Di Ceraikan Suami, Di Nikahi Milliader

Mendengar jawaban Arga, membuat Pandu tidak bisa menjawab apa-apa. Ia juga yakin kalau Ghazi berada di tangan yang tepat, karena ia sangat percaya kalau Arga adalah Ayah kandung Ghazi.

"Nanti biar aku jelaskan pada Arin". batin Pandu kemudian.

"Ok baiklah, akan aku biarkan Zi bersamamu malam ini" ujar Pandu.

Arga tersenyum sinis "Memang apa hak mu melarang Zi bersamaku ?, sampai kapanpun dia akan terus bersamaku" balas Arga.

"Iya-iya" tak ingin berdebat, Pandu memilih mengalah. Ia tahu betul sikap Arga selama ini, pria itu keras kepala dan ucapannya tidak bisa di bantah.

Saat sedang asik mengobrol dan membahas masalah tes DNA, ponsel mewah milik Arga berdering, pria itu mengambil ponselnya yang berada di atas meja nakas. kemudian dengan sangat malas ia menggeser menu hijau untuk menjawab panggilan.

"Arga, aku baru saja tiba di Indonesia. bisakah besok kamu menemani ku makan siang ?". ucap seorang perempuan di seberang sana.

Dia adalah Celine, wanita yang menjadi tunangan Arga sejak dua tahun yang lalu. Tapi sampai sekarang Arga belum bisa mencintai wanita itu.

"Aku sibuk" balas Arga, kemudian mematikan sambungan telepon.

Arga heran kenapa Celine begitu tergila-gila padanya, padahal Arga sudah menunjukkan kalau dirinya tidak menyukai wanita itu.

Pertunangan mereka terjadi lantaran kedua orang tua mereka bersahabat sejak dulu. Jadi Sang Papa memaksa Arga untuk bertunangan dengan Celine dua tahun yang lalu.

Padahal Arga sudah menolak, tapi Papa Dierja terus memaksa agar Arga mau bertunangan dengan Celine, bahkan pria paruh baya itu sempat mengancam sehingga Arga mau tak mau menerima semuanya dengan lapang dada.

Dulu setelah bertunangan, Arga berharap ia bisa melupakan kejadian malam kelam itu, ia juga berharap bisa mencintai Celine dengan sepenuh hati. Namun semuanya terasa sia-sia, kejadian malam itu selalu berputar di ingatan Arga sehingga ia sulit untuk membuka hatinya.

Dua tahun bukan waktu yang singkat untuk Arga membuka hatinya, tapi sampai sekarang rasa itu tidak tumbuh juga. Bahkan ia mulai merasa jenuh dengan tingkah Celine yang terkadang semaunya sendiri.

*

*

Di lain tempat, Celine kesal karena Arga memutuskan sambungan telepon secara sepihak. Padahal ia belum selesai bicara, banyak hal yang ingin Celine tanyakan terutama dimana Arga saat ini.

"Kapan sih aku bisa membuat Arga mencintaiku" gumam Celine seraya menghentak-hentakan kakinya ke atas keramik.

"Pokoknya besok aku harus bisa membujuk Arga supaya mau makan siang dengan ku"

Celine mondar-mandir di dalam kamar apartemennya, ia harus mencari cara agar Arga mau menuruti apa yang ia inginkan. Ia sangat mencintai Arga, dan berharap suatu hari nanti mereka akan benar-benar bersama seperti yang selama ini Celine idamkan.

*

*

Karena tak mendapatkan izin untuk membawa Ghazi pulang, akhirnya Pandu menghubungi Arina. Ia yakin wanita itu akan khawatir jika sampai Ghazi tidak pulang malam ini.

"Ada apa Mas ?". begitu suara Arina di seberang sana, membuat Pandu bernapas lega karena tidak terdengar nada khawatir yang tadi ia bayangkan.

