NovelToon NovelToon
Jiwa Maling Anak Haram

Jiwa Maling Anak Haram

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Reinkarnasi / Balas Dendam
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

Reza Sulistiyo, penipu ulung Mati karena di racun,
Jiwanya tidak diterima langit dan bumi
Jiwanya masuk ke Reza Baskara
Anak keluarga baskara dari hasil perselingkuhan
Reza Baskara mati dengan putus asa
Reza Sulistiyo masuk ke tubuh Reza Baskara
Bagaimana si Raja maling ini membalas dendam terhadap orang-orang yang menyakiti Reza Baskara

ini murni hanya fanatasi, jika tidak masuk akal mohon dimaklum

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 20 RENCANA BARU

"Sekarang pergilah," ucap Galih, tatapannya menyuruh Kismin menghilang ke balik horizon. "Jangan ganggu keluarga ini lagi."

"Ternyata bijaksana juga dia," pikir Reza, yang masih duduk manis di sofa setelah beberapa kali pura-pura muntah dengan dramatis. "Tapi sayang, hatinya terlalu rapuh, selalu kalah sama istri dan anaknya." Reza menyeringai kecil. Sebuah keluarga yang semakin kacau, semakin ia senang.

"Terima kasih, Tuan," ucap Kismin, suaranya sedikit serak. Banyak kenangan yang ia ukir di keluarga Baskara—termasuk kenangan dipukuli dan difitnah—dan sekarang ia harus pergi dengan alasan yang bahkan dia sendiri tidak paham. Ini seperti diusir dari rumah sendiri setelah menjadi korban salah sasaran.

"Terima kasih, Den Reza," lanjut Kismin, menatap Reza dengan mata penuh penghargaan, seolah Reza adalah malaikat penolong sejati.

"Sama-sama, Pak Kismin," balas Reza, nadanya terdengar lemah dan lesu, benar-benar seperti orang sakit yang baru saja pulih. Sebuah akting sempurna untuk menutup drama yang baru saja ia ciptakan.

Setelah Kismin menjauh—berjalan tertatih-tatih membawa lima puluh juta rupiah dan segudang trauma—Galih menghela napas berat, seolah baru saja menyelesaikan marathon tanpa medali.

Ia menatap tajam Dimas dan Vanaya, tatapannya membakar seperti laser yang siap melubangi ego mereka. "Kalian keterlaluan," ucapnya, nadanya dipenuhi kekecewaan yang kentara.

"Sampai kapan kalian akan membuat Ayah dalam masalah terus-menerus?" Sebuah pertanyaan retoris yang mungkin sudah ia tanyakan seribu kali

"Ayah, aku kesal sama Ayah! Kenapa Ayah memotong uang jajanku?!" Vanaya protes, suaranya melengking tidak terima. Seolah pemotongan uang jajan adalah alasan yang valid untuk mengarang skema kriminal yang hampir menghancurkan reputasi keluarga.

"Hanya dua puluh lima persen, kamu sudah melakukan hal nekat seperti itu," Galih berkata dengan nada datar, nyaris tanpa emosi.

"Untung saja uang saya kembali. Bayangkan kalau tidak kembali..." Ia tidak melanjutkan kalimatnya, membiarkan ancaman menusuk mental mereka,

"Dan Ayah juga sekarang lebih perhatian sama anak haram itu!" Vanaya menyemburkan kalimat itu, amarahnya meluap seperti gunung berapi yang sudah siap meletus.

Galih menghembuskan napas berat, seolah baru saja mengangkat beban sepuluh ton. "Perhatian apa yang Ayah berikan sama Reza?" tanyanya, nada suaranya lelah.

"Ayah tidak pernah membelikan dia baju, sepatu, tas, dan uang jajan," Vanaya merinci, seolah daftar itu adalah bukti tak terbantahkan dari pilih kasih Galih.

"Ayah menyekolahkan dia karena ini wasiat kakek kalian!" Galih membalas, rasa jengkelnya sudah di ubun-ubun.

Galih merasa anak-anaknya lama-lama tidak masuk akal. Hatinya mendamba keluarga yang akur, yang bisa duduk bersama tanpa drama atau intrik. Namun ia tahu, itu tidak akan pernah terjadi. Sumber masalahnya adalah dirinya sendiri; dia yang menodai Diah sehingga memiliki anak bernama Reza. Ironisnya, kini dia terjebak dalam lingkaran kekacauan yang dia ciptakan sendiri, seperti aktor utama dalam komedi absurd tanpa akhir.

"Ayah akan potong uang jajan kalian lima puluh persen," ucap Galih akhirnya, suaranya mengandung keputusan final. Sebuah hukuman yang terasa lebih kejam daripada diusir dari rumah bagi Dimas dan Vanaya.

"AYAHHHH!" Suara Vanaya meninggi, nyaris mencapai frekuensi yang hanya bisa didengar kelelawar. Berkurang dua puluh lima persen saja sudah hampir membuatnya gila, apalagi kehilangan separuh dari nyawa finansialnya.

"Tidak ada bantahan," tegas Galih, matanya tajam. Ia sudah memutuskan untuk mulai tegas pada anak-anaknya. Kalau dibiarkan, mereka bukan hanya akan menghancurkan diri sendiri, tapi juga dompetnya.

