NovelToon NovelToon
ACADEMY ANIMERS I : The Silence After The Pen Drops

ACADEMY ANIMERS I : The Silence After The Pen Drops

Status: tamat
Genre:Romansa Fantasi / Fantasi Isekai / Persahabatan / Fantasi / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Konflik etika / Tamat
Popularitas:35
Nilai: 5
Nama Author: IΠD

Semesta Animers yang damai, dikelola oleh lima kerajaan berdaulat yang dipimpin oleh sahabat karib, kini terancam oleh serangkaian insiden sepele di perbatasan yang memicu krisis sosial. Para pemimpin harus bertemu dalam pertemuan puncak penuh ketegangan untuk menyelesaikan konflik politik dan membuktikan apakah ikatan persahabatan mereka masih cukup kuat untuk menyelamatkan Semesta Animers dari kehancuran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IΠD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Something is Odd

Beberapa hari kemudian, setelah menghilang tanpa kabar, Indra akhirnya kembali ke Istana Crown City. Kehadirannya disambut oleh sosok yang berwibawa, Royal Ryuzu Elysion, Paman mereka, yang merupakan penasihat utama dan adik dari Raja. Ryuzu berdiri di aula penyambutan utama, sorot matanya yang biasanya tajam kini memancarkan ketenangan yang terkontrol.

"Lama tidak berjumpa, Indra," sapa Ryuzu, nadanya tenang dan hangat. Ia melangkah maju dan menepuk bahu keponakannya. "Perjalananmu pasti panjang. Ada yang menunggumu di dalam. Riana sedang mencari mu di istana, dan dia tidak terlihat senang."

Indra, yang baru saja melepas jubah perjalanannya, terlihat sedikit lelah, namun rasa herannya lebih mendominasi. Ia sudah terbiasa dengan drama yang dibuat oleh adiknya itu.

"Kali ini apa yang ia perbuat?" tanya Indra santai, ada senyum tipis di bibirnya, menganggap Riana pasti sedang meributkan hal yang tidak penting. "Apakah dia merenovasi dapur lagi tanpa izin? Atau membeli naga peliharaan baru?"

Ryuzu tidak membalasnya dengan tawa atau lelucon seperti biasanya. Ekspresinya sedikit mengeras, menunjukkan keseriusan.

"Aku tidak tahu, Indra. Tapi ini bukan masalah naga peliharaan atau renovasi. Dia hanya berpesan agar kau segera menemuinya, dan nadanya bukan main-main. Bahkan, dia sempat mencoba menghubungimu puluhan kali beberapa hari yang lalu."

Mendengar jumlah panggilan itu, Indra terdiam. Ia baru menyadari ponselnya memang mati karena kehabisan daya selama beberapa hari terakhir. Ia menghela napas, menyadari ada sesuatu yang tidak biasa terjadi.

"Baiklah kalau begitu aku kesana dulu," ujar Indra, menghilangkan sisa-sisa kelelahan di wajahnya. Ia harus menghadapi Riana, apa pun masalahnya.

Ryuzu tersenyum, kali ini lebih seperti senyum peringatan. "Sebaiknya cepat. Keadaan istana terasa sedikit... tegang sejak kau pergi. Semoga saja bukan hal yang terlalu buruk."

Indra mengangguk singkat, mengambil langkah cepat menuju kediaman pribadi Riana, hatinya mulai dipenuhi firasat buruk yang mengganggu.

.

.

.

.

.

.

Beberapa saat kemudian, dengan langkah cepat, Indra memasuki Ruang Tahta. Ruangan megah yang baru direnovasi itu terasa luas dan hening, hanya ditemani oleh Raina yang berdiri tenang di dekat salah satu pilar.

Riana sudah menunggu di sofa yang sama tempat ia menerima pesan itu, dan ketika melihat Indra, senyum nakalnya segera terkembang—senyum yang sering muncul saat ia tahu dirinya akan memenangkan argumen.

