NovelToon NovelToon
Rumah Untuk Doa Yang Terjawab

Rumah Untuk Doa Yang Terjawab

Status: sedang berlangsung
Genre:Berbaikan / Anak Genius / Mengubah Takdir / Kebangkitan pecundang / Keluarga
Popularitas:357
Nilai: 5
Nama Author: Pchela

“Sudahlah, jangan banyak alasan kalau miskin ya miskin jangan hidup nyusahin orang lain.” Ucap istri dari saudara suamiku dengan sombong.

“Pak…Bu…Rafa dan Rara akan berusaha agar keluarga kita tidak diinjak lagi. Alhamdulillah Rafa ada kerjaan jadi editor dan Rara juga berkerja sebagai Penulis. Jadi, keluarga kita tidak akan kekurangan lagi Bu… Pak, pelan-pelan kita bisa Renovasi rumah juga.” Ucap sang anak sulung, menenangkan hati orang tuanya, yang sudah mulai keriput.

“Pah? Kenapa mereka bisa beli makanan enak mulu? Sama hidupnya makin makmur. Padahal nggak kerja, istrinya juga berhenti jadi buruh cuci di rumah kita. Pasti mereka pakai ilmu hitam tu pah, biar kaya.” Ucap istri dari saudara suaminya, yang mulai kelihatan panas, melihat keluarga Rafa mulai maju.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pchela, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Adi di tipu.

Adi keluar dari kamar ibunya, dengan wajah yang muram. Ia menahan nafas panjang, lalu tanpa sadar meninju dingding rumahnya, suara itu sontak mengejutkan Lastri yang tengah menyusui Rafa.

”astaghfirullah, mas Adi? Mas kenapa mas?” Ucap Lasri buru-buru keluar. Dia kaget melihat wajah mas Adi seperti menahan amarah. “Mas istigfar mas…” ucap Lastri lagi.

Adi pun istigfar dalam gumamnya, dia berjalan ke arah belakang untuk mengambil wudhu. Lastri mengeleng melihat suaminya, lalu dia mengintip sedikit ke arah Bu Sri, yang tengah terbaring dalam tidurnya.

“Ada apa sama ibu dengan mas Adi? Mas, Adi tidak pernah semarah ini sebelumnya…” ucap Lastri, lalu dia kembali ke dalam kamarnya. Untuk meletakan rafa, yang sekarang sudah tertidur.

Adi tiba-tiba terpikir untuk pergi ke rumah pak rt. Dia tahu, hanya pak rt yang punya ponsel di desanya, Adi berpikir kemungkinan pak rt mempunyai nomor ponselnya Herman.

“Lastri, mas pergi ke rumah pak rt sebentar ya, mas tidak akan pulang terlalu malam. Hanya sebentar.” Ucap Adi, Lastri pun bertanya dengan bingung, “mas mau ngapain ke rumah pak rt? Mas, mau nukar jadwal ronda?” Tanya Lastri.

“Tidak lastri, mas ada perlu sebentar saja.” Ucap Adi, suaranya terdengar lemas, Lasri bisa menebak mas Adi tengah banyak pikiran.

“Ya Allah, sejauh aku bertemu dengan mas Adi, dia tidak pernah seperti ini. Kenapa sekarang mas Adi terlihat sangat putus asa. Lindungilah suami hamba dari hal-hal yang tidak terduga, kuatkan lah hati suami hamba Ya Allah. Amin.” Guman lasri, saat Adi sudah pamit ke rumah pak rt.

Hanya perlu menempuh jarak lima ratus meter, Adi sampai di rumah pak rt. Kebetulan, pak rt sedang ngopi di teras rumahnya sembari bermain burungnya.

“Assalamualaikum, Pak Rt, Cahyo.” Ucap Adi dengan sopan.

Pak rt pun menoleh ke arahnya. “Waalaikumsalam, Di. Masuk, masuk, ada perlu apa di, tumben ke tempat saya?” Ucap Pak Rt Cahyo, sembari meletakan burungnya dalam sangkar.

Adi melepas sandalnya, lalu menaiki lantai keramik pak rt Cahyo. Pak rt, menyuruh Adi duduk dan Adi pun langsung duduk dengan patuh. “Begini pak, saya mau meminta tolong, apa, bapak masih punya nomornya adik saya, Herman? Saya pengen coba menghubunginya pak,” Adi bicara langsung ke intinya.

Pak rt mengangguk paham, “ nomornya Herman ya? Ada adi, tetapi saya tidak berani yakin nomornya masih aktif atau tidak, karena sudah lama saya tidak pernah berhubungan dengan Herman. Tapi, dicoba saja, insyaallah masih aktif. “ ucap Pak Rt dengan lugas.

Pak rt pun masuk ke dalam rumahnya. Mengambil ponsel hitam dengan antena yang panjang, dia membuka buku besar, yang disana tersimpan nomor-nomor warga desa. Dan pelayanan pemerintah.

Jadi Pak Rt memacari nama dengan awalan huruf H. Lalu terhenti saat menemukan nama Herman. Pak rt lantas menekan nomor, sesuai dengan nomor yang tertera. Sementara, Adi menunggu dengan gugup di teras depan.

