NovelToon NovelToon
Pesona Kakak Posesif

Pesona Kakak Posesif

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Anak Yatim Piatu / Identitas Tersembunyi
Popularitas:499
Nilai: 5
Nama Author: Dwi Asti A

Jika bukan cinta, lalu apa arti ciuman itu? apakah dirinya hanya sebuah kelinci percobaan?
Pertanyaan itu selalu muncul di benak Hanin setelah kejadian Satya, kakaknya menciumnya tiba-tiba untuk pertama kali.
Sayangnya pertanyaan itu tak pernah terjawab.
Sebuah kebenaran yang terungkap, membuat hubungan persaudaraan mereka yang indah mulai memudar. Satya berubah menjadi sosok kakak yang dingin dan acuh, bahkan memutuskan meninggalkan Hanin demi menghindarinya.
Apakah Hanin akan menyerah dengan cintanya yang tak berbalas dan memilih laki-laki lain?
Ataukah lebih mengalah dengan mempertahankan hubungan persaudaraan mereka selama ini asalkan tetap bersama dengan Satya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwi Asti A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tiba-tiba Dicueki Satya

Esok harinya Hanin dan Satya siap berangkat ke sekolah. Hanin menunggu di pintu gerbang ketika Satya datang dengan motor sportnya. Hanin terhuyung beberapa langkah ke belakang dengan muka pucat ketika motor Satya parkir tepat di hadapannya. Satya buru-buru membuka helmnya.

“Kenapa, Hani? Apa kau masih sakit?” Satya lekas turun dari motornya menghampiri Hanin yang tengah memegangi kepalanya.

“Tidak tahu, Kak, tiba-tiba pusing, tapi Hani baik-baik saja kok.”

“Kalau sakit istirahat saja di rumah.”

“Tidak apa, hanya saja bolehkah Hani minta kita berangkat dengan taksi saja.”

Satya akhirnya mengerti apa yang dirasakan Hani, sepertinya adiknya itu masih trauma naik motor bersamanya.

“Baiklah, kita pesan taksi saja.”

Satya urung membawa motornya, kemudian memesan taksi Online yang datang lima menit kemudian. Sopirnya pria paruh baya mengenakan topi dan kaca mata. Setelah Satya mengatakan tujuannya mobil melaju dengan mulus meninggalkan kompleks perumahan elite itu.

Hanin memang manja saat bersama dengan Satya. Di mobil dia menyandarkan kepalanya di bahu Satya tanpa malu. Satya membiarkannya karena mungkin Hanin masih merasakan pusing.

Sopir dari balik kaca mata hitam memperhatikan sepasang muda mudi itu.

“Kalian berdua bersaudara atau ...?” Pertanyaan tak berlanjut itu menghentikan Satya yang tengah menghubungi Rio.

“Apa maksud, Bapak? Dia adikku. Apa ada yang salah?” Satya memberikan pertanyaan balik dengan nada sedikit ketus.

“Oh tidak, maksud saya kalian terlihat seperti sepasang kekasih ketimbang saudara. Selain wajah yang tak terlalu mirip, kalian berdua terlihat sangat mesra, berbeda dengan saudara pada umumnya,” jelas sopir.

“Kekasih?” Satya ingin tertawa rasanya. “Adikku sedang sakit jadi sikapnya manja. Lagi pula kami kakak beradik bukan saudara kembar,” jelas Satya.

“Iya benar juga, kalau begitu bapak minta maaf.”

Satya terdiam tak lagi berbicara maupun bermain ponsel. Hanin merasa tak enak hati dengan diamnya Satya.

“Kak Satya sangat sensitif hari ini, marah dan selalu kesal. Apa soal ciuman Hani semalam, Hmmp!”

Satya buru-buru membungkam mulut Hani yang bicara sembrono sambil mengingatkan gadis itu untuk bicara hati-hati. Sayangnya Sopir itu mungkin mendengar apa yang diucapkan Hanin barusan.

