Susan tak pernah menyangka dirinya di timpa begitu banyak masalah.
Kematian, menghianatan, dan perselingkuhan. Bagaiamana kah dia menghadapi ini semua?
Dua orang pria yang menemaninya bahkan menyulitkan hidupnya dengan kesepakatan-kesepatan yang gila!
Akan kah Susan dapat melewati masalah hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SabdaAhessa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. CD milik Susan
Setelah merasa tenang. Alice membawakan coklat hangat dan roti untuk Susan. Karena dia tau pasti wanita itu lapar setelah menangis sedari tadi.
Susan juga merasa tubuhnya lebih membaik setelah di beri suntikan oleh Joshua. Dia sebenarnya sangat ingin menemui Peter. Namun dia merasa begitu kotor dan tak sanggup menatap wajah suaminya.
Akhirnya Susan mencoba pergi ke ruang rawat ayahnya. Melihat pria tua itu sekarang jauh lebih baik. Dia sedang makan di suapi oleh Alma, kepala pelayan.
Susan mengurungkan niatnya. Karena jika dia kesana sekarang dengan kondisi dirinya yang masih tertatih seperti ini. Ayah mertuanya itu pasti akan sangat khawatir dan bertanya-tanya apa yang sudah terjadi pada Susan.
Susan menutup kembali pintu ruang rawat itu. Menatap Alice sebentar.
"Apa Peter sudah sadar?" Tanya Susan.
"Belum, Nyonya." Jawab Alice.
"Tolong, antar aku kesana, Alice!" Pinta Susan pada Alice.
Alice mengangguk dan membantu Susan berjalan menuju ruangan sebelah. Ruang rawat yang di tempati oleh Peter. Di depan ruang rawat inap itu sudah ada Traver yang sudah berjaga.
"Jika Traver tanya, katakan saja kaki ku terkilir karena jatuh di kamar mandi." Kata Susan pada Alice.
"Baik, Nyonya."
Traver memperhatikan Susan yang di papah oleh Alice. Dapat di lihat dari wajahnya, dia sedang bertanya-tanya apa yang terjadi pada Susan.
Susan mengabaikan pengawal pribadi suaminya itu. Dia memilih untuk segera masuk ke dalam ruang rawat.
Susan sontak menangis melihat kondisi Peter. Mata yang lebam. Pelipis di perban. Sudut bibir robek. Tangan kanannya di perban, sepertinya itu karena patah tulang. Infus dan alat-alat kesehatan terpasang di dadanya.
Susan gemetar melihat itu. Tak tega melihat kondisi suaminya. Alice mengantarkan Susan untuk duduk di kursi sebelah ranjang. Lalu dia pergi keluar. Memberikan ruang untuk Susan berdua dengan Peter.
Dia menangis sambil memegang tangan Peter. Tak mampu berkata apapun. Hanya air mata yang mengalir mewakili dirinya sekarang.
"Maafkan aku, Peter.. Sumpah aku tidak pernah berpikiran untuk mengkhianati mu seperti yang di pikirkan oleh Joshua." Batin Susan.
"Bangunlah, Peter.. Aku disini.." Kata Susan.
"Aku tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, mengapa hidup kita menjadi sulit seperti ini." Sambung Susan.
Dia kembali menangis sesegukan. Tak mampu lagi berkata-kata.
Namun setelah Susan sadari. Dia juga sedikit bersyukur karena Peter belum sadarkan diri. Karena jika Peter melihat kondisi Susan seperti ini. Dia pasti juga akan berpikir bahwa Susan telah mengkhianati dirinya, sama seperti Joshua.
*********
Edward yang berada di kamarnya terlihat sangat bahagia. Dia berdiri di balkon sambil menciumi celana dalam milik Susan. Ternyata sebelum pergi meninggalkan Susan, Edward membawa CD berwarna maroon itu.
Dengan sedikit cairan milik Susan yang melekat disana. Membuat Edward semakin kecanduan dengan baunya. Sepertinya dia sudah gila akan Susan.
Edward berjalan masuk ke dalam kamarnya dan meletakkan CD milik Susan di dalam lacinya. Lalu duduk di sofa panjang dan membayangkan betapa indahnya tubuh Susan.
Malam panas yang terasa singkat bagi Edward sukses membuatnya semakin tergila-gila akan Susan. Dia dapat mengingat dengan detail setiap bagian tubuh Susan. Dan yang paling dia ingat adalah ada tahi lalat kecil di selangk*ngan Susan. Membuatnya geli dan ingin menciumi bagian itu.
Dia juga merasa milik Susan sempit dan dapat menarik masuk miliknya. Membuatnya ketagihan ingin lagi dan lagi.
Sebenarnya Edward masih ingin melanjutkan permainannya saat Susan pingsan. Namun dia tak tega melihat Susan yang terkulai lemah.
