Liana adalah seorang wanita yang paling berbahagia karena ia bisa menikah dengan lelaki pujaannya, Yudistira. Hidupnya lengkap dengan fasilitas, suami mapan dan sahabat yang selalu ada untuknya, juga orang tua yang selalu mendukung.
Namun, apa yang terjadi kalau pernikahan itu harus terancam bubar saat Liana mengetahui kalau sang suami bermain api dengan sahabat baiknya, Tiara. Lebih menyakitkan lagi dia tahu Tiara ternyata hamil, sama seperti dirinya.
Tapi Yudistira sama sekali tak bergeming dan mengatakan semua adalah kebohongan dan dia lelah berpura-pura mencintai Liana.
Apa yang akan dilakukan oleh Liana ketika terjebak dalam pengkhianatan besar ini?
"Aku gak pernah cinta sama kamu! Orang yang aku cintai adalah Tiara!"
"Kenapa kalian bohong kepadaku?"
"Na, maaf tapi kami takut kamu akan...."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Poporing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 19 : Konsultasi pertama
Liana akhirnya tiba di tempat prakteknya Dimas. Begitu masuk ke dalam ia segera dipersilahkan untuk langsung masuk saja oleh si asisten, karena kunjungan Liana memang sudah terjadwal sebelumnya.
"Silahkan, Bu Liana, segera masuk saja," ucap wanita di depan dengan ramah.
"Oh baik, terimakasih," balas Liana tersenyum.
Ia melihat ke sebuah ruangan dengan pintu yang masih tertutup, dan memutuskan untuk segera membukanya tanpa ragu.
Di dalam Dimas terlihat sedang duduk sambil membaca-baca sesuatu di tangannya. Mungkin itu berkas-berkas milik pasiennya.
"Selamat pagi, Dok," ujar Liana menyapa pria itu.
"Oh ya, Silahkan duduk. Santai saja ya, gak perlu sungkan," ucapnya kepada Liana.
Liana hanya tersenyum kecil dan mengangguk pelan. Ia menutup pintu ruangan itu kembali dan segera duduk di depan Dimas.
"Bagaimana waktu datang kemari? Kantornya gampang dilihat 'kan?" Tanya pria itu yang bertanya soal pengalaman Liana waktu berkendara menuju tempatnya.
"Enggak susah sih, memang mudah terlihat di jalan," jawab Liana saat mengingat tempat praktek Dimas terbilang ramah di mata dan berada di jalan raya utama. Jadi bisa cepat ketemu, gak perlu repot mutar-mutar cari jalan atau masuk ke dalam perumahan yang bisa bikin kepalanya pusing.
"Mau minum apa nih?" Tawar pria itu.
"Oh, gak perlu sungkan, kita langsung saja bagaimana?" Balas Liana yang merasa sikap Dimas sedikit berlebihan. Dia ingin cepat-cepat menyelesaikan semuanya dan pulang.
"Oh, gak apa-apa, biar kita bisa ngobrol lebih rileks. Anggap saja saya seperti teman, ya?" Dimas agaknya sedikit memaksa.
"Ya sudah, terserah," jawab Liana akhirnya menyerah. Dia tidak mau berdebat dengan Dimas.
Dimas pun segera mengangkat telepon yang berada pada sisi kanan meja, kemudian ia kembali melihat Liana sejenak dan bertanya, "mau minum apa? Air putih dingin, hangat? Teh, kopi atau jus?" Ia menawarkan semua minuman itu dengan gaya yang sedikit lucu.
Liana sempat tertawa sebentar karena Dimas saat ini lebih mirip seperti seorang pelayan restoran yang sedang menawarkan minuman dibanding seorang psikolog.
Namun, pada akhirnya Liana pun memutuskan dan berkata, "kalau boleh teh manis dingin?"
"Oke," jawab Dimas dengan cepat.
Pria itu sepertinya menghubungi bagian OB dan memesan minuman untuk Liana. "Mas minuman teh manis dingin sama kopi pahit saya bawa kemari," ucapnya.
Setelah menyelesaikan urusan kecil itu, Dimas kembali beralih fokus kepada Liana. Awalnya, pria itu terlihat ragu, tapi hanya berselang beberapa detik ia kembali profesional dan mulai bertanya.
"Sebelumnya saya mau minta maaf, tapi kata Ibunya, apa benar kamu memiliki masalah percintaan?" Ia menatap Liana sejenak sambil memperhatikan gerak-gerik wanita itu.
"Jadi Ibu udah cerita semua tentang rumah tangga saya dan Mas Yudis?" Liana balas bertanya. Sekarang justru dia yang mencoba mengamati reaksi dari Dimas.
Dimas tampaknya agak terkejut setelah Liana bisa berbicara dengan tenang membahas soal rumah-tangannya sekarang yang bisa dikatakan, yah berantakan karena pihak ketiga.
"Yah, kira-kira begitulah..., tapi Ibumu belum menjelaskan semuanya dengan detail sih...," balas Dimas dengan jujur kalau dia memang sudah diberitahu sedikit (tapi jauh lebih banyak dari yang Liana tahu) tentang percintaan Liana.
"Aku menikah dengan dia baru satu tahun, tapi dia sudah berani berkhianat dengan sahabatku sendiri!" Liana yang tadinya tenang mendadak emosinya meluap. Tangannya mengepal sangat kuat di atas meja.
"Kalau boleh tau, siapa nama perempuan itu?" Dimas tampak penasaran.
"Namanya Tiara, Mutiara," jawab Liana dengan penuh emosional.
...****************...
Sementara itu di rumah Tiara terlihat gelisah. Ia berharap usaha Yudis untuk bertemu dan berbicara dengan orangtua Liana akan berjalan lancar tanpa masalah yang berarti.
