NovelToon NovelToon
Terperangkap Dimensi Lain

Terperangkap Dimensi Lain

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Akademi Sihir / Fantasi Wanita / Fantasi Isekai
Popularitas:561
Nilai: 5
Nama Author: Sunny Rush

Elara dan teman-temannya terlempar ke dimensi lain, dimana mereka memiliki perjanjian yang tidak bisa di tolak karena mereka akan otomatis ke tarik oleh ikatan perjanjian itu itu sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sunny Rush, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 3

Elara dengan wajah puas masih duduk di dahan pohon sambil menggigit jambu merah segar. Angin sore berembus, membuat rambutnya berkibar.

“Betah rasanya tinggal di sini!” ucapnya lantang sambil tertawa kecil.

Namun pandangannya terhenti. Di bawah pohon besar itu, terbaring seorang pria dengan pakaian hitam pekat, matanya terpejam, wajahnya tenang namun dingin ,seolah waktu tidak bisa menyentuhnya.

“Siapa dia...?” gumam Elara sambil memicingkan mata. Ia mengulurkan tangan hendak memetik buah lagi, tapi tiba-tiba..

Crak!

Dahannya patah.

“Arrrghhhhh!!!” teriak Elara panik.

Namun anehnya, ia tidak langsung menghantam tanah. Tubuhnya berhenti di udara, seperti ada sesuatu yang menahannya. Elara membuka mata dengan wajah pucat, napasnya terengah.

“Ap-apa aku sudah pindah alam lagi?!” desisnya panik.

Barulah ia sadar. Kedua mata dingin pria itu terbuka, menatap lurus ke arahnya. Aura gelap menyelubungi tubuhnya, membuat bulu kuduk Elara berdiri.

“Elaraaa!!” teriak Mira dari kejauhan, wajahnya panik.

Pria itu menatap tajam ke arah Elara yang masih melayang di udara. Dalam sekejap, ia melepaskan genggaman energinya. Tubuh Elara jatuh namun bukan ke tanah.

Bruk!

Elara mendarat tepat di tubuh pria itu, wajah mereka begitu dekat. Bibir Elara tanpa sengaja menyentuh bibir pria itu.

Waktu seolah berhenti.

Suasana mendadak berubah. Langit yang tadinya cerah meredup, awan gelap menggumpal di atas akademi. Angin berhembus kencang, dan kilatan petir membelah langit.

“Gyaaaahhh!!!” teriak para murid di sekitar yang melihatnya.

“Elara... kamu gila apa?!” Mira menutup wajahnya dengan kedua tangan, antara malu dan takut.

Pria itu membuka mata lebar, tatapan dinginnya menusuk, auranya membara. Elara menegang, tubuhnya kaku di atasnya.

“Kenapa... suasananya jadi kayak gini?!” gumam Maria ketakutan.

Jesika berbisik sambil menelan ludah. “Klan Iblis... mereka pasti sedang dalam keadaan tegang. Itu pertanda amarahnya terpicu.”

Dari arah lain, cahaya keemasan menyilaukan muncul. Murid-murid Luminara yang sedang berlatih di lapangan ikut menoleh. Beberapa dari mereka langsung siaga, menengadahkan tangan seolah bersiap melawan energi gelap yang merambat.

“Tidak mungkin...” ucap salah satu murid Luminara dengan wajah pucat. “Apa... itu pangeran Klan Iblis?”

Tatapan semua orang kini terarah pada Elara dan pria yang masih berbaring dengan dirinya di atas tubuhnya.

Elara masih membeku di atas tubuh pria itu, wajahnya memerah, jantungnya berdetak tak karuan.

Arsen Noctyra membuka matanya penuh, tatapan merahnya menyala dingin. Suara petir menggelegar, aura hitam meledak ke segala arah. Semua orang yang menonton terpaku, gemetar, bahkan ada yang jatuh berlutut.

“Elaraaa!!!” teriak Mira panik.

Namun tepat ketika sorotan mata semua orang tertuju pada mereka berdua ,Arsen menggerakkan tangannya pelan, seperti membelai udara. Sekejap, cahaya hitam pekat berkilat dari matanya, lalu menyebar ke kerumunan.

Wuss!

Angin kencang berhembus. Semua orang menutup mata, terhuyung, dan… begitu mereka kembali membuka mata, ekspresi mereka kosong sejenak. Wajah-wajah yang tadi panik dan terkejut kini terlihat biasa saja, seolah tidak pernah ada insiden barusan.

Maria mengerjap bingung, “Hah? Aku ngapain tadi?”

Jesika menggeleng pelan, “Entahlah… rasanya aku baru kehilangan ingatan sepersekian detik…”

Mira menatap sekeliling bingung, “Kalian tadi..” ia berhenti, lalu menggeleng, lupa apa yang ingin ia katakan.

Hanya Elara yang terdiam kaku, kedua tangannya masih menggenggam dada Arsen, wajahnya memanas karena sadar bahwa orang yang di depannya itu sangat berbahaya.

Arsen menatapnya tajam, bibirnya bergerak tanpa suara, namun Elara dapat membaca kata-katanya..

“Kau… milikku.”

Elara terperanjat, tubuhnya kaku, wajahnya pucat bercampur merah. Namun sebelum ia bisa bicara, Arsen menegakkan tubuhnya, menurunkan Elara berdiri di tanah.

Suasana kembali normal, seolah tidak ada apapun yang terjadi. Orang-orang melanjutkan aktivitasnya, bercakap ringan, tertawa kecil, sama sekali tak menyadari petir yang tadi membelah langit.

