Elise, seorang gadis keturunan bangsawan kaya, hidupnya terikat pada aturan keluarga. Untuk mendapatkan harta warisan, ia diwajibkan menikah dan segera melahirkan keturunan. Namun Elise menolak. Baginya, pernikahan hanyalah belenggu, dan ia ingin memiliki seorang anak tanpa harus menyerahkan diri pada suami yang dipaksakan.
Keputusan nekat membawanya ke luar negeri, ke sebuah laboratorium ternama yang menawarkan program bayi tabung. Ia pikir segalanya akan berjalan sesuai rencana—hingga sebuah kesalahan fatal terjadi. Benih yang dimasukkan ke rahimnya ternyata bukan milik donor anonim, melainkan milik Diego Frederick, mafia paling berkuasa dan kejam di Italia.
Ketika Diego mengetahui benihnya dicuri dan kini tengah berkembang dalam tubuh seorang wanita misterius, murka pun meledak. Baginya, tak ada yang boleh menyentuh atau memiliki warisannya.
Sementara Elise berusaha melarikan diri, Diego justru bersumpah akan menemukan wanita itu, dengan segala cara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 7
Jimmy menatap Diego tanpa berkedip, seolah sedang meneliti sesuatu yang aneh di wajah bosnya.
Tatapan itu membuat Diego risih. Alisnya menegang, dan rahangnya mengeras.
“Apa yang kau tatap, hah?!” bentaknya.
Jimmy justru melangkah mendekat, memutari tubuh Diego seperti sedang mengamati spesimen langka.
Diego mendesis. “Menjauhlah, kalau tidak ingin kepalamu berlubang karena revolverku.”
Namun Jimmy mengabaikan ancaman itu.
“Sir, bukankah anda menderita alergi saat bersentuhan dengan seseorang? Lalu kenapa sekarang anda terlihat baik-baik saja?” tanyanya dengan hati-hati.
Diego membuka mulut untuk memarahi sang asisten, tapi ucapannya terhenti. Ia menatap tangannya sendiri, tangan yang tadi menahan tubuh Elise saat hampir terjatuh.
Tak ada reaksi. Tak ada ruam, tak ada sesak, tak ada panas menyengat seperti biasanya. Tubuhnya… benar-benar baik-baik saja.
Seketika tengkuk Diego menegang.
“Apa-apaan ini?” pikirnya.
Selama bertahun-tahun, setiap kali kulitnya bersentuhan dengan siapa pun, tubuhnya akan memberontak. Dokter menyebutnya alergi langka terhadap kontak kulit manusia.
Tapi dengan perempuan itu—si tukang bersih-bersih bertompel di pipi—tidak ada reaksi sama sekali.
“Jangan-jangan tubuhku hanya bereaksi normal pada wanita aneh itu? Ini tidak mungkin!” batin Diego.
Membayangkannya saja sudah membuat bulu kuduk Diego berdiri.
Diego menarik napas panjang, mencoba menyingkirkan rasa tak nyaman itu, lalu berdiri mendekati Jimmy.
Jimmy spontan menegakkan tubuhnya.
“Sir, apa yang mau Anda lakukan?” tanyanya seraya mundur perlahan. “Saya masih normal, tolong jangan—”
“Sentuh aku!” perintah Diego pelan namun tegas.
Jimmy membelalak. “A–apa?”
“Cepat lakukan, sebelum aku berubah pikiran!”
“B-baiklah, Sir.” Dengan ragu, Jimmy mengulurkan tangan, kemudian menyentuh lengan Diego.
Hanya beberapa detik.
Dan benar saja, Diego langsung mengerang tertahan. Kulitnya memerah, urat-urat di lehernya menegang, napasnya tersengal.
Jimmy panik dan menarik tangannya cepat-cepat. “Sir! Anda kambuh lagi!”
Diego meraih sapu tangan, menghapus keringat di pelipisnya, sementara matanya menatap kosong ke depan. Napasnya memburu, tapi di antara rasa sakit itu, pikirannya berputar cepat.
