NovelToon NovelToon
Rumah Untuk Doa Yang Terjawab

Rumah Untuk Doa Yang Terjawab

Status: sedang berlangsung
Genre:Berbaikan / Anak Genius / Mengubah Takdir / Kebangkitan pecundang / Keluarga
Popularitas:492
Nilai: 5
Nama Author: Pchela

“Sudahlah, jangan banyak alasan kalau miskin ya miskin jangan hidup nyusahin orang lain.” Ucap istri dari saudara suamiku dengan sombong.

“Pak…Bu…Rafa dan Rara akan berusaha agar keluarga kita tidak diinjak lagi. Alhamdulillah Rafa ada kerjaan jadi editor dan Rara juga berkerja sebagai Penulis. Jadi, keluarga kita tidak akan kekurangan lagi Bu… Pak, pelan-pelan kita bisa Renovasi rumah juga.” Ucap sang anak sulung, menenangkan hati orang tuanya, yang sudah mulai keriput.

“Pah? Kenapa mereka bisa beli makanan enak mulu? Sama hidupnya makin makmur. Padahal nggak kerja, istrinya juga berhenti jadi buruh cuci di rumah kita. Pasti mereka pakai ilmu hitam tu pah, biar kaya.” Ucap istri dari saudara suaminya, yang mulai kelihatan panas, melihat keluarga Rafa mulai maju.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pchela, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Riri malu

Bu Lastri sudah bangun sejak subuh tadi. Badan Bapak mulai membaik, tapi keluarga masih melarang Bapak untuk beraktivitas terlalu berat. “Pak, Bu mau masak sarapan sebelum anak-anak berangkat sekolah.” Ujar Bu Lastri, setelah mengoleskan minyak hangat pada kaki Pak Adi.

“Bu, emang kita ada uang? Ibu mau buat apa buat anak-anak? Bapak, ada uang lagi dua puluh ribu, di kantong baju Bapak. Ambillah bu, buat beli bahan makan.” Suruh Pak Adi, buk Lastri pun mengeleng pelan.

“Tidak usah pak, di dapur masih ada beras. Cukup buat makan hari ini, uang itu kita simpan di celengan ayam aja pak. Hari ini, masih ada beras dan sisa nasi kemarin. Ibu bakalan buat nasi goreng dan telur ceplok buat anak-anak, kebetulan ayam kita di belakang rumah sudah bertelur, ibu dapat tiga telur pak. Cukup buat makan kita sehari.” Ucap Bu Lastri menjelaskan.

Bu Lastri membuat nasi goreng, sisa dari nasi kemarin yang masih layak untuk dimakan. Nasi goreng sederhana. Di atas tungku api, dengan sedikit kayu bakar Bu Lastri menaruh wajan yang cukup bersih, walapun bagian bawahnya sudah menghitam.

Bu Lastri memasukan sedikit minyak, lalu menambahkan bawang merah dan sedikit cabai hijau, yang Bu Lastri petik di kebun belakang rumah. Setelahnya, Bu Lastri mencampurnya dengan nasi putih, lalu mengaduknya sesekali Bu Lastri juga menuangkan sedikit garam dan penyedap rasa. Nasi goreng sederhana pun jadi.

Di sisi meja kayu sudah tersedia parutan kelapa, Bu Lastri mengambil buah kelapa yang kemarin di temukan mengambang di atas sungai oleh Rafa. Lalu, Bu Lastri memecah kelapa itu dengan parang dan memarutnya. Hasil, parutan itu akan dia campurkan dengan telur nantinya.

Bu Lastri langsung mengocok telur hasil ternak tiga ayam pak Adi. Lalu mencampurkan dengan parutan kelapa tadi, juga menambahkan cabai hijau serta bawang merah. Lalu menggorengnya dia atas wajah yang sudah panas.

“Bu…Ibu masak apa?” Ujar Rara yang baru saja bangun. Bu Lastri pun menoleh ke arah putrinya, “Bu, mau Rara bantu?” jam baru menujukan pukul setengah lima pagi, masih banyak waktu untuk Rara sebelum berangkat sekolah.

“Ndak usah ra, kamu mandi saja. Sebentar lagi juga matang. Kamu bangunkan abangmu juga ya, biar tidak telat sekolah.” Pinta Ibu Lastri dengan lembut.

Di bawah lampu kuning yang masih mermer, Rara berjalan di atas pijakan beralaskan tanah. Dia berjalan ke arah ruang tamu depan, Rafa tidur di ruang depan karena tidak punya kamar. Rumah mereka hanya termuat dua kamar tidur.

“Abang, sudah pagi? Abang tidak sekolah?” Tanya Rara dengan hati-hati. “Hm,” jawab Rafa dengan suara serak. Tanpa menunggu lama, Rafa langsung bangkit dan mengusap wajahnya.

