NovelToon NovelToon
Shadows In Motion

Shadows In Motion

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: KiboyGemoy!

Karya Asli By Kiboy.
Araya—serta kekurangan dan perjuangannya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KiboyGemoy!, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 19

Seluruh murid yang memiliki jam pelajaran olahraga kini berada di lapangan melakukan pemanasan. Ini adalah hari di mana para perempuan ngeluh terus menerus karena panasnya matahari serta tubuh mereka yang tidak kuat melakukan olahraga.

Berbeda dengan para siswa yang sungguh senang dalam pelajaran olahraga, entah apa yang mereka nikmati—pikir para siswi.

"Sekarang berlatihlah dulu bermain bola basket, sekalian pengambilan nilai, yah, nanti!" ucap guru olahraga berjalan ke tepi lapangan.

Devan berjalan ke arah Naya dan adegan mereka berdua terus menerus masuk ke dalam pandangan Araya.

"Aku ngga tau main basket," rengek Naya manja.

Devan terkekeh gemas. "Aku ajarin," ucapnya.

Araya duduk di tepi lapangan, pandangan matanya terus menatap dua pasangan yang begitu bahagia.

Namun, pandangan gadis itu tiba tiba saja terhalang oleh Rifan yang berdiri di depannya. Ia mendongak.

"Latihan bareng?" tawar pemuda itu dengan senyum di wajahnya.

Araya hanya bisa menghela napas dengan gelengan kecil.

"Jadi, kamu mau di sini sendirian sambil natap mereka berdua?" tanya Rifan serius.

"Bukan urusan kamu," jawab Araya datar.

"Raya, aku tau semuanya masih membingungkan dan sulit kamu lupakan. Tapi, kamu juga memiliki kesempatan untuk memulai dari awal," ucap Rifan.

"Memangnya kamu mau terus menerus seperi ini?" lanjutnya dengan tatapan mata tajam.

Araya berdiri, ia sedikit mendongak, tatapan keduanya bertemu. "Kalau bolaku masuk ke dalam ring, kamu siap-siap mentraktir ku di kantin." Araya berjalan memberikan sedikit Sambaran di bahu Rifan.

Rifan menyungging senyum, ia berbalik menatap punggung Araya yang berjalan ke lapangan dengan penuh tantangan.

✧⁠\⁠(⁠>⁠o⁠<⁠)⁠ノ⁠✧

Araya mengeratkan ikat rambutnya, ia menatap lurus ke arah Rifan. Rifan yang menatapnya dengan senyum tipis, tidak menyangka akan menjadi suasana yang begitu serius.

"Kalau kamu kalah?" tanya pemuda itu dengan alis sebelah naik.

Araya menghela napas. "Kalau aku kalah maka aku kalah," jawabnya membuay Rifan reflek tertawa.

"Curang," ucapnya disertai kekehan.

Araya menyungging senyum, dan itu membuat Rifan tercengang seakan keajaiban tiba. Araya tersenyum tanpa ia pinta, seperti biasanya.

"Itu bukan curang."

"Oke!"

Sekarang lapangan hanya terisi dua orang itu, beberapa dari mereka menyingkir ke pinggir lapangan untuk menyaksikan pertunjukan yang akan mereka tonton.

"Memangnya Araya bisa main basket?" gumam Naya.

Devan tidak menjawab, ia hanya menatap gadis yang kemarin sudah ia sakiti. Tatapan pemuda itu dalam, namun entah apa maksud dari lekat pandangannya.

1

2

3

Pertama Araya yang memainkan bola karena Rifan menyuruhnya untuk duluan, sepertinya ia meremehkan Araya.

Araya mulai mendibrel bola, sedangkan Rifan sudah mendekat untuk merebut bola dari tangan gadis itu. Namun, Araya dengan gesit menghindar, maju terus menerus, membawa bola.

Saat Rifan niat merebut bolanya, Araya memeluk bola di tangannya lalu lari membuat para penonton bersorak dengan tawa karena tingkahnya yang begitu di luar ekspektasi.

"Yah! Haha, aku pikir.... " Rifan memegang dahinya merasa pecah dengan tingkah Araya.

"Rifan, kamu bilang aku harus membuka lembaran baru, dan ... sudah kulakukan walaupun semalaman aku susah tidur katena memikirkannya," ucap Araya dengan raut wajah terlihat lega.

Gadis itu berjalan mendekat, semakin mendekat hingga ia berdiri tepat di hadapan Rifan. Bola yang dia peluk, semakin diireatkan.

"Aku bingung harus melakukan apa untuk membalasmu, selain memenuhi semua apa yang kamu suruhkan. Aku hanya bisa melakukan itu," lanjutnya.

Sedangkan seluruh siswa dan siswi mulai merasa penasaran apa yang mereka berdua bicarakan. Terlihat serius, namun kelihatannya baik-baik saja.

"Apa yang terjadi?" ucap salah satu siswi.

"Mereka bahas apaan? Bikin penasaran."

Naya memicingkan matanya merasa penasaran dengan komukasi yang Araya dan Rifan lakukan. Tidak biasanya Araya seperti itu.

"Setelah putus, sepertinya Araya jadi banyak bicara, yah?" Telinga Devan sedikit bergerak mendengar perkataan salah satu murid namun ia tetap diam.

"Aku senang mendengarnya," ucap Rifan dengan senyum.

Araya pun ikut tersenyum. "Makasih, aku akan terus mengingatmu. Sampai aku tua." Keduanya tertawa secara bersamaan.

