Sahara tak pernah menyangka akan pernyataan cinta Cakra yang tiba-tiba. Berjalan bersama komitmen tanpa pacaran, sanggupkah mereka bertahan di atas gempuran hubungan rumit kedua orang tua Cakra dan Sagara yang ternyata adalah ayah kandung Sahara.
Apakah Cakra dan Sahara akan bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mimah e Gibran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. sinyal hati
Sebelum Om Sagara benar-benar mendekati mamanya, Cakra akan lebih gesit memperjuangkan Sahara. Bahkan ia sudah menyiapkan effort demi mengikat gadis itu menjadi kekasihnya. Dengan langkah tegap meninggalkan parkiran menuju depan gerbang menanti si juwita dambaan hati. Benar saja, tak berselang lama Sahara datang diantar papanya. Memperhatikan Sahara salim pada Sagara membuat Cakra senyum dari kejauhan.
"Tuh udah ditungguin," tunjuk Sagara pada Cakra.
"Papa ih, itu kan Cakra."
"Iya, tapi yang jelas dia nungguin kamu. Senyum-senyum gitu, emang ya pesona anak papa ini tak terbantahkan. Sangat mirip dengan mama." tanpa sadar Sagara membahas sekilas tentang Kinara yang ada pada diri Sahara.
"Aku kan nggak tahu mama seperti apa," cicit Sahara pelan. Sagara langsung mengusap lembut rambut putrinya dan menenangkan Sahara.
"Mamamu ya seperti dirimu ini, persis! Jadi meskipun mama nggak bersama kita, papa janji akan memberikan kasih sayang penuh papa hanya buat kamu."
"Papa nggak pengen nikah lagi?" tanya Sahara tiba-tiba membuat Sagara langsung menatapnya dengan bingung.
"Papa nggak pengen nikah lagi gitu?" ulang Sahara dengan polosnya.
Sagara meneggeleng, sementara merasa lama Cakra pun menghampiri Sahara karena bell masuk sebentar lagi.
"Pagi Om," sapa Cakra.
"Pagi Cakra, titip Sahara ya? Om mau langsung ke kantor." Sagara beralih menatap lekat putrinya lalu pamit.
"Sekolah yang rajin, kalau ada apa-apa langsung kabari papa. Eh ngomong-ngomong papa dari kemarin lupa kamu nggak pengen ganti ponsel? Mau papa berikan yang lebih bagus atau mahal?" tawar Sagara. Sontak Cakra langsung harap-harap cemas menanti jawaban Sahara karena memang ponsel yang beberapa waktu lalu ia hadiahkan tak seberapa harganya.
"Enggak, Pa! Ini ponsel kenangan dari orang tersayang," gumam Sahara pelan. Merasa Cakra akan tersinggung jika ia mengiyakan, toh bagi Sahara ponsel pemberian Cakra adalah kado terindah. Laki-laki itu pasti sudah bersusah payah menabung untuknya.
"Yaudah kalau gitu, papa berangkat ya!" Sagara melambaikan tangan sebelum benar-benar masuk ke dalam mobil.
***
Cakra berdehem mensejajari Sahara dengan hati entah, senang sekaligus merasa bersalah membuat gadis itu menolak tawaran papanya sendiri.
"Sahara, kamu nggak seharusnya nolak tawaran papa kamu. Apalagi ponsel dariku emang butut, cuma hasil manen celengan ayam," gumam Cakra. Mereka tengah berjalan menuju kelas masing-masing sebelum akhirnya berpisah di ujung koridor kelas tiga.
"Aku lebih suka ponsel dari kamu," gumamnya pelan.
"Kalau sama yang ngasih, suka?" tanya Cakra.
"Suka." Singkat Sahara sebelum melarikan diri. Gadis itu melengos pergi setelah berhasil membuat hati Cakra mendadak gempa karena kata suka yang terucap. Pelan tapi pasti, gadis itu mulai memberi sinyal menerima.
"Ngapain? Habis lihat se tan?" tanya Mey melihat sepagi ini Sahara sudah ngos-ngosan dengan keringat dan lari ngibrit sampai kelas.
"Astaga, enggak!" serunya mengusap dada karena kaget.
"Terus?"
"Ada deh, ceritanya panjang!" Dengus Sahara lantas mengeluarkan bukunya setelah guru masuk ke dalam kelas.
Mey cemberut, ia memperhatikan Sahara yang tampak mencurigakan. Pasalnya, gadis itu terbilang anak baru tapi berhasil membuat kakak senior nempelin kaya perangko.
