NovelToon NovelToon
Belenggu Madu Pilihan Istri Ku

Belenggu Madu Pilihan Istri Ku

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Penyesalan Suami / Dokter / Menikah Karena Anak
Popularitas:6.2k
Nilai: 5
Nama Author: Nuna Nellys

"Aku hanya minta satu tahun, Jingga. Setelah melahirkan anak Langit, kau bebas pergi. Tapi jangan pernah berharap cinta darinya, karena hatinya hanya milikku.” – Nesya.

_______

Di balik senyumnya yang manis, tersimpan rahasia dan ambisi yang tak pernah ku duga. Suamiku terikat janji, dan aku hanyalah madu pilihan istrinya—bukan untuk dicinta, tapi untuk memenuhi kehendak dan keturunan.

Setiap hari adalah permainan hati, setiap kata adalah ujian kesetiaan. Aku belajar bahwa cinta tidak selalu adil, dan kebahagiaan bisa datang dari pilihan yang salah.

Apakah aku akan tetap menanggung belenggu ini… atau memberontak demi kebebasan hati?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuna Nellys, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

19. Langit Mode Ustadz

...0o0__0o0...

...Mobil melaju pelan di jalan raya. Suasana di dalamnya masih berat, tapi Langit berusaha menjaga ketenangan. Tangannya tetap di setir, sementara sesekali ia melirik ke arah Jingga yang menunduk, memeluk tas di pangkuan-nya....

...Dengan suara lembut, Langit mulai bicara....

...“Jingga, kakak ingin cerita sesuatu. Rasulullah ﷺ, manusia paling mulia, juga pernah menghadapi ujian rumah tangga. Bahkan dengan Sayyidah Aisyah, istri yang beliau cintai…”...

...Jingga perlahan menoleh, meski matanya masih basah....

...“Suatu hari,” lanjut Langit, “Aisyah cemburu karena Rasulullah memberi perhatian pada istri lain. Rasa sakitnya nyata, sampai ia marah. Tapi Rasulullah tidak membalas dengan amarah. Beliau menenangkan, merangkul, dan mengingatkan dengan kasih. Itulah teladan. Bahwa rumah tangga tidak luput dari cemburu, dari luka, tapi cinta dan sabar selalu jadi jalan penyembuh.”...

...Jingga terdiam, hatinya bergetar mendengar kisah itu....

...Langit tersenyum kecil, menahan perih dalam dadanya sendiri. “Aku bukan Rasulullah, jauh sekali. Aku hanya manusia biasa yang mudah khilaf. Tapi yang Aku pelajari dari beliau… ketika istri terluka, suami tidak boleh meninggikan suara. Tidak boleh membalas sakit dengan sakit. Kakak ingin belajar itu, mulai dari sekarang.”...

...Suara Jingga akhirnya pecah, lirih namun jelas....

...“Tapi aku masih takut, Kak… kalau nanti aku yang selalu jadi pilihan kedua.”...

...Langit menoleh sebentar, matanya berair, lalu kembali fokus ke jalan....

...“Aku bersumpah dengan nama Allah, kamu bukan pilihan kedua. Kamu amanah yang Allah titipkan. Dan kalau Aku lalai, itu bukan karena kamu tidak berharga, tapi karena Aku masih kalah dengan nafsu. Kakak akan terus belajar, agar bisa jadi suami yang pantas untuk mu, juga untuk Nesya.”...

...Jingga menunduk lagi, menggenggam erat tasnya. Hatinya masih sakit, tapi kata-kata Langit terasa seperti tetes air di padang tandus. Luka itu belum sembuh, tapi perlahan mendapat obat....

...Mobil terus melaju. Kali ini, keheningan yang tercipta bukan lagi dingin penuh luka, melainkan hening yang pelan-pelan mengurai kerikil di hati keduanya....

...Mobil hampir memasuki area kampus. Gedung-gedung mulai terlihat, mahasiswa lalu-lalang di trotoar. Namun suasana di dalam mobil tetap sunyi. Hanya deru mesin yang terdengar....

...Jingga menggenggam resleting tasnya erat-erat, jantungnya berdebar. Kata-kata Langit tentang teladan Rasulullah masih terngiang di kepalanya. Ia tak ingin luluh, tapi hatinya terlalu lemah untuk terus menolak....