Berbeda di luar lapangan yang langsung riuh saat melihat Araya dan Rifan tertawa. Ini adalah pemandangan yang benar-benar di luar bayangan mereka.

"Omagad, demi apa?! Rifan ganteng banget kalau ketawa seoerti itu!" seru siswi tersebut.

"Astaga, ternyata Araya bisa tertawa, toh. Kalau seperti ini dia telrihat segar, kan?"

"Benar, hal langkah sih."

Telinga Naya benar-benar memerah karena panas mendengar bisik-bisik teman sekelasnya yang benar-benar membuatnya jengkel. Kedua tangan gadis itu menggeram.

"Mereka baru kenal tapi sudah seperti itu, jangan-jangan selama latihan mereka punya hubungan di belakang kamu," ucapnya pada Devan yang menatapnya dengan tatapan penuh tanya.

"Tidak ada yang peduli, yang terpenting sku sudah sama kamu, hmm?" Devan mengelus pipi Naya dengan lembut, sedangkan Naya bernapaspun terasa panas.

"Jadi, sampai kapan kamu akan memeluk bola itu?" tanya Rifan menunjuk bola dalam pelukan Araya menggunakan matanya.

Araya tertawa kecil. "Mengaku kalah saja, Rifan. Bagaimana pun sudah jelas kalau aku pemenangnya," ucap gadis itu benar-benar membuat Rifan merasa tergelitik.

"Selama bermain bola basket dengan teman-teman, aku tidak pernah tuh kalah dalam bermain."

"Berarti ... aku adalah orang pertama yang akan mengalahkan mu." Gadis itu berlari dan melempar bola ke dalam ring, yang ternyata bola itu masuk membuat Araya sendiri terkejut.

Dengan rasa gembisa gadis itu tertawa ke arah Rifan. "Lihat, selain dance aku juga bisa mengalahkan mu," ujarnya.

"Oke, aku traktir di kantin."

Araya mengangguk dengan semangat. "Baiklah. Sepertinya kamu butuh istirahat, keringatmu banyak sekali."

Araya melangkah pergi meninggalkan Rifan yang tidks menyangka dengan perubahan tiba-tiba itu. "Semoga kamu terus menerus seperti itu," gumamnya.

Naya yang melihat Araya menepi melangkah menuju ke arahnya. Devan yang melihat gadis itu melangkah menggenggam pergelangan tangannya.

"Mau ke mana?" tanya-nya.

Naya menoleh ke arah Devan. "Devan, bagaimana pun aku harus meninta maaf sama Araya. Dia itu sahabat aku," ucapnya terdengar dramatis.

Devan menarik napas dalam-dalam. "Sebaiknya tidak usah."

"Kenapa? Kamu masih suka sama dia?"

Devan segera menggeleng. "Terserah kamu saja, mari temui dia."

Keduanya pun melangkah ke arah Araya dan Rifan yang duduk di pinggiran lapangan dengan berbincang kecil.

Merasa ada yang berdiri sebelahnya, Araya dan Rifan mendongak. Segera keduanya berdiri.

"Araya, maafkan kejadian kemarin," ucap Naya perlahan mendekat ingin menyentuh tangan Araya.

Namun, Araya memundurkan langkahnya seakan tidak ingin Naya menyentuhnya. Entah mengapa tapi Araya benar-benar tidak ingin Naya menyentuhnya.

Dengan tatapan penuh kekecewaan Naya melirik ke arah Devan.

"Araya, Naya berniat meminta maaf, jangan egois," ucap pemuda itu dengan tegas.

"Iya, Araya, aku hanya ingin berbaik denganmu. Bagaimana pun kita sahabat, kan?"

Araya semakin memundurkan langkahnya, hingga ia berdiri di belakang Rifan. Rifan yang melihat aksi Araya berkesiap dada.

"Tidak ada sahabat yang merebut hak milik sahabatnya sendiri, kalian seharusnya enyah dari hadapan Araya." Tegas Rifan.

Naya menatap Rifan dengan mata berkaca-kaca. "Rifan, aku tidak tahu kalian sekarang sedekat itu. Tapi... aku hanya ingin menjalankan hubungan yang sehat bersama Devan."

"Sejak kapan kamu berlindung di belakang orang lain?" ujar Devan tajam, menatap Araya.

Araya menatap keduanya dengan pandangan kosong.

"Sejak aku ada, sepertinya kalian datang ke sini hanya untuk membuat masalah." Rifan menarik pergelangan tangan Araya, membawa gadis itu pergi dari lapangan.

Sedangkan Naya benar-benar merasa jengkel sekarang, walaupun begitu ia tetap melakukan drama.

"Hiks... aku tidak berniat menghancurkan hubungan kamu dan Araya, aku benar-benar bodoh, Devan!"

Devan segera mendekap kekasihnya itu, mengusap kepaalnya dengan lembut. "Usstt, tenang Naya. Aku akan memberikan Araya pelajaran karena sudah membuatmu tersinggung."

Naya mengangguk, dengan senyum licik yang sudah mengembang.

1
Alexander
Ceritanya bikin aku terbuai sejak bab pertama sampai bab terakhir!
Kiboy: semoga betah😊
total 1 replies
Mèo con
Terharu, ada momen-momen yang bikin aku ngerasa dekat banget dengan tokoh-tokohnya.
Kiboy: aaa makasih banyakk, semoga seterusnya seperti itu ಥ⁠‿⁠ಥ
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!