NovelToon NovelToon
Sepupu Dingin Itu Suamiku.

Sepupu Dingin Itu Suamiku.

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / CEO
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: ovhiie

Tentang Almaira yang tiba-tiba menikah dengan sepupu jauh yang tidak ada hubungan darah.

*
*


Seperti biasa

Nulisnya cuma iseng
Update na suka-suka 🤭

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ovhiie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9

Mall lantai atas. Almaira duduk di lobby bioskop sambil menunggu seseorang.

"Hei, Almaira!" Suara yang memanggil terdengar di kejauhan. Di susul dengan sosok Anna yang mengenakan kemeja biru cerah dengan rambut disisir rapi duduk di samping Almaira sambil menyeringai.

"Kenapa lama sekali, aku disini menunggu dari tadi tahu..?"

"Kenapa sih kamu selalu galak? Ini, makanlah. Pacarku sengaja membelinya dalam perjalanan ke rumah sakit. Kudengar kamu melewatkan makan siang, ayo di makan."

"Apa ini?"

"Bento."

"Ah, jadi yang merawat ayah mu sekarang itu pacar mu ya Hehe..."

"Hei! Jangan salah paham. Dia cuma melongok sebentar sebelum kerja siang. Jadi sekalian saja aku mengenalkannya pada ayah dan ibuku."

"Mmm, begitu ya" Ketika Almaira membuka penutupnya, aroma minyak daging teriyaki yang gurih menyeruak.

Almaira segera meraih sumpit sekali pakai dan Anna menuangkan saus tomat yang barusan saja di sobek, lalu memerasnya di atas nasi.

Dengan perut kosong setelah seharian sibuk, makanan itu terlihat menggoda.

Sambil menggigit ujung Ebi Furai di sumpitnya, Almaira memperhatikan leher Anna yang kini dihiasi kalung emas putih yang belum pernah dia lihat sebelumnya.

"Itu kalung apa?"

"Ini kalung fashion."

"Dasar."

"Kenapa? Menurutmu ini kurang bagus ya?"

"Tidak, itu indah. Pacarmu pasti sangat mencintaimu."

"Sungguh?"

"Hmm."

"Baguslah, kalau begitu." Tidak peduli, Anna menggoyangkan bahunya dengan penuh semangat.

Almaira tertawa kecil dan mengunyah nasinya lagi.

"Almaira, tiga hari lagi sekolah lama kita akan mengadakan reuni. Kamu tahu itu kan?"

"Ya, aku tahu."

"Hhh, aku sendiri juga tidak tahu. Aku akan hadir atau tidak."

"Kenapa begitu?"

"Ayahku. Aku akan berganti sip malam dengan ibu merawat ayah."

"Ah begitu ya, aku turut prihatin. Semoga ayah mu cepat sembuh."

"Jadi... Kamu tidak keberatan kan? Kalau aku tidak bisa hadir." Akhirnya, Anna mengucapkan maksud yang sebenarnya atas pertemuannya kali ini.

"Mmm. Tidak apa-apa Anna. Aku sangat paham kok."

"Hehe.. terimakasih, ebi nya enak, kan?"

"Enak." Almaira menjawab singkat, membuat gerakan asal dengan tangannya. Anna tertawa lega, seolah bebannya telah hilang.

* * *

Di ruang kerja Yaga memindai presentasi dengan pandangan bosan.

Rapat ini dipercepat karena ayahnya mengeluh sakit kepala tadi pagi. Pun saat bicara di telepon, ibunya menghela napas panjang dan berkata bahwa dia tidak bisa ikut berkunjung ke kampung ayah Almaira.

Akhirnya, menemani Ayah dirumah menjadi alasan yang dia gunakan. Sementara Anita mulai melaksanakan KKN pada awal bulan ini, jadi dia tidak bisa ikut.

Dengan decak lidah yang halus, Yaga menatap layar rapat lagi. Manajer Eksekutif Pak Bima, yang rambutnya tinggal beberapa helai namun selalu tersisir rapi, mulai berbicara tentang packaging design yang seharusnya lebih simpel tapi tetap menarik perhatian.