"Ayah, aku akan lapor ke Nenek!" ancam Vanaya, mengeluarkan kartu truf terakhirnya.

"Silakan," ucap Galih dingin, seringai tipis muncul di bibirnya. "Kalau kamu laporan kepada Nenek, maka kamu tidak akan dapat uang jajan sama sekali."

"AYAH!" teriak Vanaya lagi, kini lebih mirip rengekan bayi yang lapar.

"Sudah, tidak ada bantahan," ucap Galih, gerakannya mengusir. "Kembali ke kamar kalian, Ayah mau kerja lagi." Ia ingin segera kembali ke dunianya yang lebih rasional: angka-angka dan bisnis, ketimbang drama keluarga yang tak ada habisnya.

Vanaya dan Dimas keluar dari ruang kerja Galih dengan langkah gontai, rasa kesal terpancar jelas dari raut wajah mereka yang seperti baru saja dicabut gigi tanpa bius.

Galih kini menatap Riko, anak sulungnya. "Bagaimana dengan proyek kamu, lancar?" tanyanya, suaranya sedikit melembut, berharap setidaknya ada satu kabar baik hari ini.

"Banyak gangguan dari preman setempat, Yah," jawab Riko malas-malasan, seolah masalah preman adalah hal sepele dibandingkan drama uang jajan yang baru saja terjadi.

"Baiklah, minggu depan Ayah akan cek sendiri," ucap Galih, nada suaranya mengandung ancaman tersirat. Ia tak punya pilihan lain selain turun tangan, seperti biasa.

Riko mengangguk samar lalu keluar dari ruangan kerja Galih.

Galih kini termenung sendiri di ruang kerjanya yang mewah. Hari ini adalah gambaran masa depan keluarga Baskara, sebuah panorama suram yang lebih menakutkan daripada film horor. Ketiga anaknya dari Laras—Riko, Dimas, dan Vanaya—sama sekali tidak ada yang bisa diandalkan. Ia merasa seperti kapten kapal yang terjebak di tengah badai dengan kru yang semuanya mabuk dan tak tahu cara berlayar

Melihat cara Reza memberikan solusi-solusi sederhana di tengah situasi yang rumit—layaknya seorang konsultan bisnis ulung yang baru saja keluar dari pelatihan—menarik perhatian Riko.

Kemudian dia bergumam pada dirinya sendiri, "Apa benar dia ke kampus naik truk sampah?" Pertanyaan itu melintas di benaknya, disusul pertanyaan yang lebih mengganggu, "Apa benar selama ini Ayah tidak memberikan uang jajan pada Reza?"

Riko tahu persis, urusan uang perusahaan dan jajan anak-anaknya dipegang Galih sepenuhnya, sementara urusan rumah tangga ada di tangan Laras. Seharusnya, pikir Riko, Laras bisa saja menyisihkan sedikit uang untuk Reza. Tapi ia tahu ibunya terlalu sibuk memanjakan Dimas dan Vanaya sampai lupa ada makhluk lain yang juga butuh makan

Sementara itu, di kamar Dimas, Vanaya terus saja menggerutu, suaranya seperti dengungan nyamuk yang tak henti. "Kenapa sih rencana kita berantakan terus akhir-akhir ini?" ucapnya kesal, seolah semesta berkonspirasi untuk menggagalkan setiap intrik liciknya.

"Aku tidak tahu kenapa si Reza itu akhir-akhir ini selalu saja beruntung," sahut Dimas, nada suaranya dipenuhi iri hati. Ia menatap kosong dinding, mungkin membayangkan bagaimana caranya mengusir keberuntungan Reza.

"Pokoknya aku nggak sudi lihat si Reza senang! Dia harus menderita!" Vanaya berseru, mengepalkan tangannya di udara.

"Iya, tapi sayangnya dia tidak boleh mati," ucap Dimas, menambahkan fakta yang menyebalkan itu. Kematian Reza akan terlalu sederhana, dan tidak cukup memuaskan dendam mereka.

"Bagaimana kalau kita buat saja dia gila?" Vanaya mengusulkan, matanya berbinar dengan ide jahat.

"Caranya?" tanya Dimas, antusiasmenya langsung tersulut.

"Caranya kita manfaatkan orang-orang yang membenci dia di kampus," jawab Vanaya, sebuah senyum tipis terukir di bibirnya. Sebuah rencana yang, bagi mereka, terdengar brilian dan bebas risiko

1
Agus Rubianto
keren
Aryanti endah
Luar biasa
SOPYAN KAMALGrab
pernah tidak kalian bersemangat bukan karena ingin di akui... tapi karena ingin mengahiri
adelina rossa
lanjut kak semangat
adelina rossa
lanjut kak
Nandi Ni
selera bacaan itu relatif,ini cerita yg menarik bagiku
SOPYAN KAMALGrab
jangn lupa kritik...tapi kasih bintang 5...kita saling membantu kalau tidak suka langsung komen pedas tapi tetap kasih bintang 5
adelina rossa
hadir kak...seru nih
FLA
yeah balas kan apa yg udah mereka lakukan
FLA
wah cerita baru
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!