NovelToon NovelToon
CINTA DATANG BERSAMA SALJU PERTAMA

CINTA DATANG BERSAMA SALJU PERTAMA

Status: sedang berlangsung
Genre:Karir / One Night Stand / Duniahiburan / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Cintapertama
Popularitas:334
Nilai: 5
Nama Author: chrisytells

Di Shannonbridge, satu-satunya hal yang tidak bisa direncanakan adalah jatuh cinta.
​Elara O'Connell membangun hidupnya dengan ketelitian seorang perencana kota. Baginya, perasaan hanyalah sebuah variabel yang harus selalu berada di bawah kendali. Namun, Shannonbridge bukan sekadar desa yang indah; desa ini adalah ujian bagi tembok pertahanan yang ia bangun.
​Di balik uap kopi dan aroma kayu bakar, ada Fionn Gallagher. Pria itu adalah lawan dari semua logika Elara. Fionn menawarkan kehangatan yang tidak bisa dibeli dengan kesuksesan di London. Kini, di tengah putihnya salju Irlandia, Elara terperangkap di antara dua pilihan.
​Apakah ia akan mengejar masa depan gemilang yang sudah direncanakan, atau berani berhenti berlari demi pria yang mengajarkannya bahwa kekacauan terkadang adalah tempat ia menemukan rumah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chrisytells, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 20 : Peringatan dari Menara Kaca

Keesokan harinya, keajaiban Clonmacnoise seolah ditarik paksa kembali ke bumi. Pagi yang tenang di pondok Fionn pecah oleh dering ponsel yang melengking—suara yang biasanya berarti efisiensi, namun kali ini terasa seperti serangan.

Nama di layar membuat jantung Elara merosot: Tuan Doherty.

Elara menarik napas panjang, mencoba menstabilkan suaranya sebelum menekan tombol hijau. Fionn, yang sedang mengaduk bubur gandum di dapur, berhenti dan menatapnya dengan kekhawatiran yang tak tertutup.

"Halo, Tuan Doherty," sapa Elara, suaranya berusaha tetap profesional meskipun tangannya sedikit gemetar.

"Elara," suara berat dan dingin dari Dublin itu menyambar. "Aku baru saja menerima draf revisi terbarumu. Proyek 'Jantung Shannon'? Apa-apaan ini? Batu kapur? Teknik busur tradisional? Kau bercanda?"

Elara memejamkan mata. "Tuan, saya sudah melakukan survei mendalam. Desain awal kita terlalu agresif untuk lanskap sejarah Shannonbridge. Jika kita menggunakan baja, warga akan—”

"Warga?" Doherty memotong dengan tawa sinis. "Sejak kapan nona O'Connell peduli pada perasaan warga? Tugasmu adalah efisiensi, modernitas, dan profitabilitas. Aku tidak membayar perencana terbaik di Dublin untuk menjadi seorang filantropis perdesaan! Kau tahu berapa banyak biaya tambahan yang muncul dari 'Rencana Hibrida' bodohmu ini?"

"Ini bukan tentang biaya, Tuan. Ini tentang keberlanjutan jangka panjang dan—”

"Cukup!" bentak Doherty. "Dengarkan aku baik-baik. Aku memberimu waktu satu minggu untuk mengembalikan desain itu ke jalur semula. Jika kau tetap memaksakan ide romantis ini, aku akan menarikmu kembali ke Dublin dan memberikan proyek ini kepada O'Neill. Kau tahu dia akan meratakan separuh desa itu jika itu berarti bonusnya cair."

Elara membeku. "O'Neill tidak tahu apa-apa tentang Shannonbridge, Tuan Doherty."

"Dia tahu cara mengikuti perintah. Sesuatu yang sepertinya mulai kau lupakan sejak kau bergaul dengan orang-orang desa itu. Pikirkan baik-baik, Elara. Kariermu di Dublin, dan reputasimu... semuanya dipertaruhkan. Satu minggu. Jangan buat aku kecewa."

Klik! Sambungan terputus.

Elara menurunkan ponselnya perlahan. Dunianya terasa seperti sedang berputar. Semua usaha, semua emosi yang ia tuangkan ke dalam sketsa batu kapur itu, dianggap sampah oleh pria di menara kaca Dublin.

Fionn mendekat, meletakkan cangkir kopi di meja. "Dia tidak menyukainya, kan?"

Elara menggeleng, suaranya serak. "Dia membencinya. Dia bilang aku tidak profesional. Dia bilang aku... aku kehilangan arah, Fionn."

Elara menelungkupkan wajah di tangannya, bahunya mulai bergetar. "Dia akan memberikan proyek ini pada O'Neill. Dan O'Neill... dia akan menghancurkan dermaga tua itu. Dia akan membangun struktur beton yang mengerikan tepat di depan The Crooked Spoon. Aku ingin menyelamatkan desa ini, Fionn, tapi aku malah mempercepat kehancurannya."

Fionn berlutut di depan Elara, menarik tangan wanita itu dari wajahnya. "Lihat aku, Elara. Kau tidak mempercepat kehancuran apa pun. Kau memberinya jiwa. Doherty hanya melihat angka, tapi kau melihat orang-orangnya."

"Tapi angka yang membayar tagihanku, Fionn! Angka yang membangun reputasiku!" Elara meledak, rasa frustrasinya meluap. "Aku takut. Aku takut jika aku gagal lagi, aku tidak akan punya tempat untuk kembali. Rencana A-ku hancur, dan sekarang Rencana Hibrida ini..."

"Kau punya tempat untuk kembali," potong Fionn tegas, matanya mengunci mata Elara. "Kau punya aku. Kau punya pondok ini. Kau punya Biscotti yang sedang menunggumu menjatuhkan remah roti. Kau tidak sendirian menghadapi monster dari Dublin itu."

