Alona gadis introvert yang mulai merasakan sesuatu yang berbeda di hatinya ketika bertemu dengan Vier pemuda tegas yang cuek di tempat tugasnya didaerah terpencil. Di daerah perbatasan Indonesia dan Kalimantan.
Apakah cinta seorang dokter spesialis penyakit dalam dengan seorang perwira angkatan darat yang tegas dan cuek bisa terjadi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wisye Titiheru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6. Kedekatan Alona dan Xavier
Alona membagi waktunya dengan baik sebagai dokter maupun menjadi guru membantu anggota tentara disekolah satu atap didesa ini. Hari ini ada kabar dari Markas besar di kota bahwa mereka akan mengantar dua guru perempuan yang bertugas didesa itu. Kabar sukacita ini disampaikan oleh anak - anak.
"Bapak komandan, apa nanti dokter Alona tidak mengajar kami kalau gurunya sudah ada."
"Bisa, dokter Alona bisa membantu kalau tidak ada yang berobat di puskesmas."
Hari ini anak - anak membantu tentara dan kepala desa membersihkan rumah guru buat menyambut kedatangan mereka. Dengan harapan guru yang ditempatkan betah.
Sore hari dua truk tentara datang membawa bama dan dua guru tersebut dan ternyata mereka terdiri dari satu pak guru dan satu lagi ibu guru. Dari hasil perkenalan yang dilakukan sore itu juga diketahui bahwa pak guru yang ditempatkan adalah Pak guru Rudy dan ibu guru Priska. Sekolah yang bersebelahan dengan posko militer sudah ada penghuni. Desa sampan tidak seangker julukan orang luar yang tidak tahu tentang desa ini.
Internet disini tidak susah karena ada satelit punya posko militer, sehingga komunikasi tenaga medis tidak terputus dengan orang tua mereka begitu juga dengan anggota tentara.
Sore itu juga datang bersama rombongan adalah anaknya kepala desa yang baru selesai wisuda sarjana pertanian bernama Sherly. Dari gayanya terlihat anak kota. Semoga dia bisa mengabdi di desa ini.
Pukul enam sore, biasanya Vier bermain ke puskesmas bertamu di tim medis kalau dia tidak mendapat tugas piket, dan akhir - akhir ini tugasnya sedikit ringan karena dua puluh anak usia sekolah sudah ada gurunya. Namun jika bapak dan ibu guru mau meminta bantuannya, dia bisa membantu.
Kedekatan Vier dengan tim medis membuat kecemburuan bagi Ibu guru Priska dan Sherly anak kepala desa, yang fans berat kepada Kapten Xavier Anthonio. Seperti malam ini di halaman sekolah Priska melihat kedekatan Vier dengan Alona.
"Kenapa kamu Ris? Kok kerjanya tidak konsentrasi kita harus buat laporan, anak - anak mau dekat ulangan."
"Kamu kerja sendiri aja Rud, aku ngak mood. Atau besok kita panggil komandan bantu kita saja. Kan dia lama mengantikan guru yang dulu."
"Kasiahan, Kapten Vier kan punya tugas sendiri."
"Tugas apa? Ngapel dokter?" Pak guru Rudy kaget mendengar rekan kerjanya berkata seperti itu. Dia hanya mengoyangkan kepalanya.
"Kenapa kamu yang judes Ris. Lucu ya? Ibu guru Priska sudah meninggalkan kantor pulang kerumahnya dengan perasaan marah, karena melihat Kapten Xavier sedang berada di rumah tenaga medis yang berhadapan dengan kantor sekolah. Sementara itu anaknya kepala desa Sherly sedang mengantar makan buat Kapten Xavier namun yang bersangkutan tidak berada di posko. Namun anggota yang menjaga pos tidak memberi tahu dimana sang Komandan berada.
"Eh..... Dek Sherly. Bawa apa nih? Kak Jef bisa makan ngak?"
"Ini buat Kapten Vier, Kak Jef. Ibu yang masak."
"Tetapi Kapten tidak ada di tempat. Dari pada busuk biar kami makan ya?" Muka Sherly berubah sedikit marah, namun dia mengiyakan dengan menganggukan kepalanya. Ini bukan kali pertama Sherly mengantarkan makanan buat Kapten Vier Komandan mereka dan berkali - kali di mereka Vier tidak memakan, dia memberikan kepada anggotanya.
Waktu dia berjalan, pulang dia melihat Kapten Vier sedang berkumpul bersama dokter dan ners di rumah dinas puskesmas. Hari ini ulang tahun dokter Alona. Dan mereka menyiapkan makanan, bukan hanya buat mereka di rumah dinas. Tetapi jam tujuh lewat tiga puluh menit akan ada anggota tentara lain juga datang. Kapten Vier duluan karena mau membantu tenaga medis menyiapkan makanan tersebut. Dokter Alona hari ini berusia dua puluh enam lima tahun. Pukul delapan malam di halaman puskesmas mereka menikmati makanan yang disiapkan. Dokter Alona juga mengundang bapak guru Rudi dan ibu guru Priska, namun Priska tidak datang karena lagi sakit hati, yang hadir hanya pak guru Rudy.
Pukul sembilan malam acara makan - makan berakhir. Semua sudah kembali ke posko dan rumah dinas masing - masing. Hanya Vier yang masih membantu dokter Alona dan bidan Cila serta ners Zaki yang sedang membersihkan perlengkapan makan yang kotor selesai acara.