“Jadi benar, hanya perempuan itu yang tidak membuat tubuhku bereaksi?” gumamnya lalu meminum obat yang diberikan oleh Jimmy.
Jimmy menatap bosnya yang masih berusaha menstabilkan napas.
“Sir, siapa perempuan itu sebenarnya?”
“Mana aku tahu bodoh!” Ia menatap kosong ke arah jendela besar, di mana cahaya matahari Milan memantul di kaca.
Perlahan, sudut bibirnya terangkat membentuk seringai tipis.
“Aku ingin kau menyelidiki tentang dia. Nama, alamat, dan apa pun yang bisa kau temukan.”
Jimmy menelan ludah, lalu mengangguk cepat. Ia tahu, jika Diego sudah bicara dengan nada seperti itu, artinya permainan baru saja dimulai.
Diego memandang tangannya yang masih
terasa hangat.
“Ck ck ck! Kenapa harus wanita aneh bertompel itu? Menggelikan sekali!”
***
Elise pulang dengan langkah lelah. Punggungnya terasa remuk setelah seharian bekerja di kantor.
Begitu membuka pintu, ia langsung memanggil putranya dengan suara lembut, “Alex, Mama pulang.”
Namun tak ada sahutan.
Biasanya Alex sudah menunggunya di ruang tamu dengan laptop di pangkuan, tapi kali ini rumah sunyi. Hanya suara detak jam dinding yang terdengar.
“Alex?” panggilnya lagi sambil berjalan cepat menuju kamar anak itu.
Begitu membuka pintu, jantung Elise seolah berhenti berdetak. Alex terbaring di ranjang, wajahnya pucat dan basah oleh keringat.
Elise buru-buru menghampiri, lalu menempelkan telapak tangan di dahi anaknya.
Panas. Sangat panas.
“Ya Tuhan, Alex! Apa yang terjadi padamu?!” serunya panik.
Alex membuka matanya perlahan. “Aku baik-baik saja, Mama,” ucapnya lemah, masih berusaha tersenyum.
“Baik-baik saja bagaimana? Kamu demam tinggi!” Elise hampir menangis. Ia mengambil handuk kecil, membasahinya, lalu menaruh di dahi putranya.
“Mungkin karena aku makan roti bakar gosong buatan Mama pagi tadi.” Alex terkekeh pelan, meski suaranya nyaris tak terdengar.
Elise memelototinya. “Ini bukan waktu bercanda! Kita harus ke rumah sakit sekarang.” katanya dengan suara gemetar.
“Mama punya uang?” tanya Alex menatap ibunya.
Elise terdiam. Kata-kata itu seperti tamparan. Gajinya belum keluar, sementara sisa uang kemarin habis untuk membayar denda akibat ulah Alex di sekolah, ketika putranya itu meninju teman sekelasnya sampai luka.
“Pikirkan soal itu nanti Sekarang Mama cuma mau kamu sembuh,” ucap Elise akhirnya.
Alex menatap ibunya lama, seolah ingin mengatakan sesuatu.
“Kalau begitu, kita nggak perlu ke rumah sakit. Aku bisa sembuh sendiri, Mama.”
“Diam, Alex. Jangan keras kepala! Mama tidak mau kehilangan kamu.” Elise menatapnya dengan mata berkaca. Hanya Alex yang Elise miliki untuk sekarang.
Dengan tenaga tersisa, Elise menggendong Alex. Ia membawanya ke mobil tua yang terparkir di depan rumah dan menyalakan mesin dengan tangan bergetar.
Saat mobil melaju menembus jalanan gelap, Elise tidak sadar kalau di sudut bibir Alex terukir senyum samar.
“Mama jangan khawatir. Aku tidak akan mati semudah ini sebelum bertemu papa,” bisiknya pelan.
lanjut thor💪💪semngt
Kamu akan diratukan oleh seorang mafia kejam kerana telah melahirkan benihnya yg premium langsung penerusnya..