Cinta Istri Kedua

Davon menghampiri Giska yang masih bersimpuh di lantai dengan isakkan yang terdengar sangat memilukan bagi Davon, hatinya merasa ikut sakit melihat wanita yang dicintai sangat amat terluka.

Davon merengkuh tubuh Giska ke dalam pelukannya seraya menenangkannya. " Sudah jangan menangis lagi. " Davon mengusap punggung Giska.

" Hiks.. hiks.. Aku jahat Von "

" Gak Gis, kamu gak jahat.. jangan pernah berfikir seperti itu. " Davon mengangkat tubuh Giska membawanya ke kamar, lalu di rebahkan nya di atas ranjang. Davon berkali-kali mengecup kening Giska untuk memberikan ketenangan. Lama Giska menangis di pelukan Davon hingga terasa lelah dan tertidur dengan sendirinya.

Melihat kerapuhan Giska, Davon berjanji pada dirinya sendiri, dia tidak akan pernah meninggalkan Giska dan akan melindungi nya.

*

Aurel berjalan dengan tangisannya keluar dari gedung apartemen yang Giska tinggali. Di lobby Aurel berpapasan dengan Tomi yang tadi berinisiatif menyusulnya.

" Rel, lo gak papa? " tanya Tomi.

Aurel diam saja tidak memperdulikan Tomi dan terus berjalan ke arah mobilnya.

Tomi mengembangkan kedua pipinya dan menghembuskan nafasnya dengan kasar, melihat kepergian Aurel yang semakin jauh dari jangkauannya. Tomi memutuskan untuk langsung pulang, tanpa ikut campur urusan atasan sekaligus temannya itu, meski dirinya sangat penasaran apa yang telah terjadi.

Di perjalanan, Aurel menyetir mobilnya tanpa konsentrasi penuh, sehingga nyaris menabrak orang yang tengah berjalan, jika tidak segera menginjak remnya.

Tok.. tok.. pria yang tadi nyaris tertabrak mengetuk kaca mobil membuat Aurel tersadar dan menoleh ke arah pintu di sampingnya.

" Aurel.. " pekik Abi setelah Aurel membuka kaca mobil. Abi yang kebetulan ingin ke minimarket terdekat di kejutan oleh mobil yang hampir saja menabrak nya.

" Abi.. " Aurel pun tak kalah terkejut melihat Abi.

" Kamu baik-baik aja kan? " terdengar suara Abi yang begitu cemas.

Aurel hanya mengangguk, menatap wajah pria yang dulu pernah mengisi hatinya.

" Kalo baik-baik aja kenapa kamu hampir menabrak? " tanyanya.

Aurel baru sadar jika orang yang hampir tertabrak oleh nya adanya Abi.

Melihat Aurel hanya diam saja membuat Abi yakin jika Aurel tidak dalam keadaan baik, apalagi Abi mendapati mata Aurel yang terlihat habis menangis.

" Aku akan mengantar mu pulang. " ucap Abi. Aurel tanpa menolak langsung keluar membiarkan Abi duduk di bangku kemudi, lalu dirinya duduk di samping Abi.

Abi melajukan mobilnya.

" Aku gak mau pulang ke rumah " ucap Aurel yang melihat Abi membawa mobil ke arah rumah orang tuanya.

" Oh.. mau aku antar ke rumah suami mu? "

" Gak. "

" Terus? "

" Aku gak mau pulang. "

Abi menatap Aurel yang terlihat sedih " Apa dia ada masalah. " Karena Aurel tidak ingin pulang ke rumahnya, Abi membawa Aurel ke apartemen nya yang tidak jauh dari tempatnya berada sekarang.

Aurel tanpa banyak bicara mengikuti Abi yang berjalan memasuki gedung apartemen, tatapannya begitu kosong.

Setelah masuk ke dalam apartemen yang tidak begitu mewah seperti apartemen milik Davon, namun sangat nyaman dan terlihat bersih. Aurel tanpa permisi melenggang menuju kamar milik Abi, karena di sana hanya ada satu kamar.

Aurel menangis sejadi-jadinya sambil meringkuk di ranjang yang tidaklah luas itu. Abi yang melihat Aurel menangis hanya diam, membiarkan Aurel meluapkan kesedihannya.

Dia sudah mengenal Aurel begitu dalam sehingga tau jika Aurel sedang bersedih, yang hanya di butuhkan adalah kesendirian tidak ingin di ganggu siapa pun.