“Anak muda jaman sekarang.” Pria itu geleng-geleng kepala.

Hanin ingin menjelaskan supaya Pak sopir tidak salah paham, tapi Satya terus membungkam mulutnya melarangnya berbicara.

Tiba di sekolah Satya tampak masih kesal. Dia meninggalkan Hanin jauh di belakangz yang memanggil-manggil dirinya, meminta untuk menunggunya. Namun, Satya tak mempedulikannya.

Hanin berjalan dengan tertatih mencoba menyusul kakaknya yang telah jauh di depan. Tiba-tiba datang Awan seketika menggunakan kesempatan itu untuk mencari perhatian Hanin. Dia langsung mendekati Hanin dan merangkulnya, memapahnya berjalan membuat Hanin kaget.

“Awan?? Lepaskan! Aku bisa jalan sendiri.” Hanin berontak berusaha melepaskan diri dari pegangan Awan.

“Tenanglah, aku hanya ingin membantumu.” Awan tetap bersikeras tak mau melepaskan Hanin.

Hanin berulang kali melihat ke arah Satya yang semakin menjauh dan sudah tak terlihat saat menaiki tangga. Jika Kakaknya tahu Awan membantunya, Satya pasti marah besar dan bisa terjadi perkelahian.

Sebenarnya Awan memang benar-benar berniat membantunya. Anak muda itu tak melakukan apa pun hanya ingin membantu Hanin, hingga mereka tiba di ujung tangga. Sepanjang jalan banyak siswa memperhatikan mereka sambil berbisik.

“Kalau Satya melihat ini, pasti terjadi perkelahian seru, dia tidak akan mengampuni Awan,” kata siswa laki-laki.

“Mengapa Satya meninggalkan Hanin sendirian, apa mereka sedang bertengkar?” tebak siswi perempuan.

Suara-suara pertanyaan mereka sayangnya tak sampai di telinga Satya. Ternyata kejadian itu dilihat oleh Satya dari ujung tangga, di mana Satya berhenti untuk melihat keadaan Hanin. Namun, ia justru disuguhi pemandangan di mana Hanin sedang dipapah oleh Awan. Satya mengepalkan tangannya, langsung pergi masuk kelas.

Tiba di ujung tangga Hanin dan Awan berhenti. Hanin meminta Awan untuk segera pergi sebelum Satya melihatnya, tapi Awan tidak takut akan ancaman itu dan memaksa mengantar Hanin sampai di kelasnya.

“Cukup di sini saja, Awan, pergilah! Dan terima kasih,” ucap Hanin begitu tiba di ujung tangga.

Awan terlalu percaya diri dengan berpikir mungkin Hanin sebenarnya menyukai dirinya. Hanya karena Satya saja Hanin tak berani memberikan jawabannya hingga hari itu.

Walaupun sudah disuruh pergi Awan masih mengikuti Hanin di belakangnya, berjaga-jaga. Hanin mengacuhkannya hingga mereka tiba di depan kelas. Saat itu Satya berdiri di depan pintu kelas menunggunya dengan aura dingin.

“Terima kasih, Awan.” Hanin menyempatkan mengucapkan terima kasih pada Awan sekali lagi, lalu berjalan ke arah Satya. Awan tersenyum senang dan berlari pergi.

Ada banyak siswa lain berada di depan kelas. Hanin menerobos masuk melalui Satya yang kemudian berdiri menghadang jalannya. Hanin tidak mengerti apa yang membuat Satya marah hingga tak mempedulikan panggilannya.

“Biarkan Hani masuk, Kak,” ucap Hani dengan kedua mata merah dan berkaca-kaca. Hal itu akhirnya membuat Satya membiarkannya masuk.

Hanin duduk, lalu membuka tasnya dan mengeluarkan beberapa buku. Satya menghampirinya dan bertanya, “Kamu menangis? Apa Awan melakukan sesuatu padamu?” tanya Satya tanpa rasa bersalah.