Tapi di menara akademi, para murid Luminara terdiam serius.

Selena Ardan menatap langit kelam yang baru saja reda, wajahnya muram. “Itu... bukan badai biasa.”

Marco Valdes menelan ludah, “Energi Noctyra. Hanya mereka yang bisa mengacaukan keseimbangan langit seperti itu.”

Selena menggenggam erat liontin di lehernya. Tatapannya jatuh pada arah akademi, tepat ke tempat Elara berada. “Apa yang sebenarnya terjadi, apa Elara berurusan dengan klan iblis ?” bisiknya.

Sementara itu, Elara masih berdiri terpaku. Suara hatinya berisik.

Kenapa mereka seperti orang linglung ? Apa Dia yang membuatnya seperti itu ? Dan... apa maksudnya dia bilang aku miliknya?!

Arsen sudah berjalan menjauh, tak menoleh sedikit pun. Aura dinginnya masih tertinggal, membuat bulu kuduk Elara meremang.

**

Fajar baru saja merekah. Dentuman lonceng bergema dari menara akademi, suara berat dan dalam yang membuat semua penghuni asrama terbangun.

“Elaraaa, bangun! Kita disuruh kumpul pagi ini,” keluh Mira sambil menarik selimut Elara.

Elara menggeliat malas, wajahnya menempel di bantal. “Ughhh, kenapa sih semua sekolah di dunia manapun selalu suka bangunin pagi-pagi… Aku belum siap jadi murid teladan.”

Mira menghela napas, sambil mengikat rambutnya cepat. “Kamu itu… masih sempet ngelantur.”

Dengan ogah-ogahan, Elara akhirnya duduk. Wajahnya kusut, rambut acak-acakan. Tapi ada sesuatu yang berbeda di matanya ,seperti kilatan aneh, seolah pikirannya sedang memutar ulang kejadian kemarin.

Kenangan itu masih segar. Tatapan Arsen, suara beratnya yang berbisik ‘kau milikku’…

Ia memeluk kepalanya sebentar, berusaha menepis bayangan itu, tapi justru semakin jelas.

“Eh, Elara. Kamu ngapain bengong gitu? Jangan-jangan mimpi buruk?” goda Mira.

Elara hanya nyengir paksa. “Ya… semacam itu lah.”

"Mereka memang tidak mengingatnya ? tapi untunglah daripada jadi bahan gosip." pikir Elara..

*

Setelah semua murid berkumpul, mereka berbaris menuju akademi. Bangunannya menjulang megah, dengan menara hitam-putih menjulang tinggi dan jendela kaca besar yang berkilau diterpa cahaya pagi. Jalan setapak dipenuhi ukiran kuno bercahaya samar, seperti selalu hidup.

“Wow…” Mira mendongak. “Gila, ini sekolah apa istana sih?”

Elara menambahkan sambil menahan kantuk, “Sekolah penyiksa jiwa.”

Mira menjitaknya ringan. “Kamu tuh nggak bisa kagum dulu sebentar?”

Setelah mereka sampai di halaman utama, para pengawas membagi kelompok untuk tur pengenalan. Mereka diperkenalkan ke ruang belajar, perpustakaan kuno dengan buku-buku berdebu yang bersinar sendiri, arena latihan yang luas, hingga aula sihir yang berisi simbol magis bercahaya di lantainya.

Tapi ada satu bangunan tinggi di ujung timur, dikelilingi pagar besi hitam dan kabut tebal.

“Perhatian,” suara pengawas bergema. “Tempat itu adalah wilayah terlarang. Tidak seorang pun boleh masuk ke sana. Bahkan murid dari klan tertinggi pun tidak diperbolehkan, kecuali atas izin langsung para tetua akademi.”

Mata Elara membesar. “Tempat kayak gitu biasanya justru paling seru.”

Mira langsung menyikutnya. “Heh! Jangan mulai lagi. Kamu tuh hobi nyari masalah.”

Di tengah perjalanan, seseorang bergabung dengan mereka. Selena berjalan elegan, rambutnya berkilau terkena sinar matahari.

“Hei.” Suaranya tenang, agak kaku.

Mira melambaikan tangan ceria. “Selenaaa! Kamu juga ikut tur ini?”

“Ya.” jawab Selena singkat, tetap menjaga jarak.

Elara mendengus pelan. “Ih, gays banget. Sekarang sudah jadi seorang putri sedikit anggun. Kemarin-kemarin masih gila ."

Mira menoleh "Heh, bukannya lo yang gila."

“Sesama gila gak usah teriak ,sayang !" ucap Elara

"Aku masih sama seperti biasa ,hanya sedikit normal ." jawab Selena santai.

"Emang kemarin Lo gak normal ?" tanya Elara uang yang mendapati jitakan dari Mira.

"Ishhh, kebiasaan !" Elara mendengus kesal sambil mengusap kepalanya.

Mereka bertiga berjalan bersama, Mira terus berceloteh riang, Elara sesekali menyahut dengan candaan sarkas, sementara Selena hanya memberi jawaban pendek tapi tetap menanggapi.

Mereka memang sahabat dan sekarang mereka pergi ke dimensi lain pun tetap bertiga, mungkin ini yang dinamakan sahabat sejati, sehati, sejiwa dan sefrekuensi.

Dan di atas menara timur yang terlarang itu sepasang mata merah mengawasi dari balik kabut.

Arsen Noctyra, masih terdiam, memandang ke arah mereka.

1
Flynn
Ngakak!
Melanie
Romantis banget!
Android 17
Jlebbbbb!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!