Maya yang kecewa dengan penghinaan mantan suaminya, Reno, mencoba mencari peruntungan di kota metropolitan.. Ia ingin membuktikan kalau dirinya bukanlah orang bodoh, udik, dan pembawa sial seperti yang ditujukan Reno padanya. "Lihatlah Reno, akan aku buktikan padamu kalau aku bisa sukses dan berbanding terbalik dengan tuduhanmu, meskipun dengan cara yang tidak wajar akan aku raih semua impianku!" tekad Maya pada dirinya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sagitarius-74, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MALAM PERTAMA MUR
Malam pertama pernikahan itu berlalu dalam keheningan yang pekat. Tidak ada sentuhan, tidak ada bisikan mesra, hanya ada duka yang masih menyelimuti hati Made dan Murni.
Mereka masih berkabung atas kepergian Mak Eroh dan kesibukan mengadakan malam tahlilan hingga tujuh malam lamanya. Hal itu membuat mereka lupa akan status baru mereka sebagai suami istri.
Namun, malam kedelapan tiba. Malam yang seharusnya menjadi malam yang indah dan penuh cinta, justru berubah menjadi malam yang penuh ketakutan dan kebingungan.
"Aku harus bagaimana ini?.. Aku udah jadi istri mas Made, sudah seharusnya aku melayani dia. Tapi.. aku takut." Tubuh Murni gemetaran. Dia mengurung diri di kamar mak Eroh.
"Mur.. Mur.." Terdengar suara Made memanggil manggil namanya dari luar kamar. Pintu kamar berulang kali ia ketuk. Tiap ketukan menambah getaran di jantung Murni.
"Iya mas.." Dengan enggan Murni berjalan menghampiri pintu. Di sisi lain ia merasa senang Made mendekatinya, tapi di sisi lain ia takut akan kewajibannya untuk melakukan tugasnya sebagai seorang istri, melayani Made dalam urusan ranjang.
Murni, dengan polosnya, tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Ia hanya tahu, ia mencintai Made, dan ia ingin menjadi istri yang baik untuknya.
Namun, bayangan malam pertama yang diceritakan teman-temannya membuatnya takut. Ia membayangkan rasa sakit dan ketidaknyamanan yang akan dialaminya.
Pintu kamar terbuka, Murni terpana melihat penampakan Made yang begitu menawan.. Dia baru beres mandi dengan rambut masih basah.
"Mur, kamu sedang apa sendirian di kamar emak?"
"Euh, anu Mas.. Aku lagi ingin mengenang emak," jawab Murni, mencoba mencari alasan. Yang pasti dirinya mau menghindar dari Made untuk sementara.
"Ooh, ya udah kalau kamu masih berkabung. Aku tak mau mengganggumu. Tapi jangan lama-lama ya! Kita kan sudah nikah Mur.." ada penekanan maksud lain dari perkataan Made. Murni hanya mengangguk, ia kembali memegang gagang pintu lagi, "Mas, gak apa-apa ya aku tutup lagi? Aku masih mau sendiri di kamar emak."
"Baiklah.." Made mengangguk, ia mematung di depan pintu kamar mak Eroh hingga pintu itu tertutup kembali.
Made meremas kedua tangannya. Hasrat laki-lakinya mulai bergejolak, tapi sebisa mungkin ia tahan dan bersabar, mengingat Murni hanyalah gadis belia yang masih bau kencur, baru 18 tahun. Sementara dirinya sudah lebih dari 30 tahun, walau ia sendiri tak mengingat tahun lahirnya karena amnesia.
"Aku tak boleh memaksa dia. Aku juga gak tahu kenapa tiap ingin mendekatinya selalu ada perasaan bersalah.. Aku bingung!" Keluh Made pada dirinya sendiri.
Ia pun berlalu dari pintu kamar mak Eroh dan berjalan menuju kamarnya.
"Aku akan selalu bersabar, menunggunya sampai dia siap," pikir Made optimis.
Ia mulai merebahkan tubuhnya di atas kasur lepek, dan kantuk mulai menyerangnya. Hingga Made tertidur pulas..
Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 1 malam. Made terbangun karena gigitan nyamuk di lengannya. Rasa haus ia rasakan hingga ia bergegas pergi ke dapur.