Di samping itu, fakta bahwa perusahaan tetap berjalan meski dipenuhi oleh orang-orang yang hanya pandai bicara tetaplah menarik.

Presenter hanya bisa tersenyum kikuk, sementara Yaga mengetuk-ngetuk jarinya di meja sebelum akhirnya bicara.

"Pak Bima."

-Baik Pak CEO!

"Pendapat Anda sangat masuk akal. Berbicara soal perubahan packaging design akan berpengaruh pada segmen pasar. Tapi, ketika menyangkut urusan selera. Lidah manusia cenderung lebih perasa di banding membalikan telapak tangan."

Nada suaranya tidak jelas apakah itu dukungan atau ejekan. Wajah manajer Bima tampak agak tegang, namun Yaga cuma tersenyum tipis.

"Masalah ini, kita serahkan kepada tim pemasaran untuk mengatasinya. Sorot kolaborasi dengan Disney sebagai daya tarik utama."

-Baik, akan kami lakukan. Sekarang, mari kita lanjutkan rapat.

Pembicaraan membosankan kembali berlanjut. Yaga, yang menyandarkan tubuhnya dengan santai di kursi, tiba-tiba bayangan wajah Almaira yang malu-malu sambil mengangkat kartu hitamnya terlintas.

Jari-jarinya yang panjang mengambil hp di atas meja. Dengan santai dia melihat beberapa foto melalui pesan masuk yang sedari tadi dikirimkan.

Ternyata dia cuma menggunakannya di bioskop. Dan membeli beberapa buku anak-anak. Buat apa?

Alis Yaga sedikit berkerut sebelum dia tersenyum kecil.

Senyuman itu membuat presenter di layar berhenti bicara, dan dengan ragu bertanya,

_Tuan muda CEO? Apa ada masalah?

"Tidak, lanjutkan saja." Yaga meletakkan hp nya kembali ke meja dengan sembarangan, menyilangkan kakinya sambil menahan senyum.

Presenter dengan wajah tegang melanjutkan menjelaskan dampak perubahan kontrak kerja sama dengan Dellfy bagi Group Pratama.

Yaga sambil sesekali mendengar suara presenter yang terputus-putus akibat gangguan sinyal, mengusap dagunya.

Dia membiarkan pikirannya melayang, memikirkan gadis itu.

Apa dia pikir aku tidak jauh berbeda dengan anak-anak yang tidak pernah peduli pada perasaan orang lain?

Yaga sudah berusaha bersikap tenang, tapi ekspresi tidak senangnya sangat kentara.

Tidak ada satupun alasan yang bisa menjelaskan bagaimana sikapnya.

Seperti ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Apalagi setelah mengingat sebuah foto yang tergantung di dinding kamarnya.

Dalam foto itu, Almaira yang masih muda tersenyum lebar di antara teman-temannya, matanya menyipit karena gembira.

Rambut panjang lurusnya yang mengembang tampak seperti boneka. Di sebelahnya, seorang laki-laki dengan wajah nakal tertawa cerah.

Wajah itu tampak familiar.

Samuel?

Aira belum pernah berkencan Kak. Melakukan video call saja Aira belum pernah.

Yaga teringat kembali obrolan itu. Ketika dia mendengar penjelasannya tiga tahun lalu.

Sempat berpikir, kalau mereka bisa saja sedang menjalin hubungan rahasia atau bahkan menjalani kisah cinta yang penuh kode dan teka-teki.

Dalam sekejap pikiran aneh muncul, tetapi dia menyadari, semakin dipikirkan hanya akan memperumit segalanya. Maka, dia memutuskan untuk tidak masalah jika gadis itu cuma berteman.

Tidak! Lepaskan rambutnya.

Meski dia selalu menghindar, ucapan itu terasa seperti teguran yang penuh tekad.

Sayangnya, itu hanya menjadi hiburan baginya. Tanpa peduli pada perasaan gadis itu, karena hal itu membuatnya semakin menarik.

* * *

Di rumah sakit

"Ini aku Almaira, boleh aku masuk?"