"Tidak apa-apa, aku hanya ingin menanyakan apa kamu merindukan Zi ?" tanya Pandu

"Tentu saja Mas, tapi biarlah dia malam ini tidur sama Bunga dan Bu Jum"

Pandu terdiam sejenak, jadi Bunga sudah berbohong dengan mengatakan kalau Ghazi ada di rumahnya.

"Iya, kamu jangan khawatir. Zi bersama orang yang tepat malam ini"

"Hemmmm" balas Arina lagi "Kamu ada dimana Mas, jika kamu sedang berada di rumah Bunga, berikan ponsel mu sebentar pada Zi !, aku ingin bicara padanya"

"Ti-dak Rin, aku tidak di rumah Bunga sekarang. Besok saja ok !"

Setelah itu Pandu langsung memutuskan sambungan telepon, ia tidak ingin nanti dirinya salah bicara membuat kebohongan Bunga terbongkar. Pandu yakin Bunga terpaksa berbohong supaya Arina tidak khawatir.

"Aku sudah menemukan Zi, jadi kamu jangan khawatir lagi !, Zi bersama orang yang tepat malam ini"

Pesan singkat itu Pandu kirimkan ke nomor ponsel Bunga, ia tidak ingin kekasihnya itu tidak tidur malam ini.

*

*

Di sebuah kamar besar nan mewah, Arga membantu Ghazi berbaring.

"Sekarang Zi tidur ya ! ini sudah malam !" ucap Arga dengan suara yang lembut.

"Biasanya sebelum tidur Mom akan membacakan dongeng dulu, jadi malam ini Om harus bacakan dongeng juga" balas Ghazi seraya merebahkan kepalanya di atas bantal.

Arga langsung terdiam, ia sama sekali tidak tahu dongeng seperti apa yang harus ia bacakan. Dan untuk pertama kali juga ia harus menidurkan seorang anak kecil.

"Tapi Om tidak bisa baca dongeng sayang, jadi besok saja ya... Om belikan buku dongeng dan Zi baca sendiri"

Mendengar hal itu Ghazi memanyunkan bibirnya, sebenarnya di jam segini ia sudah lama tidur. Dan biasanya Arina akan membacakan dongeng agar Ghazi tidur dengan lelap.

"Zi mau dengar dongeng"

Arga gelagapan, apalagi saat melihat sudut mata Ghazi yang sudah berair. Ia sama sekali tidak tahu harus bagaimana sekarang. Hingga tiba-tiba ide cemerlang ada di otaknya.

"Jangan nangis !, Om akan panggilkan orang yang bisa membacakan Zi dongeng" ucap Arga.

Ghazi menghapus air matanya yang sudah meleleh, ia menatap Arga yang keluar kamar.

Di luar kamar, Arga menghubungi seseorang dan meminta orang itu agar datang ke Villa malam ini juga.

Satu jam kemudian orang yang di tunggu Arga datang juga, pria bernapas lega karena akhirnya ia bisa tenang.

"Kapan kamu pulang ke Indonesia ?" tanya wanita paruh baya yang sering Arga panggil dengan sebutan Ibu Ras.

"Tadi bu" jawab Arga sopan, karena selain sang Mama, Ibu Ras adalah wanita yang sangat Arga hormati.

"Lalu kenapa tidak langsung pulang kerumah utama ?, dan kenapa kau malah menyuruh Ibu kesini ?" tanya Bu Ras

Arga menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, entah apa yang harus ia ceritakan pada Ibu Ras masalah Ghazi.

"Aku ingin ibu membacakan dongeng untuk seseorang" jawab Arga

Kening Ibu Ras mengkerut, dan saat Arga membawanya memasuki kamar, Ibu Ras benar-benar terkejut saat melihat bocah tampan yang sedang menangis untuk minta di bacakan dongeng.

"Anak siapa ini Ga ?" tanya Bu Ras menatap Arga intens.

"Aku tidak bisa jelaskan sekarang Bu, tapi tolong bacakan dongeng untuknya agar dia tidur. Kasihan ini sudah malam" balas Arga dan langsung memalingkan wajahnya untuk menghindari tatapan mengintimidasi ke arahnya.