Hanin tak menjawab, rupanya Satya mengira Awan melakukan sesuatu padanya. Satya beranjak hendak pergi untuk mencari Awan, tapi Hanin mencegahnya.

“Awan tidak melakukan apa pun,” jelas Hanin singkat.

“Lalu siapa yang membuat Hani ku menangis, Hah?”

Hanin benar-benar tidak mengerti, Satya masih tak menyadari kesalahannya dan berpura-pura peduli dengan dirinya. Hanin malas untuk berbicara dengan Satya, dia pun berpindah duduk dengan Dirga seperti sebelumnya.

Satya mengikutinya dan menyingkirkan Dirga yang tengah mencatat sesuatu, tapi Hanin justru beranjak dan mengikuti Dirga.

“Berhenti, Kak! jangan seperti anak kecil,” ujar Hanin mencegah Satya mendekat.

Mendengar itu Satya menyerah dan pergi. Hanin semakin sedih. Namun, dia berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri.

Saat jam pelajaran berlangsung Hanin masih duduk sebangku dengan Dirga. Di belakangnya Satya terus memperhatikannya dengan berbagai pertanyaan, dugaan dan pikirannya sendiri.

‘Apa Hani sudah menerima permintaan Awan untuk menjadi pacarnya? Kalau tidak mana mungkin Hani bersedia saat Awan membantunya. Lagi pula kakinya sudah sembuh untuk apa Awan membantunya?’ Satya dengan lamunannya sampai-sampai tak mendengar saat guru memberikan pertanyaan padanya. Akibatnya Satya diminta maju dan mengerjakan tugas di papan tulis. Untungnya dia anak muda yang cerdas hingga tak kesulitan untuk menyelesaikan tugas itu.

Di jam istirahat Satya mengajak Hanin ke kantin, tapi Hanin menolaknya. Di kelas saat itu sudah sepi hanya ada satu orang siswa, siswa itu pun pergi beberapa saat kemudian meninggalkan kelas, menyisakan Hanin dan Satya di ruangan itu.

“Hani tidak lapar, Kak. Kak Satya saja yang pergi,” kata Hanin.

“Sejak pagi ini kau bersama Awan kau jadi berani bersikap seperti ini dengan kakak. Apa kau sudah menerimanya menjadi pacar?”

Hani tercengang mendengar pertanyaan Satya.

“Kak Satya mencari-cari kesalahan. Kakak yang kenapa meninggalkan Hani sendirian. Bukankah Kakak sudah berjanji dengan mama dan papa akan selalu menjaga Hani, tapi kenyataannya Kakak tidak peduli dengan Hani.” Hanin mulai menangis. “Kakak pergi sambil marah-marah tidak jelas, dan sekarang menyalahkan Awan yang berniat baik membantu Hani,” lanjutnya.

“Jadi kau menganggapnya baik? kalau begitu pergi saja dengan Awan.” Satya tampak kesal, lalu beranjak berdiri, dan berlalu meninggalkan Hanin. Sementara Hanin tak membalasnya dan memilih diam.

Melihat wajah Hanin tampak sedih Satya merasa tak tega, dia pun kembali lagi langsung memeluk Hanin.

“Maafkan kakak,” ucap Satya.

Hani menangis sesenggukan. Rasa dongkol akan sikap Satya yang sejak tadi ditahannya dia luapkan saat itu.

“Kak Satya kesal sejak semalam memikirkan kejadian ketika berada di kamarmu saat kau jatuh menimpa kakak, juga ketika kau mencium kakak. Kakak kesal kenapa hal seperti itu harus terjadi membuat kakak berpikiran tak senonoh terhadapmu.”

1
D Asti
Semoga suka, baca kelanjutannya akan semakin seru loh
María Paula
Gak nyangka endingnya bakal begini keren!! 👍
Majin Boo
Sudut pandang baru
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!