Harin Adinata, putri kaya yang kabur dari rumah, menumpang di apartemen sahabatnya Sean, tapi justru terjebak dalam romansa tak terduga dengan kakak Sean, Hyun-jae. Aktor terkenal yang misterius dan penuh rahasia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
Hyun-jae membeku, tubuhnya tegang seketika. Refleks, tangannya menahan bahu Harin agar tidak terlalu dekat, tapi gadis itu seolah tidak peduli sama sekali. Bibirnya yang lembut benar-benar menempel pada bibirnya, menyesap, menggigit-gigit perlahan seolah sedang bermain dengan sesuatu yang baru ditemukannya. Gadis ini adalah satu-satunya perempuan yang menciumnya. Bukan, bukan mencium, menggigit bibirnya.
"Mmph… Harin!" Suaranya berat, bergetar sedikit di ujung, berusaha menahan kejutan yang mendadak menyerang. Ia tidak bisa percaya gadis ini, yang baru sehari dia kenal, bertindak seberani ini, apalagi di tengah efek kopi yang jelas membuat akal sehat Harin hilang sebagian.
Namun Harin hanya terkikik, napasnya tersengal, suara sengau yang terdengar seperti rengekan manja.
"Heheh … oppa … apel …
Hyun-jae menarik napas panjang, menahan gelombang panas yang menyebar dari dadanya. Tangannya berusaha menahan gerakan Harin, tapi gadis itu ringan dan lincah. Ia tidak ingin terlalu keras, takut melukai Harin yang jelas sedang tidak sadar sepenuhnya.
Ia memutuskan langkah drastis. Dengan cepat, Hyun-jae menggenggam tubuh Harin dan mengangkatnya seperti menggendong anak kecil, posisi yang benar-benar membuat gadis itu menempel penuh di dadanya. Kedua kaki Harin terus melingkar di pinggangnya, tangannya otomatis menempel di leher pria itu, wajahnya menempel di bahu Hyun-jae.
"H-Harin …" suaranya berat, lebih sebagai teguran daripada panggilan.
Ia menatap gadis itu lama, mencoba menilai apa yang harus di lakukan. Setiap detik yang berlalu membuatnya sadar, gadis ini sangat tidak stabil, tidak hanya mabuk kopi, tapi emosinya jelas goyah.
Harin menatap bibir Hyun-jae lagi, kali ini lebih jelas, matanya setengah sayu dan merah.
"Oppa… aku… aku lapar… apel… sini…" gumamnya, suaranya seperti anak kecil yang baru belajar meminta.
Hyun-jae menahan napasnya, hatinya bergetar aneh.
"Kau mabuk, Harin. Tidurlah dulu, baru aku beri makan."
Harin menolak, menempel lebih erat, bibirnya menggigit lembut leher Hyun-jae sekali lagi.
"Tidur… enggak… aku mau apel … oppa … aku lapar ..."
Refleks Hyun-jae menepuk punggung Harin, mencoba menenangkan tubuhnya yang mulai lemas karena efek kopi. Ia tahu kalau terlalu menahan gadis ini, ia bisa kehilangan keseimbangan. Ia tidak ingin jatuh di sofa dengan Harin yang menempel seperti koala, posisinya terlalu dekat dan sensitif.
"Diam … dengar aku. Aku jaga kau di sini, tapi jangan … jangan main-main lagi," ucap Hyun-jae, suaranya berat tapi tetap tidak bisa marah.
Harin mengangguk pelan, napasnya tersengal, pipinya yang merah makin menempel di dada Hyun-jae.
"Oppa … janji?" suaranya kecil, seperti takut dimarahi.
"Janji," jawab Hyun-jae akhirnya. Ia mengusap rambut Harin dengan lembut, mencoba menenangkan. Hatinya masih bergejolak, tidak hanya karena kejadian ini, tapi juga karena gadis ini mampu menembus sisi dingin Hyun-jae yang biasanya tertutup rapat.
Harin tersenyum tipis, matanya berkaca-kaca tapi tetap terlihat puas. Ia menempel lebih erat, seolah ingin memastikan janji itu benar-benar nyata.
"Oppa… aku lapar… apel ..."
Hyun-jae menahan diri untuk tidak menatap bibirnya terlalu lama. Ia menundukkan kepala, melihat gadis itu tidur perlahan dengan wajah menempel di dadanya, napasnya mulai stabil. Ia kembali duduk di sofa, meletakkan Harin dengan hati-hati di pangkuannya, memastikan posisi nyaman tapi tetap aman.
Sejenak, Hyun-jae menutup mata, menarik napas panjang. Ia tidak pernah berada dalam situasi seperti ini, menjaga seseorang yang baru dikenalnya, yang mabuk, menempel, dan begitu manja, membuatnya seakan kehilangan kendali atas dinginnya diri sendiri.