Kalau saja dia tidak harus menemui rekan kerjanya dari Amerika, mungkin dia sudah meneruskan permainannya sampai siang ini. Mungkin dia hanya akan memberi waktu istirahat bagi Susan dan akan melanjutkannya lagi saat wanita itu sadar.
Tiba-tiba Edward penasaran bagaimana kabar Susan sekarang. Apakah wanita itu sudah sadar atau belum. Akhirnya dia memanggil James.
"Apa Susan sudah sadar?" Tanya Edward pada James saat pengawal pribadinya itu sudah ada di hadapannya.
"Sudah, Tuan. Dokter Joshua juga sudah melakukan tugasnya." Jawab James.
"Bagus. Lalu bagaimana kabar pengecut itu?"
"Dia belum sadarkan diri, Tuan. Masih dalam keadaan koma dan Nona Susan sedang berada di ruangannya sekarang." Kata James menjelaskan.
Edward mengangguk-nganggukan kepala. Dia terlihat sedikit kesal saat tau Susan menemui suaminya. Namun, apalah daya, Peter memang suami Susan kan?
"Maaf, Tuan. Tapi menurut saya, dengan kondisi Nona Susan sekarang, pasti dia akan di curigai selingkuh dengan anda, apalagi anda yang meminta Dokter Joshua untuk memeriksanya." Kata James.
"Memang itu tujuan ku. Bagus jika itu terjadi. Jika Peter menceraikan Susan, aku siap membawanya kesini kapanpun." Kata Edward pada James.
James terlihat paham dengan maksud dan rencana Edward. Dia mengangguk mengerti.
"Lalu bagaimana soal Martin?" Tanya Edward.
"Dia setuju anda melunasi semua hutang Peter. Tapi dia juga minta uang tebusan yang besar untuk Peter, Tuan." Jawab James.
Edward menaikkan sudut bibirnya. "Dasar sampah! Berikan saja berapapun yang dia mau. Anggap saja itu uang yang harus aku bayar untuk menikmati tubuh Susan."
James mengangguk lagi.
"Pergilah, aku mau istirahat!"
"Baik, Tuan." Kata James.
James segera keluar dari kamar dan menutup kembali pintu kamar itu. Sedangkan Edward berjalan menuju ranjangnya, duduk disana dan mengambil lagi CD milik Susan.
Edward mencium dan menghirup aroma CD itu dalam-dalam. Membuatnya kembali terangs*ng padahal semalam dia sudah mencapai pelepasannya berkali-kali.
Dia segera pergi ke walk in closet, membuka jasnya dan membuangnya ke sembarang arah. Duduk di atas sofa hitam yang mewah. Menyandarkan diri disana dengan menselonjorkan kedua kalinya.
Edward mulai membuka resleting celananya dan mulai mengeluarkan miliknya yang sudah berdiri tegak karena terangs*ng. Dia mulai menyentuh dirinya sendiri. Memegang miliknya yang besar dan panjang. Bibirnya tersenyum sinis mengingat bagaimana miliknya mampu membuat Susan tak berdaya dan meminta ampun berulang kali.
Edward mulai mengoc*k miliknya sendiri. Sambil membayangkan wajah Susan yang mengerang kenikmatan.
Dia sangat menginginkan Susan sekarang. Seandainya wanita itu ada di hadapannya, mungkin sudah di rudal paksa oleh Edward.
*******
Susan kembali ke kamar khusus keluarga yang berjaga di rumah sakit. Kamar itu sudah di bersihkan. Sprei dan selimutnya sudah di ganti dengan yang baru. Akhirnya Susan dapat merebahkan diri disana.
Dia meminum obat yang sudah di sediakan oleh Alice. Ingin segera sembuh dan menemui ayahnya.
Susan teringat wajah Joshua yang menuduhnya beselingkuh dengan Edward. Sebelum masuk ke dalam kamar dia juga tak sengaja bertemu dengan Joshua yang baru saja keluar dari kamar rawat ayahnya. Pria itu tak menyapanya bahkan membuang muka seakan jijik pada Susan.
Susan sangat sakit hati sekali dengan perilaku Joshua. Namun apalah daya, dia juga tak mampu menjelaskan apapun sekarang. Yang terpenting baginya sekarang Peter sudah selamat dan di rawat di rumah sakit.
Susan memanggil Alice.
"Alice, aku ingin mengecek laporan keuangan yang di berikan oleh Margaret dua bulan lalu!" Kata Susan.
"Maaf, Nyonya. Jadi anda belum mengeceknya?" Tanya Alice.
"Belum, kenapa?"
"Saya sudah membuangnya minggu lalu, Nyonya. Saya kira anda sudah tidak membutuhkan itu." Kata Alice.
"Kalau begitu, mintakan lagi saja pada Margaret, aku mau itu sekarang." Kata Susan.
"Baik, Nyonya."
Alice segera keluar dari dari kamar Susan dan segera menghubungi Margaret untuk meminta laporan keuangan yang di maksud Susan.
Bersambung....