“Alhamdulillah, ada di, silakan coba…” ucap Pak Rt sembari menyodorkan ponselnya pada Adi. Adi menerimanya. “Terimakasih pak rt.” Ucap Adi, sembari menempelkan ponsel pada telinganya.

Pak rt, melangkah menjauh kembali ke sangkar burungnya. Pak rt, memberikan ruang sendiri buat Adi bicara dengan Herman, sejujurnya Pak Rt tahu sedikit tentang konflik yang terjadi antara kedua anak Bu Sri itu.

Adi menunggu panggilannya tersambung, sekali, dua kali, terdengar suara nada ringtone. Yang menandakan nomor itu masih aktif, Adi semakin yakin bahwa Herman akan menerima panggilannya.

“Halo?” Suara khas milik adiknya terdengar dari seberang. Adi bernafas lega, akhirnya panggilannya dia angkat juga.

“Assalamualaikum, Herman. Ini aku Adi!” Ucap Adi dengan suara tercekat. Namun, ketika Adi menyebut namanya, suara di seberang sana mendadak hening. “Halo? Halo! Herman!! Kamu masih disana?” Ucap Adi, dengan suara sedikit keras, dia pikir Herman tidak bisa mendengar suaranya.

“Ngapain, mas telpon aku!” Ucap Herman dingin.

Adi menelan ludahnya.”Herman, ibu sakit. Pulanglah sebentar. Jenguk Ibu, bersama anak dan istrimu. Ibu, berulang kali memanggil nama mu, Herman. Pulang sebentar, kasihan ibu.” Ucap Adi.

Herman berdecih, “ pulang? Ngak bisa mas! Aku sibuk di sini, aku ngak ada ongkos buat pulang juga! Kirimin, aku uang lima juta baru aku bisa pulang. Bilangin, ke ibu aku ngak bisa pulang karena tidak ada uang.” Ucap herman.

“Kamu tidak ada uang Herman? Bukanya kamu berkerja di kota? Tanah yang mas belikan, belum kamu buka usaha? Kenapa kamu malah pergi ke kota Herman! Kasihan tanah kamu, jadi lahan kosong.” Ucap Adi.

“Ya. Gimana ya mas. Anak ku lahir perlu pengobatan dari kota. Jadi, aku harus tinggal disini. Bilangin ke ibu mas. Kalau aku di kirim uang baru aku bisa pulang, mas! Nanti, kirim titip Yanto saja, dia paham soal kirim-kirim uang gini.” Ucap Herman.

“Mas, usahakan. Tapi, kamu jangan lupa pulang ya pas mas kirim. Kamu, juga cari kerja Herman, biar bisa kembali pulang.” Nasehat Adi, Herman pun menutup telponnya tanpa basa basi lagi.

“Siapa mas?” Tanya Ratna, Herman lalu tertawa terbahak-bahak seperti baru saja menonton tayangan lucu. “Ih!! Mas udah gila ya? Ngapain habis nerima telepon langsung ketawa gitu! Gila kamu mas!” Ucap Ratna sinis.

“Aduh…neng, manisnya mas. Jangan, cemberut seperti ini,bibir kamu maju tiga senti tuh!!” Ucap Herman lalu mencolek dagu Ratna, yang membuat Ratna semakin kesal. “Apa-apaan sih, kamu Herman!!” Gerutu Ratna kesal, hendak memukul Herman.

Herman segera berlindung dari tangannya, “wieshh!! Diam dulu sayangnya mas, dengerin mas ngomong. Tadi, yang nelepon mas itu, Adi. Dia nanyain kenapa kita nggak pulang?-“ Ucap Herman yang langsung di potong Ratna.

“Ogah!! Mas aja yang pulang sana!! Aku mau disini saja tetap jualan!!” Ucap Ratna, dengan wajah yang sinis. Lantas, Herman kembali cengengesan, “Tenang dulu, biarin mas lanjutin ceritanya!” Ucap Herman.

Ratna pun menoleh ke arahnya, “Gini, kan pas dia nyuruh mas pulang. Alasanya sih, karena ibu sakit dan ibu minta mas untuk pulang. Tapi, mas ngak nolak diajak pulang, mas bilang kalau mas sekarang lagi nggak ada duit. Dan, mas perlu di kirimkan uang buat pulang. Mas, sudah suruh si adi ngirim ke Yanto.” Jelas Herman.

“Lah. Ngapain ngirim ke Yanto! Kirim tu ke mbak asih, biar dia bisa kirim uangnya ke kita!” Ucap Ratna. Herman menaikan kedua bahunya, lalu menembuskan nafas dengan kasar. “Kamu gimana sih Ratna, kita kan masih punya banyak uang disini. Aku nyuruh dia ngirim ke Yanto, kan buat bayar hutangku di sana. Nanti, aku tinggal atur aja si Yanto! Dengan itu, aku tidak perlu mengambil uang hasil jualan kita, buat bayar hutang. Karena hutang kita sudah akan di bayar oleh si bodoh Adi!” Ucap Herman, mendengar ide suaminya Ratna lantas tertawa puas.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!