...Perlahan, ia membuka suara, hampir seperti bisikan....

...“Terima kasih, kak… sudah mau bicara dengan cara seperti tadi.”...

...Langit menoleh sejenak, terkejut mendengar ucapannya. Senyum tipis muncul di wajahnya....

...“Aku yang harusnya berterima kasih, karena kamu masih mau dengar meski hati kamu sedang marah dan terluka.”...

...Jingga tidak menatap, hanya menunduk sambil mengusap ujung matanya....

...“Aku belum bisa percaya penuh… tapi aku akan coba belajar, kak.”...

...Langit menghela napas dalam-dalam, seakan beban di dadanya sedikit terangkat....

...“Itu sudah lebih dari cukup untuk kakak, Dek.”...

...Keheningan kembali turun, namun kali ini lebih hangat. Ada celah kecil yang terbuka, memberi jalan bagi cahaya untuk masuk di antara hati mereka yang retak....

...Mobil akhirnya berhenti tepat di depan gerbang kampus....

...Mobil berhenti di tepi jalan, tepat di depan gerbang kampus. Mahasiswa lalu-lalang, suasana ramai, tapi di dalam mobil itu waktu terasa melambat....

...Jingga sudah membuka pintu sedikit, bersiap turun, tapi langkahnya tertahan ketika Langit memanggil pelan....

...“Jingga…”...

...Gadis itu menoleh sekilas, matanya masih merah karena tangis yang ia tahan sejak tadi....

...Langit menatapnya dalam, suaranya lembut namun tegas....

...“Kakak tahu, kata-kata saja tidak cukup untuk menyembuhkan luka. Tapi percayalah, Aku sedang berusaha sekuat tenaga untuk berlaku adil. Jangan biarkan rasa sakit mu menutupi kenyataan bahwa Aku benar-benar peduli.”...

...Jingga menunduk, menggigit bibirnya. Ada getar halus di matanya....

...Langit melanjutkan, “Kalau hati mu masih berat, jangan di pendam sendiri. Sampaikan ke kakak. Jangan takut menyakiti dengan kejujuran mu, karena justru diam itu yang bisa menghancurkan rumah tangga.”...

...Sejenak Jingga terdiam. Nafasnya tercekat. Ia mengangguk pelan, tanpa berani berkata banyak....

...Langit tersenyum samar, lalu menambahkan,...

...“Belajarlah percaya sedikit demi sedikit. Kakak tidak minta semuanya sekarang. Cukup izinkan Aku membuktikan lewat sikap, bukan sekadar kata.”...

...Jingga akhirnya berani menatap, meski singkat. “Aku… akan coba, Kak.”...

...Langit menatapnya dengan mata yang teduh. “Itu sudah cukup menenangkan untuk kakak.”...

...Dengan hati yang masih bimbang, Jingga akhirnya turun dari mobil. Langit memperhatikan langkahnya masuk ke gerbang kampus, hatinya di penuhi doa agar istrinya itu tidak lagi merasa sendirian....

...Langkah kaki Jingga terasa berat saat melewati gerbang kampus. Dari luar ia tampak tenang, namun di dalam dadanya masih ada riak-riak luka yang belum padam....

...Kata-kata Langit di mobil tadi memang sedikit menyejukkan, tapi bayangan pagi yang penuh kekecewaan tetap membekas....

...Jingga berjalan pelan, menatap teman-teman seangkatannya yang sudah sibuk dengan aktivitas masing-masing. Ada rasa iri yang menyelinap—ingin hidupnya sederhana, tanpa harus memikirkan status istri kontrak, tanpa harus menanggung cemburu dan amarah yang bukan miliknya....

...Hatinya berbisik, "Seandainya Kak Langit benar-benar bisa membuktikan… mungkin aku bisa percaya."...

...Baru saja Jingga ingin menghela napas panjang, sebuah suara familiar memanggil namanya....

...“Jingga ?”...

...Jingga menoleh....

...Ikbal berdiri tidak jauh, masih dengan caranya yang sopan. Ia menundukkan sedikit kepala, seolah menjaga jarak agar orang lain tidak salah paham. Di tangannya ada beberapa buku kuliah....