Ketika ia berjalan, tak sengaja matanya melirik ke arah kamar Mak Eroh yang pintunya sedikit terbuka. Terlihat Murni sedang duduk ditepi ranjang.
Langkah kaki Made terhenti. "Murni? kamu belum tidur?.. melamun?" tanya Made penasaran. Tanpa pikir panjang ia merubah arah tujuan dan masuk ke dalam kamar mak Eroh.
"Mur, kamu lagi ngapain?" Tanya Made, ia langsung duduk di samping Murni.
"Aku barusan dari kamar mandi Mas, aku jadi teringat emak," Murni menunduk.
Dia mulai membuka rambutnya yang selalu dikepang, Made memperhatikannya..
"Udah Mur, kamu Jangan sedih terus.. Kalau kamu sedih terus kasihan emak, dia akan berat di alam sana." Made mencoba memberi pengertian pada Murni.
Laki-laki itu terdiam, ia memikirkan sesuatu agar istrinya itu bisa menyadari akan tugasnya sebagai seorang istri.
"Mur," kata Made kemudian. "Emak ingin kamu bahagia dan menerimaku sebagai suamimu, kamu harus menjalankan kewajibanmu sebagai seorang istri. Itu semua demi kamu dan juga emak. Agar emak bahagia di alam sana."
mendengar itu Murni termenung sejenak, seakan mencerna kata-kata Made. Ia mengangguk, "Iya Mas, sepertinya aku salah.. Makasih sarannya, maaf kalau aku udah ngecewain mas." Murni memandang kearah samping dimana Made duduk.
Selama mereka bercakap-cakap, Murni berusaha membuka kepang rambutnya. Dan Setelah rambut gadis itu tergerai semua, terlihat begitu cantik dan mempesona di mata Made.. Hingga Made terkesima.
"Mur, kamu cantik.." Jantung Made berdegup, hasrat yang selama ini ia pendam, kini muncul dan berontak kian membuncah.
Malam itu, Made mencoba mendekati Murni. Ia meraih tangannya, lalu mengelusnya dengan lembut. Namun, Murni justru tersentak kaget. Ia menarik tangannya dengan kasar, lalu memalingkan wajahnya.
"Aku... aku belum siap, Mas," ucap Murni dengan suara bergetar. Jantungnya berdegup tak beraturan.
Made terdiam. Ia bisa merasakan ketakutan Murni. Ia tidak ingin memaksa gadis itu. Ia mengerti, Murni masih membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan status barunya.
"Tidak apa-apa," ucap Made dengan lembut. "Aku akan menunggu sampai kamu siap."
Murni menatap Made dengan tatapan bersalah. " Maaf mas.." Ia merasa lega karena Made tidak memaksanya. Ia memeluk Made erat-erat, lalu menangis dalam pelukannya.
"Terima kasih, Mas.. terima kasih sudah mengerti aku," bisik Murni.
Made membalas pelukan Murni. Ia merasa iba pada gadis itu. Ia tahu, Murni adalah gadis yang baik dan polos. Ia tidak ingin menyakitinya.
Malam itu, mereka tidur dalam keheningan. Tidak ada sentuhan, tidak ada bisikan mesra, hanya ada rasa saling pengertian dan kasih sayang.
Keesokan harinya, Made dan Murni sepakat untuk sementara waktu pisah kamar. Mereka ingin memberikan waktu bagi diri mereka sendiri untuk saling mengenal dan memahami. Mereka juga ingin memastikan, mereka benar-benar siap untuk menjalani kehidupan sebagai suami istri.
"Mas rasa, ini sebenarnya aneh. Kita pengantin baru, tapi tidur terpisah. Tapi.. ini adalah yang terbaik untuk kita saat ini. Aku tak bisa memaksamu," kata Made. Hatinya kecewa, tapi ia sangat menyayangi Murni hingga ia tak mau menyakitinya dengan memaksakan kehendaknya.
Murni menganggukkan kepalanya. Ia setuju dengan usulan Made. Ia merasa, ia membutuhkan waktu untuk mempersiapkan diri secara mental.
"Aku juga merasa begitu Mas..," ucap Murni. "Aku harap, kamu tidak marah padaku."
Made tersenyum. Ia menggenggam tangan Murni lalu menciumnya dengan lembut. "Aku tidak marah. Aku mengerti," ucap Made. "Aku akan menunggu sampai kamu siap."