"Aduh, semoga saja mereka mau mengerti dan tidak memperpanjang masalah ini," ucap Tiara sambil berdoa dalam hati.
Kembali ke Liana yang sudah terlihat lebih rileks mengobrol dengan Dimas. Mereka berbicara layaknya teman lama sambil menikmati minuman di tengah cuaca yang sedang terik.
"Kami bersahabat di kampus, aku dan Tiara sanget dekat, bahkan dia tahu semua bagaimana perasaanku dengan Yudis saat itu." Liana berbicara sambil mengenang masa lalunya saat masih menjadi mahasiswi di kampus, tempat di mana ia mengenal dengan Yudis dan Tiara, lalu mereka bertiga akhirnya menjadi sahabat karena satu kejuruan.
"Aku percaya padanya, karena ia terlihat sangat manis, polos dan jujur, jadi aku sama sekali tak curiga...," ujarnya sambil menghela napas. Dia masih ingat saat kabar pertama datang dari Sasya yang mengatakan Tiara sebenarnya juga suka kepada Yudis. Saat itu posisinya Liana sudah bertunangan.
"Apa kamu pernah bertanya langsung dengan Tiara?" Di sini Dimas hanya mencoba mengamati dan menggali informasi lebih dulu dari Liana.
"Yah, aku pernah bertanya langsung kepadanya tapi dia langsung mengelak," jawab Liana dengan hembusan napas kecil. Kalau diingat-ingat ia jadi merasa sesak, betapa pintarnya Tiara berbohong waktu itu.
Dimas tampak mengangguk-angguk, mendengarkan semua cerita Liana. Wanita itu tampak benar-benar sedih dan depresi yang bercampur dengan kekecewaan dan mungkin juga amarah.
"Sekarang Yudis berselingkuh dengan Tiara?" Tanya Dimas yang langsung memancing reaksi keras.
"Ya, dan wanita itu ternyata sudah hamil besar! Itu artinya mereka tetap menjaga hubungan baik 'kan?" Balas Liana yang kelihatannya emosi.
"Sekarang apa yang kamu inginkan?" Kali ini Dimas menanyakan sesuatu yang lebih dalam. Tujuan Liana setelah semua ini terjadi....
Liana menunduk, ia sendiri tampak kebingungan untuk memberi jawaban. Ia beranggapan apa yang sudah dibangunnya susah-payah selama ini hancur dalam sekejap.
"Kalau kau merasa terbebani, kenapa tidak mencoba untuk membuang beban itu, Liana?" Ucap Dimas yang kali ini memberanikan diri untuk memberikan sedikit nasihat.
"Lalu, membiarkan mereka hidup bahagia? Sementara aku harus menderita dan menjalani kehamilan seorang diri?" Pertanyaan itu tajam dilontarkan oleh Liana bagai sebilah pedang.
Wanita itu menggeleng, ia sepertinya tidak sependapat dengan usulan Dimas. Dia bukan saja dikhianati oleh Yudis dan Tiara, tapi oleh keluarga besar dan teman-teman pria itu. Kalau sampai ia menyerah pada pernikahannya sekarang, maka semua orang akan tertawa karena dia menjadi seorang badut di atas panggung yang telah mereka buat.
Bukan hanya dirinya, tapi keluarga besar Liana tentu akan merasa sangat dipermalukan kalau sampai itu terjadi. Dia tidak rela.
"Aku akan mencoba bertahan sebisa mungkin, dan aku gak akan membiarkan Yudis dan Tiara bisa bertindak bebas sesukanya! Akan aku buat Tiara sulit menemui Yudis!" Ujar Liana yang diam-diam berniat untuk membalas perbuatan Tiara terhadapnya.
"Itu namanya kamu dendam, Liana...." Dimas menghela napas kecil, merasa tindakan Liana hanya akan mengakibatkan masalah baru.
"Istri mana yang tidak akan dendam diperlakukan seperti ini?" Liana menatap ke arah Dimas seakan mencari jawaban.
"Hah, baiklah..., kita sudahi dulu sesi pertama, nanti kita lanjutkan setelah makan siang, bagaimana?" Balas Dimas yang memutuskan untuk tidak mengomentari apapun lagi. Liana agaknya memang cukup keras kepala.
Wanita itu tak menjawab, tapi ia segera berdiri dan meninggalkan ruangan. Suasana hatinya pasti sekarang berubah, dan Dimas hanya bisa menghela napas.
"Ternyata dia lebih pelik dari yang aku kira...."
Apakah Dimas dapat menangani Liana dan perlahan merubah pendiriannya? Atau Liana justru akan semakin tegas untuk tak membiarkan pelakor merebut suami dan merusak rumah-tangga yang sudah dibangunnya selama satu tahun?
.
.
.
Bersambung....
A/N : Selamat membaca, segala kritik dan saran akan aku tampung, terimakasih.
dan saat nanti trbukti liana memang hamil.... jgn lgi ada kta mnyesal yg berujung mngusik ketenangan hidup liana dan anknya....🙄🙄
dan untuk liana.... brhenti jdi perempuan bodoh jdi jdi pngemis cinta dri laki" yg g punya hati jga otak...
jgn km sia"kn air matamu untuk mnangisi yudis sialan itu..
sdh tau km tak prnah di anggp.... bhkn km matpun yudis g akn sedih liana....
justru klo yudis km buang.... yg bkalan hidup susah itu dia dan gundiknya...
yudis manusia tak tau diri.... g mau lepasin km krna dia butuh materi untuk kelangsungan hidup gundik dan calon anaknya...
jdi... jgn lm" untuk mmbuang kuman pnyakit...