"Nah, akhirnya Kakak datang juga," sambut Riana, suaranya terdengar lega bercampur sedikit nada menggoda.

Indra tidak membalas senyum itu. Ia hanya berjalan cepat mendekati Riana, wajahnya menunjukkan ketidaksenangan karena ditarik dari urusannya yang entah apa itu.

"Ada apa?" tanya Indra, nadanya terdengar dingin dan tanpa basa-basi. "Ryuzu bilang kau mencariku dengan sangat mendesak. Apa yang terjadi?"

Riana segera meredakan senyumnya, menyadari keseriusan Indra. Ia menyodorkan ponselnya.

"Kak Evelia... Dia mengirimi aku pesan beberapa hari yang lalu, lewat sosial media," ucap Riana, ia sengaja merendahkan suaranya, sedikit takut dengan reaksi kakaknya. "Dia bilang Kakak harus menjemputnya di kota Ranox. Itu sebabnya aku panik."

Indra mengerutkan dahi, ekspresi dinginnya berubah menjadi kebingungan. "Ranox? Apa yang dia lakukan di Ranox? Kenapa dia tidak menghubungiku langsung?"

"Aku sudah menanyakan itu!" seru Riana, mengangkat bahu sedikit. "Tapi dia langsung offline setelah mengirim pesan. Dia bilang... dia sedang reuni dengan teman-temannya. Atau, mungkin itu alasannya. Aku tidak ingat persis dia bilang apa."

Indra terdiam. Ia memproses informasi itu, matanya memandang kosong ke arah ukiran di dinding.

("Jika reuni, dia bisa saja pulang bersama teman-temannya kan? Kenapa harus memintaku menjemputnya di Ranox, dan kenapa dia hanya mengirim pesan pada Riana? Ini aneh.") batin Indra.

Riana melihat kakaknya terdiam lama. Ia segera memanggil. "Kak? Kenapa?"

Indra menggelengkan kepalanya pelan, seperti menyentak dirinya kembali ke kenyataan. "Tidak apa-apa. Kalau begitu, aku akan pergi ke Ranox sekarang."

Saat Indra berbalik untuk pergi, Bibi Helena tiba-tiba muncul dari balik pintu, ekspresinya dipenuhi kekhawatiran khas seorang ibu.

"Indra, tunggu sebentar!" Helena mendekat dan memegang lengan keponakannya. "Kau baru saja tiba, dan sekarang mau pergi lagi? Ranox itu jauh, dan kita semua tahu suasana perbatasan sedang tidak baik. Kumohon, jaga dirimu baik-baik di sana. Jangan lupa makan yang teratur, dan jaga kesehatanmu, ya?" nasihatnya dengan lembut.

Indra tersenyum kecil, meyakinkan bibinya. "Aku tahu, Bibi. Aku akan hati-hati. Jangan khawatir. Ranox bukan apa-apa bagiku."

Setelah meyakinkan Helena, Indra pun bergegas keluar istana untuk memulai perjalanannya.

.

.

.

.

.

Indra melanjutkan langkahnya melalui ruang tahta yang luas, tempat ia bertemu Raina yang masih mengagumi lukisan di dinding yang baru direnovasi. Raina tampak asyik mengamati detail ukiran yang menggambarkan sejarah aliansi kuno.

Mendengar langkah kaki yang mendekat, Raina menoleh, senyum tipisnya segera muncul ketika melihat Indra.

"Hai Kak Indra," sapa Raina dengan lembut. "Aku dengar Kakak ingin keluar kota. Apa itu benar?" tanyanya dengan nada penasaran yang terdengar halus.

Indra, yang pikirannya sudah tertuju pada Ranox dan Evelia, menjawab singkat. "Ya, aku akan keluar kota." Ia lalu berhenti sejenak, melihat raut wajah Raina. "Kenapa?"