Murni tersenyum lega. Ia merasa beruntung memiliki suami seperti Made. Ia tahu, Made adalah pria yang baik dan sabar. Ia percaya, mereka akan mampu melewati semua cobaan ini bersama-sama.
Namun, di balik senyum itu, Murni masih menyimpan keraguan. Ia merasa minder karena dirinya yang polos dan tidak berpengalaman. Ia merasa, ia tidak pantas untuk Made, yang mungkin sudah memiliki pengalaman dengan wanita lain.
"Aku takut, aku tidak bisa menjadi istri yang baik untukmu, Mas. Aku takut, kamu akan kecewa padaku," ucap Murni dalam hati.
Sementara itu, Made juga merasakan hal yang sama. Ia merasa bersalah karena tidak bisa memberikan kebahagiaan yang seharusnya didapatkan Murni. Ia merasa telah mengecewakan gadis itu.
"Aku tahu, aku belum bisa menjadi suami yang baik untukmu," ucap Made dalam hati. "Tapi aku berjanji, aku akan berusaha sekuat tenaga untuk membahagiakanmu."
Malam-malam berikutnya berlalu dalam keheningan. Made dan Murni tidur di kamar yang berbeda. Mereka jarang berbicara, dan jika berbicara pun, hanya seputar hal-hal yang penting saja.
Namun, di balik keheningan itu, mereka saling merindukan. Mereka ingin bersama, namun mereka takut untuk memulai. Mereka takut, mereka akan saling menyakiti.
Suatu malam, Made tidak bisa tidur. Ia terus memikirkan Murni. Ia merasa bersalah karena telah membuat gadis itu merasa tidak nyaman. Ia ingin meminta maaf padanya.
Made bangkit dari tempat tidur, lalu berjalan menuju kamar Murni. Ia mengetuk pintu kamar dengan hati-hati karena takut menganggu Murni.
"Mur.. apa kamu sudah tidur?" tanya Made dengan suara pelan.
Murni yang kebetulan belum tidur, langsung membuka pintu kamarnya. Ia tampak terkejut melihat Made berdiri di depan kamarnya.
"Ada apa?" tanya Murni. Ia hanya memakai baju daster tipis, terlihat lekuk tubuhnya begitu mempesona. Maklum, ia gadis yang sedang masa-masanya mekar. Rambut ikalnya panjang tergerai, menambah hasrat laki-kaki Made kian berontak!
"Aku ingin bicara denganmu," jawab Made dengan suara bergetar.
" Oh, ayo mas masuk.."
Murni mempersilakan Made masuk ke dalam kamarnya. Mereka duduk di tepi tempat tidur, saling berhadapan.
"Aku minta maaf," ucap Made. "Aku minta maaf karena telah membuatmu merasa tidak nyaman."
Murni terdiam. Ia menatap Made dengan tatapan bingung.
"Aku tahu, aku belum bisa menjadi suami yang baik untukmu," lanjut Made. "Tapi aku berjanji, aku akan berusaha sekuat tenaga untuk membahagiakanmu. Aku akan pergi ke kota mencari kerja."
Murni tersenyum. Ia meraih tangan Made, lalu menggenggamnya erat. "Aku tahu kamu akan berusaha," ucap Murni. Ia sangat tersentuh dengan perkataan Made.
Made menatap Murni dengan tatapan penuh kasih sayang. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Murni, lalu menciumnya dengan lembut.
Murni langsung kaku, mulutnya terkunci, nafasnya terasa sesak, jantung nya berdebar tak karuan. Ia merasa asing ada benda kenyal melumat bibirnya. Ingin ia menghindar tapi tak mau membuat suaminya kecewa untuk yang kesekian kalinya..
Made melepaskan ciumannya, ia memegang kedua pipi Murni, "Mur, kamu terlihat sangat cantik, aku sangat mencintaimu. Semoga malam ini kamu siap melakukan kewajibanmu sebagai seorang istri. Kita lakukan ini dengan ikhlas ya? Karena ibadah. Kamu rileks, nikmati, dan jangan takut. Percaya sama aku."
"Iya mas," jawab Murni pelan. Ia mulai pasrah dan menutup kedua matanya.
Malam pertama Murni pun berlangsung di episode berikutnya...