Jam istirahat Sahara gunakan untuk ke perpustakaan. Ia butuh pengalihan barang sejenak dari debar-debar aneh dalam da da saat menghadapi Cakra.
"Boleh gabung," seru seorang pria berkaca mata tanpa sungkan.
"Boleh, silahkan." Sahara merasa tak keberatan kalau harus berbagi meja. Toh meja perpus memang besar dan panjang. Sedang laki culun itu duduk tepat di seberangnya dengan membawa buku tentunya untuk menutupi wajahnya.
"Hah, mau kemana lagi. Setor gendut," seru siswa bad bersama gerombolannya.
Sahara mendongkak, ia melihat betapa laki-laki culun itu ditarik telinganya oleh gerombolan siswa kurang ajar.
"Kalian kalau berani jangan keroyokan," tegur Sahara yang merasa kasian.
"Cih, anak baru rupanya!" decih siswa bertubuh tambun tampak sang ar karena wajahnya yang garang.
"Emang kenapa kalau anak baru? Jangan mentang-mentang anak lama terus semena-mena! Kita disini sama, cuma buat menuntut ilmu."
"Ha ha ha, menuntut ilmu. Heh, neng cantik! Ilmu itu nggak salah, jadi ngapain capek-capek nuntut ilmu," decihnya masih tak terima kegiatannya merampas uang saku diganggu oleh Sahara.
Sahara melengos saat melihat kode dari si anak culun, ia lantas bersembunyi di balik rak buku ujung untuk mengirim pesan pada Cakra.
Tak berselang lama, si penyelamat datang lengkap bersama Rival dan Arman.
Melihat pemandangan adik kelas yang songong lantas membuat Cakra geram.
"Mau jadi preman sekolah," sengaknya.
"Ampun bang ampun, tadi kami cuma bercanda. Iya kan culun," desaknya pada si culun.
"Bohong!" Sahara muncul dan menatap penuh cibiran. Mereka mau rampas uang sakuku Cakra!" seru Sahara menarik lengan Cakra dan melingkarkannya disana.
"Eh, cari ma ti rupanya!"
Sontak preman junior seangkatan Sahara langsung kocar kacir pergi.
Sempat terhalang Rival dan kena tendangan Arman mereka masih sempat menggerakan tangan kode pukul pada Sahara seolah isyarat, tunggu saja balasan kita!
Sahara mendelik lalu melepaskan tangannya dari Cakra.
"Kamu repot-repot ngabarin aku demi bantuin cowok lain?" cibir Cakra.
Sahara hanya meringis, "kasian kalau nggak dibantuin. Lihat mukanya melas gitu," bisik Sahara.
Pemuda berkaca mata itu lantas mengucapkan banyak terima kasih pada Cakra dan kawanannya sebelum benar-benar meninggalkan perpustakaan.
"Kayaknya mesti dibasmi hama-hama Pelita harapan," seru Arman.
"Yoi, takutnya adik-adik jadi korban setelah kita lulus. Siapa yang jagain Sahara coba, gak mungkin kan ada judul baru pembalasan seorang siswa satu tahun kemudian. Jadi was was juga," seru Rival.
"Aku yang akan jagain Sahara," seru Cakra menarik tangan Sahara keluar perpustakaan.
"Bener juga yang dibilang Rival, kalau kamu lulus aku gimana Cakra," seru Sahara mulai termakan omongan teman Cakra.
"Ya kamu tetep sekolah dengan baik, kamu harus bisa jaga diri kamu sendiri. Lawan orang-orang kaya gitu, aku juga gak bisa terus jagain kamu Sahara meski aku ingin," gumam Cakra.
"Kamu kayak mau ninggalin aku aja," dengus Sahara merasa firasat Cakra akan jauh darinya.
"Perasaan kamu aja kali, aku nggak akan ninggalin kamu kok. Nanti pulang bareng ya, jangan minta jemput Om Sagara gimana?" pinta Cakra.
Sahara mengangguk, "yaudah aku kabarin papa dulu."
***
Pulang sekolah, seperti janji Sahara ia akan pulang bersama Cakra. Namun, sudah hampir lima belas menit menunggu laki-laki itu belum menampakkan batang hidungnya.
"Ck! Cakra kemana sih?" gumamnya mulai khawatir.
"Cieee nungguin," bisik Cakra tiba-tiba sudah berada di belakang Sahara dengan sekuntum mawar merah yang Cakra curi dari taman depan ruang guru.
"Mawar cantik untuk Sahara-ku yang paling cantik," serunya membuat Sahara merona malu sekaligus deg-degan.