"Owh..." jawab Raina pelan, ekspresi wajahnya berubah sedikit cemas, kekhawatiran yang ia rasakan beberapa hari lalu kembali muncul.

Indra yang menyadari perubahan raut wajah adiknya segera menghampiri. Ia tidak ingin Raina ikut cemas dengan kepergiannya yang mendadak.

"Jangan khawatir," ucap Indra, suaranya melembut. Ia mengulurkan tangan dan mengacak rambut Raina. "Aku akan pulang kok, adiku yang manis~ Kakak hanya ingin menjalankan tugas dulu, hehehe." Ia mencoba menghibur Raina dengan senyum yang dipaksakan ceria.

Raina terdiam sejenak, memproses kata-kata kakaknya. Kemudian, ia membalas senyum itu, dan keceriaan kembali mewarnai wajahnya.

"Janji ya, Kak?" pinta Raina, menatap Indra dengan mata yang penuh harap.

Indra membalas tatapan itu, senyum tipisnya kini terasa lebih tulus. "Iya, Kakak janji." Ia mengelus kepala adiknya sekali lagi.

"Baiklah, hati-hati," kata Raina dengan nada yang sangat halus. "Cepat kembali."

Indra mengangguk, menyimpan janji pada adiknya sebagai penguat semangat sebelum akhirnya berbalik dan melanjutkan perjalanan pentingnya menuju Kota Ranox.

.

.

.

.

.

Tepat di depan gerbang megah Istana Crown City, di mana kuda tunggangannya sudah menanti, Indra menemui Ryuzu untuk terakhir kalinya. Ryuzu berdiri tegap di anak tangga, memandangi Indra dengan sorot mata yang penuh arti.

"Jadi bagaimana?" tanya Ryuzu, tanpa basa-basi. "Kau akan langsung pergi ke Ranox?"

Indra menghela napas, ia memasang sarung tangan kulitnya dengan gerakan tegas. Ia kini tidak lagi bercanda seperti saat berbicara dengan Riana.

"Aku akan pergi, Paman. Tapi ini lebih dari sekadar menjemput Evelia," jawab Indra, nada suaranya berubah serius. "Pesan yang dikirimkan melalui Riana itu aneh. 'Reuni'? Di Ranox? Dan kenapa dia tidak menghubungiku langsung? Ada kejanggalan yang sangat kuat, Paman."

Indra menoleh, menatap gerbang istana yang menjulang tinggi, seolah melihat bayangan masalah yang lebih besar.

"Aku akan pergi sendirian, dan aku tidak akan langsung kembali. Setelah Ranox, aku berencana menemui sahabat-sahabatku di setiap kerajaan. Kita sudah lama tidak berkumpul, dan aku ingin memastikan bahwa keretakan yang kudengar di perbatasan bukanlah gejala dari masalah yang lebih besar di antara Lima Pilar," jelas Indra, merujuk pada para pemimpin yang menjalin persahabatan erat itu.

Ryuzu mengangguk perlahan, ia memahami sepenuhnya maksud Indra.

"Rencana yang bijak. Kau harus memecahkan misteri ini dari akarnya," ujar Ryuzu, tangannya diletakkan di dada sebagai tanda hormat. "Selama kau tidak ada di istana, jangan khawatir. Aku akan memastikan Istana Crown City aman. Aku dan seluruh Dewan akan menjaga kerajaan."

Indra tersenyum tipis, rasa lega muncul di hatinya karena memiliki Ryuzu. "Aku percaya padamu, Paman."

Dengan anggukan terakhir, Indra menaiki kuda tunggangannya. Ia memacu kudanya, meninggalkan Istana Crown City dan memulai perjalanannya, bukan hanya sebagai kekasih yang menjemput pujaan hati, melainkan sebagai seorang putra mahkota yang tengah mengemban misi untuk menyelamatkan fondasi kedamaian Semesta Animers.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!