Kalea dan Byantara tumbuh bersama di sebuah asrama militer Aceh, bak kakak dan adik yang tidak terpisahkan. Namun di balik kedekatan itu, tersimpan rahasia yang mengubah segalanya. Mereka bukan saudara kandung.
Saat cinta mulai tumbuh, kenyataan pahit memisahkan mereka. Kalea berjuang menjadi perwira muda yang tangguh, sementara Byantara harus menahan luka dan tugas berat di ujung timur negeri.
Ketika Kalea terpilih jadi anggota pasukan Garuda dan di kirim ke Lebanon, perjuangan dan harapan bersatu dalam langkahnya. Tapi takdir berkata lain.
Sebuah kisah tentang cinta, pengorbanan, keberanian, dalam loreng militer.
Apakah cinta mereka akan bertahan di tengah medan perang dan perpisahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon khalisa_18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Misi Penyelamatan Ikan dan Kecelakaan Taktis di Dapur
Masa cuti hari keenam di Bireuen berjalan lebih santai, namun kehebohan di rumah keluarga Aswangga tidak pernah padam. Kini, arena pertempuran pindah dari atap dan kamar mandi ke dapur.
Ibu Aswangga meminta Kalea dan Byantara untuk membantu persiapan makan siang besar, karena Ramdan akan datang membawa beberapa perwira muda dari Yonif 113 untuk bersilaturahmi.
“Kalea, kamu tolong bersihkan ikan di belakang. Byantara, kamu potong sayur ini dengan rapi,” perintah Ibu Aswangga.
Byantara, yang tidak mau kalah, segera mendeklarasikan diri. “Siap, Ma! Ramdan pasti kagum melihat kerapian potongan sayur saya. Ini namanya presisi Infanteri! Kalea, sana cepat, urusan bau amis itu wilayahmu. Ingat, kebersihan adalah operasi yang paling penting.”
Kalea, yang sudah bersiap dengan pisau dan talenan, mendengus. “Baiklah, Bang. Tapi ingat, jangan potong jari sendiri. Jari Kapten itu aset negara, tidak bisa diganti di gudang logistik!”
Kalea membawa ikan-ikan segar itu ke halaman belakang, di dekat kran air dan bak penampungan. Byantara mulai memotong sayuran dengan gerakan yang sangat hati-hati, berlebihan, seolah sedang menjinakkan bom.
Ramdan tiba lebih awal dari perkiraan. Ia masuk disambut Bapak Aswangga. Namun, ia segera menuju dapur, ingin melihat apakah ia bisa membantu Kalea.
Di dapur, Ramdan melihat Byantara sedang memotong wortel. Kapten itu memasang helm baja di kepalanya dan memakai sarung tangan tebal.
“Bang Byantara, kenapa pakai helm dan sarung tangan begitu?” tanya Ramdan, menahan tawa.
Byantara menatap Ramdan dengan serius. “Ini bukan sembarangan, Ramdan. Dapur adalah zona berbahaya. Pisau ini bisa memantul, minyak bisa meledak, dan saya tidak mau terkena splinter dari talenan. Helm ini untuk perlindungan. Ini namanya Prosedur Pengamanan Diri Komandan Kompi.”
“Tapi... Abang kan Cuma potong wortel?” Ramdan bertanya sambil tersenyum geli.
“Hati-hati! Ini bukan wortel biasa! Ini adalah Operasi Pemotongan Bahan Pangan Vital!” balas Byantara.
Ramdan hanya bisa tertawa. Ia kemudian mencari Kalea di halaman belakang.
Ramdan menemukan Kalea di bak penampungan air. Kalea sedang berusaha memegang ikan yang licin.
“Kalea, butuh bantuan?” tawar Ramdan.
“Ramdan! Jangan di sini! Ikan-ikan ini licin sekali. Mereka melakukan manuver penghindaran yang luar biasa!” keluh Kalea.
Tiba-tiba, seekor ikan yang paling besar melompat dari bak penampungan air, mendarat di tanah, dan mulai melompat-lompat menuju semak-semak.
“Aduh! Ikan kabur! Operasi Penyelamatan Ikan Alpha!” teriak Kalea panik, ia segera melompat mengejar ikan itu.
Ramdan dan Kalea berlarian di halaman belakang, berusaha menangkap ikan yang licin itu. Kalea, yang kelelahan, mencoba menjatuhkan diri ke tanah untuk menutupi ikan tersebut.
Ramdan berhasil menjangkau ikan itu duluan. Saat ia hendak memegangnya, Kalea yang datang dari arah berlawanan, dengan refleks Komando, langsung menjatuhkan diri ke arah Ramdan, berniat membantu.
Bruk!
Kalea bukan menutupi ikan, tetapi ia justru menubruk Ramdan. Keduanya terjatuh ke tanah. Ikan itu, memanfaatkan kekacauan itu, berhasil melompat bebas ke semak-semak dan menghilang.
Kalea dan Ramdan terbaring di halaman, Kalea menindih Ramdan. Wajah Kalea langsung merah padam karena malu.
“Ramdan! Maaf! Refleks saya salah sasaran!” bisik Kalea.
Ramdan tersenyum. “Siap, Komandan! Saya rasa ini adalah Manuver Penyerbuan Mendadak yang sangat menyenangkan.”
Mereka berdua bangkit, tertawa terbahak-bahak. Mereka berdua kotor oleh tanah dan sedikit air dari bak.
Saat mereka kembali ke dapur, Byantara sudah menunggu, Helm di kepalanya miring.
“Kalea! Ramdan! Dari mana saja kalian? Kenapa kalian kotor begitu? Itu bukan area latihan gladi!” tegur Byantara.
“Siap, Bang! Kami baru saja gagal dalam Operasi Penyelamatan Ikan Alpha,” jawab Kalea, masih tertawa.
Byantara menatap Kalea dan Ramdan, lalu menggeleng. “Payah! Itu namanya kecelakaan taktis! Mana ikannya?”
“Kabur, Bang,” kata Ramdan.
Byantara mendengus. “Sudah, tinggalkan. Saya sudah selesai dengan Operasi Pemotongan Bahan Pangan Vital.” Byantara menunjuk ke talenan.
Kalea dan Ramdan melihat ke talenan. Potongan sayuran di sana sungguh mengejutkan. Wortel dipotong berbentuk segitiga sama sisi yang sempurna, dan kentang dipotong tipis-tipis seragam seperti kartu ATM.
“Bang... ini mau bikin sup, atau mau buat display peta operasi?” tanya Kalea, menahan tawa.
“Ini namanya presisi! Semuanya harus seragam! Kalau potongannya beda-beda, rasanya tidak akan seragam!” bela Byantara.
Ibu Aswangga datang, melihat potongan sayuran itu, dan hanya bisa menghela napas. “Byan, Mama minta kamu potong sayur, bukan membuat pameran seni! Potongan begini Mama harus masak tiga jam!”
Byantara langsung merajuk. “Baik! Saya gagal sebagai Koki Lapangan! Saya serahkan Komando pada Kalea!” Byantara melepas helm dan sarung tangannya dan duduk di kursi dengan gaya merosot.
“Gagal! Gagal! Gagal!” ledek Kalea, ia menendang kursi Byantara pelan.
Ramdan hanya bisa melihat adegan itu. Ia tahu, di balik semua kehebohan dan drama rumah tangga militer ini, terjalin cinta dan kenangan tak ternilai. Ramdan merasa beruntung bisa menjadi bagian dari ‘Operasi Keluarga Aswangga’ ini.