menyajikannya pada Fandi.
Di meja makan, masih ada Garvi yang menunggu Nesha keluar dari kamar mandi seraya menikmati teh hangat.
"Nih, Mas kopinya", Nisha meletakkan kopi dihadapan Fandi.
"Makasih, sayang", ujar Fandi seraya membelai kepala Nisha yang duduk disampingnya. Matanya melirik kerah Garvi yang tak bergeming melihat kemesraan mereka.
"Istriku ini udah cantik, perhatian banget". Pujinya lagi berniat pamer pada Garvi. Lalu Fandi meniup sedikit kopi dicangkir dan mulai menyesapnya.
Bruuuuuuss!!
Fandi menyemburkan kopi tersebut. "Sayang, asin banget!" pekik Fandi mengusap lidahnya yang terasa asin dengan ujung kaosnya.
"Hah? Asin?" Karena penasaran, Nisha mencicipi sedikit kopi itu dan ya, kopi itu sangat asin.
"Kok bisa asin?!" Nisha pun bingung, padahal ia sudah memasukkan banyak gula.
Garvi tertawa terbahak melihat sejoli dengan kopi asinnya. Sungguh hiburan pagi yang menyenangkan baginya. Ua bahkan terpingkal sampai memegangi perut.
Melihat Garvi yang tertawa puas, Nisha dan Fandi sangat dongkol.
"Kenapa kamu masukin garam bukannya gula?" todong Fandi.
"Aku udah masukin gula, kok". Nisha pun pergi kedapur dan mengambil toples bertuliskan 'gula'. Fandi yang merasa curiga dengan isinya pun membuka toples tersebut.
"Ya ampun, Nisha! Ini tuh garam!" pekik Fandi kesal.
Garvi menutup mulutnya dengan tangan menahan tawa.
"Tapi tulisannya gula, Mas!" Nisha masih berusaha membela diri.
"Kamu nggak bisa bedain gula sama garam, Nis?" tanya Fandi dengan curiga.
Nisha pun terdiam sambil membuang muka karena merasa kesal campur malu. Memang benar, ia yang tak pernah masuk dapur bahkan tak tahu apapun tentang bumbu, tidak bisa membedakan garam dan gula hanya dari bentuknya.
Kini Garvi sudah tak bisa membendung tawanya, ia pun tertawa sangat kencang sampai menitikkan air mata melihat drama kedua pasangan ini.
Mendengar kegaduhan, membuat Pak Edi dan Bu Rumi pun keluar kamar, begitu juga dengan Nesha yang keluar dari kamar mandi.
"Ada apa ini?" Tanya Pak Edi panik, karena masih pagi tapi rumahnya sudah sangat ramai.
"Ini pak, Nisha membuat kopi dicampur garam", curhat Fandi pada bapak mertuanya dengan wajah yang masih sangat kesal.
Pak Edi melirik toples diatas meja yang berisi garam. Lali ia menyadari kalau memang Nisha tak tahu apapun tentang dapur pun hanya tertawa kecil.
"Siapa yang masukin garam ke toples gula?" tanya Pak Edi seraya terkekeh.
"I-ibu, Pak." Bu Rumi mengaku seraya nyengir kuda. Pak Edi pun tertawa mendengar pengakuan istrinya, begitu juga dengan Garvi yang tak henti tertawa.
"Kok garam di toples gula?" Nesha mengamati seraya membolak balik toples tersebut.
"Anu.. Kemarin pas ganti toples, ibu nggak sengaja salah masukin. Karena udah terlanjur, ya udah ibu biarin aja. Toh ibu dan Nesha kan udah biasa masak. Tapi nggak nyangka kalau Nisha nggak bisa bedain", Bu Rumi menjelaskan.
Pak Edi dan Garvi pun tergelak mendengar penuturan Bu Rumi. Nesha segera menyenggol lengan Garvi agar berhenti tertawa karena wajah Nisha dan Bu Rumi tampak kesal.
"Ya sudah buatkan lagi sana", titah Pak Edi pada Nesha.
Merasa masih kesal campur malu, ia pun menolak untuk membuat kopi kembali.
"Buatin kopi kamu aja, Nes!" Perintah Bu Rumi.
Mendengar perintah ibu mertuanya, Garvi segera menarik tangan Nesha.
"Itu kewajiban Nisha sebagai istri Fandi. Bukan tugas Nesha, Bu!" sergah Garvi lalu pamit masuk kamar.
Bu Rumi melongo melihat sikap Garvi yang menurutnya tak sopan padanya.
"Sopan kah dia begitu, Pak?" Bu Rumi melotot menatap Pak Edi, berusaha mencari pembelaan.
"Yang dikatakan Nak Garvi itu benar, Bu. Itu kewajiban Nisha. Biar Nisha juga mulai belajar melayani suaminya sendiri". Pak Edi memberi nasihat, tapi Bu Rumi malah melengos pergi. Ia pun hanya bisa menggeleng kepala.
Garvi dan Nesha pun pamit berangkat kerja. Seperti biasa, Garvi mengantar istrinya sampai depan ruko Ci Fani.
Tin tin tin!
Suara klakson mobil terdengar sangat nyaring sampai orang-orang pun kaget. Ternyata Fandi dan Nisha.
"Misi mas ojol! Kita lewat dulu!" seru Fandi dengan nada mengejek, lalu diikuti tawa Nisha.
Melihat tingkah kekanakan adik dan iparnya, membuat Nesha menggertakkan gigi. Ingin sekali ia memaki keduanya , namun Garvi segera meraih tangan Nesha untuk menenangkan diri.
"Mas, mereka keterlaluan! Harus dikasih tahu!" Suara Nesha tertahan, tak ingin orang lain mendengar ucapannya.
"Udah biarin aja, nanti juga capek sendiri".
"Tapi saya kesal banget, Mas. Mereka selalu merendahkan Mas apalagi ini kan tempat umum".
Garvi hanya tersenyum ringan kearah Nesha. Ia sangat senang sekali ketika istrinya itu mengkhawatirkannya. Terlihat manis dan lucu begitu pikirnya.
Setelah itu Garvi berpamitan pergi dan Nesha pun masuk ke ruko.
"Nes, tadi itu yang naik mobil adik sama ipar kamu, kan?" tanya Sinta yang selalu kepo.
"Iya, Sin". Nesha pergi ke meja Lely untuk mengambil resi cetak. Sedang Sinta mengekor dibelakangnya karena masih ada hal yang ingin ia ketahui.
"Nisha itu nikah karena hamil duluan, kan?" Pertanyaan Sinta sangat blak-blakan, hingga membuat Nesha mengepalkan tangan. Ingin sekali ia meremas bibir Sinta yang julit itu.
"Kamu dengar darimana?" Nesha bersungut.
"Kata orang sekampung, Nes", ucap Sinta dengan entengnya. "Lagian ibumu pas ditanya gitu juga diem aja. Berarti benar, kan?"
Pluk.
Lely menepuk pelan bibir Sinta yang tak bisa diam itu. Hingga Sinta pun kesal.
"Udah jangan julit. Nanti mulutmu ditepuk sama malaikat baru tahu rasa!" celetuk Lely.
Seperti terwakilkan, Nesha merasa berterima kasih pada Lely yang sudah menyentil bibir Sinta. Ia hanya tersenyum melihat Sinta menghentakkan kakinya karena kesal.