Setelah terdengar suara serak yang mempersilakan masuk. Almaira membuka pintu dan melihat Pak Bernard.

Ayah kandung Anna, berbaring mengeluh sambil mengangkat tubuhnya ke posisi setengah duduk.

"Ah tidak perlu, Pak Bernard berbaring saja. Aira tidak akan lama kok."

"Ada urusan apa kamu kembali ke sini Nak? Ada yang ketinggalan?"

"Tidak ada, Aira mau pergi mencari sesuatu. Sekalian saja, apa ada sesuatu yang ingin Anda makan?"

"Tidak usah."

"Jangan begitu, coba pikirkan dulu."

Almaira menarik kursi ke dekat tempat tidur dan duduk sambil melihat-lihat sekeliling. Lampu di ruangan itu tetap menyala meski tirainya tertutup dan meski hari sudah siang.

Melihat beberapa gumpalan tisu dan kulit jeruk berserakan di atas meja kabinet, segera Almaira mengumpulkannya dan membuangnya ke tempat sampah terdekat.

Dia kemudian mengangkat botol air stainless steel yang cukup berat, tampaknya seseorang baru saja mengisinya.

"Apa mau Aira belikan donat madu?"

Wajah Pak Bernard tampak lebih tirus dari biasanya, mungkin kehilangan banyak berat badan dalam beberapa hari terakhir.

Namun, mendengar tentang donat madu, makanan favoritnya, matanya yang redup sejenak memancarkan kilauan kecil.

"Mulut ku kering dan tidak enak. Sulit untuk makan."

"Makanya Aira mau bilang, kenapa repot-repot harus mogok makan? Aira belikan ya. Makan saja kalau Anda mau."

"Bukan mau ku Almaira. Dokter yang melarang ku makan makanan yang berminyak.'

Almaira tertawa kecil. Mendengar tawa itu, Pak Bernard menyipitkan matanya dengan curiga

"Ada sesuatu yang terjadi kan?"

"Tidak ada."

"Lalu, bagaimana dengan suami mu?"

"Dia baik-baik saja. Aira akan pergi sekarang, jadi sebaiknya Anda istirahat saja."

Sambil menarik selimut di tempat tidur, Almaira bersiap untuk pergi, tetapi tiba-tiba Pak Bernard memutar kepala sepenuhnya ke arahnya.

"Kudengar Amera dan keluarganya sudah putus hubungannya dengan keluarga Pratama. Almaira kamu tahu itu?"

"Oh ya?" Almaira berpura-pura terkejut.

Keluarga Amera biasanya berkunjung ke rumah Rita setahun sekali untuk bertemu pimpinan Pratama Group.

Walaupun Amera tidak pernah menginjakkan kaki ke tempatnya tinggal, fakta bahwa kedatangan Amera bersamaan dengan keluarga itu rasanya cukup melelahkan.

Saat pikiran itu melintas, Pak Bernard meraih tangan Almaira, menggenggam punggung tangannya dengan lembut.

"Istriku dan anak ku akan datang sebentar lagi. Jadi pergilah, dan layani suami mu. Ini sudah malam. Setidaknya kamu harus tahu waktu kan, Almaira?"

Almaira tersenyum kecil dan melepaskan tangan Pak Bernard, lalu menyelipkannya kembali di bawah selimut dengan rapi.

"Baiklah, kalau begitu Aira akan pulang sekarang."

Tatapan tajam Pak Bernard tetap melekat padanya, mengamati dengan saksama.

"Kamu masih bisa tersenyum?"

"Istirahatlah. Jangan terlalu memaksakan diri untuk tidak makan. Melihat tatapan Anda seperti ini, sepertinya Anda akan segera sembuh. Syukurlah."

Setelah memastikan Pak Bernard berbaring dengan baik, Almaira berbalik menuju pintu.

Saat itu terjadi, di belakang, terdengar gumaman pelan,

"Dasar anak itu, selalu saja bikin aku cemas."

Itu membuat Almaira tersenyum sedikit lebih lepas saat menutup pintu di belakangnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!