Abi pergi ke dapur membuatkan secangkir coklat hangat kesukaan Aurel, dan meletakkannya di atas nakas tepat di samping ranjang tanpa mengeluarkan suara sedikit pun.

Abi merebahkan tubuhnya di sofa, cukup lelah hari ini dengan aktivitas nya. Perlahan Abi memejamkan matanya, meski banyak pertanyaan yang ada di kepalanya tentang Aurel, dia menahannya semuanya dan menunggu waktu yang tepat.

*

Pagi hari Abi sudah menyiapkan sarapan untuk mereka berdua.

Ceklek.. pintu kamar terbuka. Aurel terlihat lebih segar dari semalam.

" Abi, maaf.. aku pake baju kamu. " ujar Aurel yang memakai kaos Abi yang terlalu besar bagi tubuhnya.

Abi mengangguk, " Ayo sarapan dulu. "

Aurel menurut duduk di kursi meja makan.

" Mau aku antar pulang? " tanya Abi memecahkan keheningan.

Aurel menggeleng. " Boleh aku disini dulu. "

" Boleh aja. tapi apa gak di cariin suami mu? "

" Dia gak bakal nyariin aku. "

Abi terdiam, " Apa kamu ada masalah? "

" Emm.. begitulah.. "

Tidak sengaja pandangan mereka bertemu, membuat Aurel dan Abi terdiam sejenak. Kenangan masalalu terlintas begitu saja di pikiran mereka.

Beberapa tahun yang lalu mereka menjalin kasih, sama-sama mencintai. Hubungan mereka memang tidak ada yang pernah tau sekalipun Giska sahabat dekatnya.

Waktu itu, Aurel pergi berlibur dengan Willona ke Bandung. Takdir Tuhan yang mempertemukan mereka di salah satu tempat wisata, dan Abi menjadi salah satu guide yang menemani mereka mengelilingi kota Bandung.

Beni-benih cinta tumbuh begitu saja, meski bertemu dalam waktu singkat. Semenjak bertemu dengan Abi, Aurel sering menyempatkan diri untuk menemuinya, dia rela bolak balik Jakarta-Bandung di saat Weekend.

Abi juga selalu meluangkan waktunya untuk Aurel, meski dia sangat sibuk bekerja sambil meneruskan kuliah nya. Bahkan dia rela seharian tidak mengistirahatkan tubuhnya hanya demi Aurel.

Hubungan mereka akhirnya diketahui oleh Willona, kaka perempuan Aurel. Dan sangat di tentang oleh Willona saat mengetahui perekonomian Abi sangatlah tidak spadan.

" Siapa namanya? " tanya Aurel saat melihat figura yang terpajang di nakas.

" Aksa " jawab Abi dengan nada lirih.

" Maaf.. " ucap Aurel yang sudah kembali berderai air mata. " Maafkan aku. " Aurel menundukkan kepalanya menyembunyikan wajahnya yang begitu malu atas semua perbuatannya pada lelaki yang ada di hadapannya.

Abi bergeming melihat Aurel menangis, ingin sekali memeluk wanita yang masih mengisi hatinya, namun dia sadar diri jika Aurel milik pria lain.

" Jangan menangis.. dia baik-baik saja, dia tumbuh jadi anak yang pintar. "

Mendengar itu membuat Aurel semakin menyesali perbuatannya. Jika saja dia tidak menuruti perintah kakanya, mungkin semua ini tidak akan terjadi.

" Kau bisa menemuinya, jika kau mau. "

Aurel menggeleng, " Aku sangat malu.. aku sangat hina. " Aurel terus menerus menerus menangis, membuat Abi tidak tahan melihatnya.

Perlahan Abi mendekat duduk di samping Aurel " Aku bersedia meminjamkan bahu ku. "

Aurel tanpa pikir panjang menangis di bahu Abi, meluapkan rasa sedihnya. Abi mengelus punggung Aurel untuk memberikan ketenangan.

Ada rasa nyaman ketika Aurel berada di pelukan Abi, pelukan yang dulu menghiasi hari-harinya. Bahu yang dulu selalu bersedia menopang kebahagiaan dan kesedihannya.

Aurel merasa dirinya benar-benar bodoh meninggalkan laki-laki yang tulus mencintainya. Tapi semua itu sudah menjadi kenangan yang tak bisa terulang kembali.

*

*

*

Bye.. bye..