Nadia Prameswari menjalani kehidupan yang sempurna dengan suaminya di mata publik. Namun sebenarnya, pernikahan itu hanya untuk kepentingan bisnis dan politik.
Nadia seorang wanita aseksual, membuat Arya selingkuh dengan adik tirinya.
Hal itu membuat Nadia bertekad memasang chip di otaknya untuk mengaktifkan hasrat yang selama ini tidak pernah dia rasakan.
Namun, apa yang terjadi setelah rasa itu aktif? Apa dia akan menjerat Arya atau justru terjerat pria lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2
Mobil hitam berplat khusus berhenti di depan Hotel Grand Aurelia. Karpet merah telah dibentangkan, kamera para jurnalis sudah menunggu di sisi kanan dan kiri. Para tamu penting, donatur, dan pejabat tinggi kementerian sudah memasuki ballroom megah dan menunggu tokoh utama di dalam.
Pintu mobil terbuka, dan dari sana, Nadia Prameswari melangkah turun dengan anggun. Gaun biru tua yang membalut tubuhnya tampak berkilau lembut di bawah cahaya lampu. Senyumnya tenang dan auranya sangat berwibawa.
Dia melangkah masuk ke ballroom, diiringi Niko yang berjalan satu meter di belakangnya. Kilatan kamera segera menyambut kedatangannya.
“Bu Nadia, senyum ke kanan sedikit!”
“Cantik sekali malam ini, Bu!”
“Mengapa Anda tidak datang bersama Pak Arya?”
Nadia menanggapinya dengan senyum profesional. Setiap lengkung bibirnya telah terlatih sempurna.
Dari jauh, pembawa acara sudah bersiap di podium. Para tamu mulai memperhatikan bahwa Arya belum juga datang. Bisik-bisik kecil mulai terdengar, beberapa wartawan bahkan saling menatap curiga.
Namun, tepat ketika jam menunjukkan pukul tujuh lewat lima belas, pintu utama ballroom terbuka.
Arya muncul dengan senyum lebar dan karisma khasnya. Di tangannya, dia membawa sebuket bunga mawar putih. Dia berjalan menembus kerumunan wartawan yang langsung berebut mengambil gambar.
Arya berhenti di depan Nadia. Cahaya kamera menyorot wajah mereka berdua. Dia menyerahkan bunga itu, lalu menarik Nadia ke dalam pelukannya.
"Sayang, maaf aku terlambat. Ada rapat mendadak di kantor partai.”
Nadia tersenyum bahagia sambil mencium bunga itu. "Terima kasih tapi kamu belum terlambat." Di depan kamera, mereka selalu berakting mesra dan seolah mereka adalah pasangan idaman. Begitulah mereka menarik simpati dari publik, dengan keharmonisan dan kesuksesan.
Arya tertawa kecil, lalu mendekat dan mengecup keningnya.
Kilatan kamera serentak meledak. Para tamu bersorak lembut, beberapa bahkan bertepuk tangan.
"Mereka benar-benar pasangan yang serasi."
Setelah adegan manis itu, mereka berjalan berdampingan menuju meja utama. Musik lembut mengalun, pelayan berdasi hitam menyajikan sampanye dan makanan ringan. Nadia duduk dengan anggun di kursinya, sementara Arya berbincang ringan dengan beberapa pejabat dan wartawan.
“Saudara-saudara sekalian,” suara pembawa acara bergema. “Kita sambut malam amal tahunan Biotek and Holdings, yang akan menyalurkan seluruh donasi malam ini untuk yayasan anak yatim dan penelitian penyakit langka.”
Tepuk tangan bergemuruh. Kamera televisi fokus pada wajah Nadia dan Arya yang kini berjalan berdampingan ke panggung.
Setelah berdiri di atas panggung, Nadia membuka map pidato yang sebelumnya diberikan Niko.
“Selamat malam. Terima kasih kepada semua pihak yang telah hadir malam ini. Kita tidak hanya merayakan kepedulian sosial, tapi juga masa depan yang lebih baik bagi mereka yang membutuhkan.” Setiap kata keluar sempurna, terukur dan elegan.
Arya berdiri di sebelahnya dan tersenyum menatap para tamu yang mendukung sepenuhnya. "Terima kasih atas dukungan dari para donatur, pejabat negara, dan tokoh masyarakat. Berkat kalian semua, acara amal tahunan ini terus berjalan dan semakin berkembang dengan jangkauan yang luas. Semoga tahun depan kita bisa menjangkau ke seluruh pelosok negeri."
Nadia tersenyum lalu melanjutkan pidato Arya. Begitulah, mereka selalu terlihat kompak saat di depan publik.
Dia menatap ke arah para donatur dan pejabat yang duduk di barisan depan, lalu membuka lembar berikutnya dari map pidato.