...“Kamu bik-baik saja ?” tanya Ikbal hati-hati....

...Jingga mengangguk singkat, tanpa banyak kata....

...Ikbal tersenyum kecil, meski matanya menyiratkan sesuatu yang lebih dalam. “Syukurlah. Aku tadi sempat khawatir kamu terluka sendirian.”...

...Jingga merasakan hangat aneh di dadanya—bukan cinta, melainkan rasa nyaman karena sikap perhatian Ikbal yang tulus. Namun justru hal itu membuatnya semakin bingung, karena di saat yang sama, bayangan wajah Langit terus menempel erat dalam pikirannya....

...“Terima kasih, Ikbal,” ucap Jingga pelan....

...Mereka berjalan beriringan menuju gedung kuliah. Jingga berusaha menjaga sikap, tetap menunduk, menjaga jarak....

...Tapi di kejauhan, di balik kemudi mobil yang belum beranjak, sepasang mata mengawasi dengan hati yang bergejolak....

...Langit....

...Ia masih di sana, menatap punggung istrinya yang kini berjalan bersama lelaki masa lalunya. Sebuah rasa cemburu membakar dada, meski ia tahu ia tidak punya hak untuk marah—karena dialah yang pertama kali mengecewakan....

...Langit tak tahan lagi hanya duduk di balik kemudi. Dadanya bergejolak, namun pikirannya mencoba mengingatkan: Aku seorang suami. Marah hanya akan merusak. Aku harus hadapi dengan cara yang benar....

...Langit mematikan mesin mobil, keluar dengan langkah tenang. Beberapa mahasiswa yang melihat langsung memberi salam, karena memang wajah Langit sudah di kenal—putra pemilik pesantren besar....

...Langit menjawab dengan ramah, lalu pandangan-nya lurus tertuju pada sosok Jingga dan Ikbal yang berjalan berdampingan....

...“Ikbal.” Suara Langit terdengar mantap, memanggil dari belakang....

...Ikbal dan Jingga spontan menoleh. Ada ketegangan sejenak, terutama di wajah Jingga yang takut masalah semakin rumit....

...Ikbal menarik napas, lalu menatap Langit dengan hormat. “Assalamu’alaikum, Bang.”...

...“Wa’alaikumussalam,” jawab Langit, langkahnya mendekat. Sorot matanya tajam, tapi bukan karena amarah, melainkan ketegasan seorang lelaki yang paham menempatkan diri....

...Langit menoleh sebentar pada Jingga, lalu kembali fokus pada Ikbal....

...“Terima kasih sudah peduli pada istri saya. Saya hargai itu. Tapi sebagai seorang laki-laki, kamu tentu tahu batasan dalam syariat. Antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, ada adab yang harus di jaga.”...

...Ikbal menunduk. “Saya paham, Bang. Niat saya tadi hanya ingin membantu, karena saya tahu Jingga benar membutuhkan bantuan.”...

...Langit mengangguk perlahan. “Saya tidak menyalahkan niat baik mu. Menolong itu pahala, asal dengan cara yang benar. Tapi ingat, setan itu masuk dari celah kecil. Hari ini niatnya menolong, besok bisa jadi fitnah yang tak terelakkan. Kamu ngerti maksud saya, kan ?”...

...Ikbal terdiam. Kata-kata itu menohok sekaligus membuatnya merasa di hargai—karena Langit menegur dengan cara yang santun, bukan dengan amarah....

...Jingga menatap keduanya, hatinya berkecamuk. Ada rasa lega karena Langit mampu menahan diri, tapi juga ada rasa bersalah, karena tanpa sadar ia membuat keadaan jadi serumit ini....

...Langit lalu menepuk bahu Ikbal dengan sikap persaudaraan. “Saya percaya kamu anak baik. Jadi mari kita sama-sama jaga adab ini, agar tidak jadi fitnah di mata orang lain.”...

...Ikbal menatap Langit, lalu mengangguk. “Baik, Bang. Saya paham.”...

...Langit tersenyum tipis, lalu menggandeng tangan Jingga dengan lembut—bukan untuk menunjukkan kepemilikan, tapi lebih kepada tanggung jawab....