“Ra? Kamu udah mandi?” Tanya Rafa. Rara bergeleng. “Belum kak.”jawab Rara dengan polosnya.

“Oh, pantes tadi abang tadi nyim bau masam, ternyata kamu rupanya ra?” Ledek, sang kakak mengan tawanya. Rara yang geram dengan godaan sang abang pun mengambil bantal lalu memukul pelan.

“Ihh. Abang ngeselinn!! Rara nggak masam tau bang..” pukul Rara dengan pelan. Abangnya pun masih meledeknya, hingga tawa kedua anaknya Pak Adi mengiasi pagi mereka.

Pak Adi yang mendengar tawa kedua anaknya yang ceria pun ikut bahagia. “Ya Allah, lancarkan rezeki anak-anak hamba, permudahlah segala urusan mereka Ya Allah, jadikan mereka anak-anak yang sukses kelak. Amin.” Gumam Pak Adi penuh harap.

Bu Lastri menata makanan di atas karpet berwarna, tak lupa Bu Lastri juga membawa nasi goreng untuk sang Bapak di kamarnya. Agar, Pak Adi makan dahulu sebelum minum obat.

“Bu…ngak usah lah Bapak di kasih nasi goreng juga, Kasih anak-anak dahulu, biar mereka tidak kelaparan kesekolahnya.” Ujar Pak Adi.

“Sudah pak, ibu sudah buat empat porsi. Bapak makan ya pak, biar Bapak bisa minum obat setelah ini.” Ujar sang istri, lalu meletakan nasi goreng di pinggir kasur. ”Bapak makan dulu ya, biar ibu panggil anak-anak buat makan.”

Jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, Rafa dan Rara pun sudah duduk bersama dengan ibu Lastri dan adik bungsunya. Riri, terlihat sangat cantik di kepang dua oleh Rara, wajahnya mereka terlihat sangat mirip, kalem dengan kulit sawo matang.

“Riri, nanti sekolahnya sama abang ya. Biar abang anter Riri sama Rara pakai sepeda abang.” Ujar Rafa, Rara pun ikut menoleh ke arah Riri menunggu jawaban.

“Tapi…Riri, takut di ejek lagi sama Yaya. Katanya, Riri anak miskin. Yaya, bakalan ngejek Riri karena dateng ke sekolah dengan sepeda, nggak kayak Yaya yang di anter kesekolah pakai montor mahal kayak punya abang Bayu.” Ujar Riri dengan polosnya, wajahnya menunduk menahan buliran air matanya yang jatuh.

Rara mengusap matanya yang sudah basah. Dia tidak tega melihat adiknya di hina seperti itu. Rafa pun menarik nafasnya berat, dia berusaha tegar agar ibu dan adiknya tidak merasa kecil.

“Sayang, kamu nggak boleh dengerin kata Yaya ya. Kamu harus bersyukur dengan apa yang kita punya, Riri harus fokus sekolah dan tidak usah mendengarkan kata-kata Yaya lagi ya.” Ujar Sang Kakak.

Ibu pun pun ikut mengelus surai rambut anak bungsunya. “Riri, yang dikatan oleh Yaya itu tidak benar. Riri, nggak boleh malu di antar pakai sepeda oleh kakak Rafa, dulu saat Ibu masih sekolah dulu, sekolahnya jalan kaki. Sekarang, kita sudah punya sepeda. Riri harus bersyukur ya.” Ujar sang ibu, Riri pun mengangguk paham.

“Sayang, yang terpenting itu bukan sepedanya, tapi kasih sayang kakak-kakak kamu. Karena, di luaran sana mungkin orang-orang punya kendaraan lebih mewah dari sepeda kita. Tapi, mereka belum tentu mendapatkan kasih sayang seluas samudra. Seperti kasih sayang kakak Rafa dan Kakak Rara.” Ujar sang Bapak yang tiba-tiba ikut bergabung dengan mereka.

Tak berselang lama, Rafa mengantar kedua adiknya sekolah. Riri duduk di bagian depan, dan Rara duduk di belakangnya. Wajah Riri, juga sudah cerah setelah paham bahwa orang-orang belum tentu punya kakak sebaik kak Rafa dan kak Rara.

“Assalamualaikum bu pak…” ujar mereka, sembari melambaikan tangannya. Bu Lastri pun ikut melambai. Hingga mereka sudah menjauh dari pandangannya.

“Pak, Bapak minum obat dulu ya? Habis itu istirahat biar tubuh Bapak enakan lagi. Ibu, mau metik cabai sama sayuran bayam sudah pada tumbuh. Sama bawang merahnya juga, biar nanti sore bisa ibu bawa ke pasar, mau ibu jual.” Ujarnya pada Pak Adi.

“Iya bu, Bapak minum obat dulu, biar nanti Bapak bantu ya. Kalau badan Bapak sudah enakan lagi.” Ujar sang suami, Bu Lastri pun mengangguk paham.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!