“Selain dukungan terhadap yayasan anak yatim, Biotek and Holdings juga dengan bangga mengumumkan beberapa proyek penelitian baru,” ucap Nadia dengan suara penuh percaya diri.
“Pertama, program NeuroCell Regeneration, sebuah terobosan dalam bidang rekayasa jaringan yang kami kembangkan bersama tim riset luar negeri untuk memperbaiki kerusakan saraf akibat kecelakaan dan penyakit degeneratif.”
Beberapa tamu tampak terkesima, membisikkan kekaguman di antara mereka.
Nadia tersenyum tipis sebelum melanjutkan, “Kedua, proyek VitaGene, yakni pengembangan serum berbasis DNA yang mampu mempercepat proses penyembuhan luka dalam. Dan ketiga, Project Aurora, sebuah inisiatif sosial Biotek untuk menyediakan akses terapi medis modern bagi masyarakat di daerah terpencil.”
Tepuk tangan kembali terdengar bergemuruh
Arya melangkah maju setengah langkah, mengambil alih mikrofon dengan pesona politisinya yang khas.
“Visi kami jelas,” katanya sambil menyapu pandangan ke seluruh ballroom. “Kami ingin Indonesia menjadi negara yang tidak hanya kuat secara ekonomi, tapi juga maju dalam teknologi kesehatan. Dan tentu saja, semua ini tidak akan mungkin tanpa dukungan dari pihak-pihak yang peduli terhadap masa depan bangsa.”
Kata-katanya mengalir seperti pidato kampanye yang dibungkus dalam balutan amal. Para jurnalis segera menulis cepat, sementara kamera menyorot pasangan yang tampak sempurna itu, sang pengusaha cerdas dan sang politisi karismatik.
Setelah pidato berakhir, Arya menggandeng tangan Nadia dengan lembut dan menuntunnya menuruni tangga panggung.
Para tamu berdiri memberikan tepuk tangan penghormatan.
Di bawah panggung, Niko sudah menunggu.
Tanpa banyak bicara, Nadia menyerahkan buket bunga putih yang tadi diberikan Arya kepadanya.
“Suruh Rissa ke perusahaan sekarang. Terserah kamu memberi alasan apa. Aku dan Arya juga akan ke sana,” bisiknya di telinga Niko.
Niko menganggukkan kepalanya dengan hormat lalu keluar dari ballroom itu.
Arya masih sibuk berjabat tangan dengan para pejabat kementerian dan pengusaha besar. Nadia kembali mendekat dan mendampinginya, menampilkan senyum terbaiknya setiap kali kamera mengarah pada mereka.
Tawa kecil dan sentuhan lembut di lengan Arya, semuanya tampak alami di mata publik.
***
"Kita ke perusahaan sebentar. Ada sesuatu yang harus aku kerjakan," kata Nadia setelah masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi penumpang bersama Arya.
Arya menghela napas panjang dan menoleh ke belakang. Beberapa mobil yang searah masih mengikuti mereka. "Apa tidak bisa kamu lakukan besok? Aku masih ada urusan!"
Niko yang sedang mengemudi hanya fokus dengan jalanan meski dia bisa mendengar semuanya.
"Tidak bisa. Memang kamu mau kemana? Apa tidak pulang malam ini?" tanya Nadia. Meskipun dia tahu yang sebenarnya.
"Sudah aku bilang, aku ada urusan penting. Lagian ngapain setiap hari tidur sama kamu. Percuma juga kamu tidak ingin melakukannya."
Nadia tersenyum miring. Dia memiringkan tubuhnya dan menatap Arya. Dia usap bahu Arya lalu merapikan dasinya. "Memangnya kalau aku bisa melakukannya, kamu akan betah tinggal di rumah?"
Arya membalas senyuman licik Nadia lalu menggenggam tangan Nadia. "Tentu saja. Aku akan membatalkan semua acaraku sekarang jika kamu mau melakukannya malam ini."
Niko yang mendengar hal itu semakin mengeratkan genggaman tangannya pada pengemudi. "Bu Nadia, Rissa sudah menunggu di kantor."
"Kamu sudah menyuruhnya untuk merekap barang kan? Suruh selesaikan malam ini karena besok sisa pesanan harus di kirim," kata Nadia sambil tersenyum puas melihat ekspresi Arya.
"Rissa ada di kantor?" tanya Arya.
"Iya, nanti kamu tunggu saja di ruangannya karena aku masih ada perlu sama Profesor Axel."
Arya tak menyahutinya lagi, tapi Nadia bisa membaca apa yang ada di pikiran Arya saat ini.
hottttt
di tunggu updatenya
pasti Nadia luluh...
lanjut thor ceritanya
di tunggu updatenya
parah ni