...“Ayo, Jingga. Kakak antar sampai kelas.”...

...Jingga terdiam, jantungnya berdegup kencang. Ada wibawa lain yang ia rasakan dari Langit saat ini—bukan hanya sebagai suami, tapi sebagai lelaki yang benar-benar paham menjaga harga diri dan agamanya....

...Langit menggandeng tangan Jingga dan melangkah mantap menuju gedung kuliah. Di sisi lain, Ikbal hanya bisa berdiri mematung di tempat, matanya mengikuti punggung keduanya yang perlahan menjauh....

...Ada sesak yang tak bisa ia sembunyikan....

...Sejak awal, ia tahu Jingga sudah bukan miliknya lagi. Tapi melihat perempuan yang pernah begitu ia cintai kini di gandeng suaminya, yang jelas-jelas seorang tokoh berwibawa, membuat hatinya bergetar aneh—antara menyesal, ikhlas, dan masih ada sisa rasa yang sulit di hapuskan....

...Ikbal menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. "Aku harus ingat… dia bukan milikku lagi. Tugasku sekarang hanya belajar, menata masa depan. Kalau aku terus mendekat, aku justru akan menodai dirinya, dan diriku sendiri."...

...Namun di lubuk hatinya yang terdalam, ada suara lirih yang berbisik: "Andai waktu bisa diputar, mungkin aku tidak akan pernah melepasnya."...

...Ikbal tersenyum getir, lalu berbalik langkah, mencoba mengubur perasaannya dalam-dalam. Tapi bayangan Jingga tetap menempel, seakan menolak pergi....

...0o0__0o0...

1
Ita rahmawati
lah dari awal santrinya pada ramah² dn menyambut dg baik kirain udh tau itu bininya langit ternyta blm tau toh 🤦‍♀️🤦‍♀️
Baskom Majikom
jingga yang di puji, gue yang salting. /Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Baskom Majikom
doa ummi pasti menembus langit 7. 🙏🙏🙏
Baskom Majikom
tunggu saja, jingga menjanda, bal /Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Ita rahmawati
bener tuh nti jd masalh lg gegara istribpertama gk di ajak 🤦‍♀️
baca cerita poli²an tuh suka bikin gemes tp mau gk dibaca penasaran bgt 😂
Baskom Majikom
ya, gue setuju dengan kata-kata itu. pada dasarnya manusia tidak luput dari rasa, kewewa, sakit hati, iri dll
Baskom Majikom
jangan cuma bisa sembunyi di balik kata khilaf, langit. /Shy//Shy//Shy//Shy/
Baskom Majikom
pada dasarnya semua cowok sama saja. mereka tidak akan tahan lama memendam hasrat /Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Baskom Majikom
hah.. gue hanya bisa menghembus kan nafas greget. /Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Baskom Majikom
pada akhirnya nesya di sikat juga sama langit. /Sob//Sob//Sob//Sob//Sob/
Baskom Majikom
apa sih... nesya. GJ banget lo. main tarik kerudung jingga /Awkward//Awkward/
Jolins Noeos
adem lihat langit dan jingga mode rukun, di bumbui cemburu pis tipis /Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Baskom Majikom
Langit...uwuh banget.. /Kiss//Kiss//Kiss//Kiss/
Baskom Majikom
sumpah part ini bikin gue ngakak /Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Baskom Majikom
jingga yang polos, langit yang frustrasi /Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Baskom Majikom
Langit... masih memikirkan perasaan nesya, bahkan saat berdua dengan jingga /Sweat//Sweat//Sweat/
Baskom Majikom
duuuu ngiri banget sma jingga yang punya mertua bijak/Sob//Sob//Sob/
Baskom Majikom
setuju banget sama ucapan ummi aisyah. punya dua istri bukan pekara yang gampang /Cry//Cry//Cry//Cry/
Baskom Majikom
biar gak puyeng, mending kamu pilih salah satu aja, ngit /Sob//Sob//Sob//Sob//Sob/
Baskom Majikom
jadi bingung mau komen apa? jadi langit gak mudah, jadi jingga serba salah /Scowl//Scowl//Scowl//Scowl/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!