Harin tiba-tiba menggerakkan tangan ke arah kemejanya, menyentuh dada Hyun-jae sedikit, lalu menekannya lembut.
"Oppa… jangan pergi …" gumamnya, seperti anak kecil yang takut ditinggal.
Hyun-jae menatap gadis itu lama, kemudian menepuk pelan punggungnya lagi.
"Aku tidak akan pergi. Aku jaga kau di sini. Tidurlah."
Harin menutup mata, wajahnya melemah tapi tetap menempel. Napasnya stabil, seolah menemukan keamanan yang sebelumnya hilang. Hyun-jae menahan gelombang aneh yang muncul dari dadanya, campuran rasa hangat, cemas, dan ingin melindungi.
Ia menyesuaikan posisi Harin, kedua kakinya tetap melingkar di pinggang Hyun-jae, tangan kecil itu menempel di bahunya, tubuh mereka menempel penuh, aman, tapi rapuh.
Hyun-jae menatap sekeliling ruang tamu, memastikan tidak ada yang mengintip, tidak ada kamera yang bisa menangkap momen ini. Hanya mereka berdua, dan dunia seakan berhenti di ruangan itu.
Ia menundukkan kepala, hampir tidak sadar membisikkan kata-kata hangat, lembut, dan penuh perhatian.
"Tidurlah… aku akan menjagamu."
Harin mengerang kecil, kepalanya makin menempel, lalu akhirnya, perlahan-lahan, efek kopi dan rasa lelah membuatnya tertidur. Bibirnya masih merah, tangan kecilnya menempel di dada Hyun-jae.
Hyun-jae menahan napas, tidak bergerak terlalu banyak, hanya memastikan gadis itu nyaman dan aman. Ia menyadari, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, sisi dingin yang biasa ia pertahankan hilang perlahan, digantikan rasa ingin melindungi dan menjaga.
Dalam keheningan itu, tubuh Harin menempel penuh di dadanya, dan Hyun-jae duduk dengan tenang, menatap ke luar tirai yang rapat, memikirkan betapa rumit dan membingungkannya perasaan yang muncul saat seorang gadis mungil, mabuk kopi, dan manja seperti Harin bisa membuatnya kehilangan kendali begitu cepat.
Ia menghela napas, menyesuaikan posisi agar Harin tetap nyaman, dan untuk pertama kalinya, ia membiarkan dirinya merasakan kehangatan yang tidak pernah ia perbolehkan masuk ke hidupnya. Di situ, di sofa panjang, dengan tirai tertutup rapat, hanya ada mereka berdua.
Hyun-jae menatap wajah Harin, membisikkan sesuatu lagi dengan pelan.
"Kau nakal sekali kalau mabuk, kau sudah mengambil ciuman pertamaku. Kita lihat saja bagaimana kau akan menghadapiku besok."
Harin tersenyum kecil dalam tidurnya, dan Hyun-jae menahan gelombang hangat yang semakin mengalir ke seluruh tubuhnya. Sisi dingin yang selama ini menempel kini benar-benar luntur, digantikan oleh rasa ingin melindungi gadis mungil yang entah kenapa membuat hatinya kacau.
Diam-diam, Hyun-jae menyadari satu hal, Harin adalah gadis pertama yang membuat sisi dingin, tegas, dan terkendali itu goyah.
Setelah memastikan gadis itu benar-benar ketiduran, Hyun-jae berdiri dengan amat sangat perlahan dan hati-hati, mengantarnya masuk ke dalam kamar.
Hyun-jae melangkah perlahan, tubuh Harin tetap menempel di dadanya, ringan tapi lengket. Setiap gerakan diukur dengan hati-hati agar tidak membangunkan gadis itu. Ia menundukkan kepala sesekali, memastikan posisi kepala Harin tetap nyaman di bahunya, napasnya stabil.
Begitu sampai di kamar, ia menurunkan Harin ke atas ranjang dengan lembut, menyesuaikan selimut agar menutupi tubuh mungil gadis itu. Ia memastikan kedua kaki Harin tetap dalam posisi nyaman, tangannya yang sebelumnya memeluk kini menepuk pelan punggung gadis itu sekali lagi.
"Tidurlah yang nyenyak, gadis nakal." bisiknya, suaranya lembut. Ia menatap wajah gadis itu sebentar, senyum tipis mengembang di bibirnya. Setelah itu, Hyun-jae perlahan menarik diri, meninggalkan Harin yang kini tertidur nyenyak.
Luna emang super resek tapi aku yakin suatu saat dia akan mendapatkan balasannya .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