Ternyata sore tadi tanpa sepengetahuan semua orang Kapten Vier sudah menyatakan perasaannya kepada dokter Alona waktu mereka berada di sungai kecil di belakang desa. Vier memberikan cincin, yang dia beli waktu dia ke kota. Memang niatnya ingin menyatakan cinta kepada Alona. Dan perasaan dibalas oleh Alona dengan menerima cinta itu.
Tanpa sepengetahuan Alona juga, kejutan itu terjadi. Alona yang mendapat kejutan itu kaget sampai meneteskan air mata. Vier mengakui kalau dia menyukai dokter Alona waktu bertemu pertama kali di kota Baijing, disebuah cafe. Vier tersanjung dengan parasnya. Lebih tertarik lagi, waktu melihat Alona menolong rekan mereka yang terluka waktu pendidikan tentara.
Yang mengetahui Vier akan menyatakan perasaannya hanya Jefry. Karena dia yang memberi semangat kepada Kapten Vier, sebelum orang lain menyatakan perasaan.
Hubungan Alona dan Xavier tidak di publikasi, mereka tidak mau ada yang menyakiti salah satu diantara mereka. Yang sebenarnya Xavier tidak mau perempuan - perempuan lain menyakiti Alona. Karena mereka tahu, bahwa Xavier adalah idola di desa ini. Dan Alona tahu Sherly dan Priska sedang berusaha mengambil hatinya Xavier.
Pagi ini seperti biasa sebelum beraktivitas di puskesmas. Alona akan berolah raga, lari pagi mengelilingi kampung.
"Non, ngak jauh ya. Sampai ujung putar kampung kembali ya." Alona hanya tersenyum kepada Vier yang juga sudah bagun. Namun dia tidak berolah raga, ada tugas penting yang harus dia lakukan di perbatasan dekat kebun sawit. Bersama beberapa anggota mereka menuju kesana. Disana ada pos jaga tentara Indonesia, katanya semalam ada gangguan, ada sekelompok orang yang tidak di kenal membuat kekacauan di perbatasan.
Dokter Alona hanya berlari tiga puluh menit, dia tidak mau berlama - lama karena sebelum pergi ke posko perbatasan, Vier sudah menasehati Alona untuk tidak berlari jauh dan lama. Akhirnya dia melanjutkan olah raga dengan joging dan senam ringan dihalaman puskesmas.
"Pantas ya, badan dokter Alona bagus, rajin olah raga orangnya."
"Biasa saja, tidak ada yang istimewa dengan badannya. Sama saja dengan badanku." Rudy tertawa mendengar apa yang di katakan Priska rekan kerjanya.
"Mata kamu rabun kali Ris. Cantik begitu kamu bilang sama sepertimu. Bodi dokter Alona itu seperti gitar spanyol sedangkan kamu?"
"Kurang ajar ya." Rudy sudah berlari menuju kamarnya dan mempersiapkan dirinya untuk mengajar muridnya.
Pukul sembilan pagi. Mobil Jeep tentara yang tadi ditumpangi oleh Vier bersama beberapa anggota dengan kecepatan yang tinggi rem tiba - tiba di halaman puskesmas langsung menurunkan satu orang anggota yang tubuhnya penuh dengan darah. Ners Zaki yang berada di IGD puskesmas langsung berteriak, karena kagete melihat perut Kapten Vier yang penuh darah. Dia langsung memanggil dokter.
Dan dokter Iwan serta dokter Alona datang keruang IGD dengan berlari. Sampai disana mereka melihat banyak darah yang berceceran di lantai. Ners Soni sudah memeriksa darah Vier. Mereka langsung mendorong pasien ke ruang tindakan khusus yang steril. Setelah memberikan infus. Mereka langsung memberi pertolongan kepada Kapten Xavier lukanya sangat lebar dan dalam. Vier kehilangan banyak darah dan dia membutuhkan donor darah AB.
Anggota yang bertugas tidak ada yang bergolongan darah AB. Sebelum mereka mencari ke warga, Alona sudah mendonorkan darahnya dua kantung buat Vier. Ners Zaki dan Bidan Cila sedang mengurus Alona yang memberi dua kantung darah buat Vier. Tidak disangka mereka memiliki golongan darah yang sama.
Vier sedang dijaga oleh Jafry di kamar rawat inap di Puskesmas, sedangkan Alona sedang istirahat di rumah dinas mereka. Vier sudah sadar. Dokter Iwan dan ners Soni masih memantau keadaan Vier.
"Bagaimana rasanya Kapten? Apakah pusing?"
"Tidak dokter. Apakah luka saya parah, sampai harus menerima donor darah?"
"Iya, Kapten kehilangan banyak darah, dan golongan darah kapten langkah. Anggota anda tidak ada yang memiliki darah yang sama dengan anda."
"Terus dapat darah AB dari mana?"
"Dokter Alona dia memberi dua kantong."
"Alona, dua kantong? Bagaimana keadaanya?"
"Dokter Alona baik kapten hanya sedikit lemas karena ini kali pertama baginya. Dan disedot dua kantong lagi." Vier yang mengetahui Alona yang mendonorkan darahnya langsung menghubunginya.
"Bagaimana keadaanmu? Terima kasih buat darahnya." Vier mau berbicara lebih, namun dia tahu bahwa disini ada orang lain. Makanya dia membatasi pertanyaannya. Mendengar suara Alona sudah membuat dia lega.
Berita terlukanya Kapten Vier, mulai terdengar, sore hari Priska dan Sherly datang melihat keadaan Vier dengan membawa makanan. Sherly tidak memberi kesempatan kepada Priska untuk merawat Kapten Vier, yang mengakibatkan Kapten Vier menjadi pusing. Untung dokter Alona datang memeriksanya dan langsung mengusir secara halus dua orang itu. Baru Vier merasa legah.