Elara menatap Fionn, melihat ketulusan yang begitu dalam di mata birunya. Rasa frustrasinya perlahan berganti dengan kehangatan yang menyakitkan namun manis.

Malam jatuh dengan salju tipis yang kembali turun di luar. Di dalam pondok, hanya ada suara kayu bakar yang berderak. Elara masih tampak muram, duduk di depan perapian. Fionn mendekatinya dari belakang, melingkarkan lengannya di bahu Elara, dan mencium lehernya dengan lembut.

"Berhenti memikirkan Doherty," bisik Fionn. "Malam ini, biarkan aku yang menjadi rencanamu."

Elara berbalik, menemukan kenyamanan dalam pelukan Fionn yang kokoh. "Aku hanya ingin merasa... nyata. Aku ingin merasa bahwa aku lebih dari sekadar angka dalam laporan perusahaannya."

Fionn tidak membalas dengan suara. Keheningan di antara mereka justru terasa lebih bicara daripada kata-kata. Dengan gerakan yang begitu takzim, ia melingkarkan lengannya di tubuh Elara—mengangkatnya seolah perempuan itu adalah seluruh dunianya. Tidak ada lagi ketergesaan yang liar atau kekacauan yang menuntut. Kali ini, setiap pergerakan Fionn adalah sebuah puisi tentang kelembutan; ia membawa Elara menuju tempat tidur dengan sikap hati-hati, seolah Elara adalah porselen paling berharga yang bisa retak hanya karena napas yang terlalu kasar.

​Saat punggung Elara menyentuh sprei yang hangat, Fionn ikut merebahkan diri di sampingnya. Ia tidak langsung menyentuh. Ia hanya menatap. Sorot matanya begitu dalam dan intens, sebuah tatapan yang sanggup merampas oksigen dari paru-paru Elara.

​"Aku akan membuktikan kepadamu bahwa kau sangat nyata, Elara," bisik Fionn, suaranya rendah dan bergetar karena emosi yang tertahan. "Setiap inci darimu, setiap helai napasmu... aku ingin kau merasakannya."

​Jemari Fionn mulai bergerak, mengalir di atas kulit Elara sehangat madu yang meleleh. Sentuhan itu tidak hanya menyentuh fisik, tapi seperti membasuh lelah yang selama ini membebani pundak Elara akibat tuntutan dunia kerja. Fionn menuntunnya dengan kesabaran seorang pemahat, mencium kening, pipi, dan sudut bibirnya dengan saksama—seolah sedang menghapus jejak-jejak kesedihan yang masih tertinggal di sana dengan bibirnya sendiri.

​"Fionn..." Elara merintih pelan. Namanya terdengar seperti doa saat jemari pria itu membelai kulitnya, memberikan sebuah sensasi yang jauh lebih masuk akal dan menenangkan daripada logika atau angka mana pun yang pernah ia pelajari.

​Fionn mendekatkan wajahnya, membiarkan napas mereka menyatu. "Ikuti aku, Elara. Jangan beri ruang untuk hari esok, jangan biarkan logikamu bekerja. Cukup di sini, saat ini. Hanya kita."

​Keintiman yang tercipta malam itu terasa sakral, seperti sebuah janji tanpa suara. Fionn tidak sedang menuntut gairah; ia sedang membangun benteng. Setiap ritme gerakannya adalah caranya berkata bahwa ia akan menjadi tempat Elara pulang. Ia bergerak dengan kelembutan yang memastikan Elara merasa diinginkan sepenuhnya, perlahan-lahan mengusir bayang-bayang ketakutan akan kegagalan yang selama ini menghantui tidurnya.

​Dalam dekapan hangat Fionn, Elara merasakan dinding-dinding pertahanan yang ia bangun bertahun-tahun runtuh berkeping-keping. Namun, di tengah reruntuhan itu, ia tidak merasa hancur. Untuk pertama kalinya, di bawah tatapan dan sentuhan Fionn, Elara merasa benar-benar utuh.

Beberapa saat kemudian, mereka berbaring dalam keheningan yang nyaman, napas mereka perlahan kembali normal. Elara menyandarkan kepalanya di dada Fionn, mendengarkan detak jantungnya yang stabil.

"Fionn?" bisik Elara.

"Ya, Nona Perencana?"

"Aku tidak akan menyerah pada Doherty. Aku akan tetap memperjuangkan rencana batu kapur itu. Meskipun itu berarti aku akan kehilangan pekerjaanku."

Fionn mencium puncak kepalanya, memeluknya lebih erat. "Itulah wanita yang kucintai. Wanita yang lebih mementingkan fondasi daripada sekadar fasad."

"Tapi kalau aku pengangguran, kau harus memberiku kopi gratis selamanya," canda Elara, meskipun ada nada serius di baliknya.

Fionn tertawa kecil, suara rendahnya menggetarkan dada Elara. "Kopi gratis, scone tanpa batas, dan jabatan tetap sebagai 'Kepala Strategis Kekacauan' di hidupku. Bagaimana? Apakah itu masuk dalam Gantt Chart-mu?"

Elara tersenyum, menutup matanya dengan perasaan damai yang baru. "Itu adalah rencana terbaik yang pernah kudengar."

Biscotti, yang tidur di lantai di ujung tempat tidur, mengeluarkan suara dengkuran kecil, seolah menyetujui kesepakatan itu. Badai dari Dublin mungkin akan datang dalam satu minggu, tetapi malam ini, Elara tahu bahwa ia memiliki fondasi yang tidak akan pernah retak.

1
d_midah
ceilah bergantung gak tuh🤭🤭☺️
d_midah: kaya yang lebih ke 'sedikit demi sedikit saling mengenal, tanpa terasa gitu' 🤭🤭
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!