NovelToon NovelToon
Secretly Loving You

Secretly Loving You

Status: tamat
Genre:Romantis / Cintapertama / Nikahmuda / Tamat
Popularitas:9.7M
Nilai: 5
Nama Author: ErKa

"Dear hati ...

Mengapa kau begitu buta? Padahal kau tahu dia sudah berkeluarga. Mengapa masih menaruh harapan besar kepadanya?"

Hati tak bisa memilih, pada siapa ia akan berlabuh.

Harapan untuk mencintai pria yang juga bisa membalas cintanya harus pupus begitu ia mengetahui pria itu telah berkeluarga.

Hatinya tak lagi bisa berpaling, tak bisa dialihkan. Cintanya telah bercokol terlalu dalam.

Haruskah ia merelakan cinta terlarang itu atau justru memperjuangkan, namun sebagai orang ketiga?


~Secretly Loving You~

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ErKa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ch 18 - Temani Aku

"Aku akan mengantarmu ke kamar," ucap Pak Armand seraya menyeret koperku.

Ottoke!!

Otakku terasa ngeblank. Tidak bisa berpikir, hingga yang kulakukan hanya berdiri mematung.

Ke kamar?? Apa itu artinya aku akan sekamar dengan Pak Armand?! Hah?? Yang benar saja! Aku masih perawan. Haram hukumnya gadis perawan tinggal sekamar dengan pria yang belum sah menjadi suami. Apa-apaan ini?!

"Arsha?" Suara itu membangunku dari lamunan. Kulihat Pak Armand berdiri beberapa langkah di depanku. Satu tangan memegang tas ransel sementara tangan yang lain memegang koper. Alisnya terangkat dengan sorot mata bertanya-tanya. "Ayo," ajaknya lagi.

"Ta-tapi Pak ...."

"Simpan pertanyaanmu. Taruh barang-barang ini dulu di kamar." Pak Armand menatapku lama, sepertinya beliau menungguku mengikuti langkahnya. Dengan berat hati aku pun mengikutinya.

Beliau menyuruhku untuk menyimpan semua pertanyaan, tapi berbagai pertanyaan dan penolakan berkelebat di kepala. Bagaimana mungkin perusahaan mengatur pria dan wanita yang belum menikah berada dalam satu kamar?! Ini bukan negara barat. Dimana adat ketimuran mereka? Dimana moral dan etika?! Aku tidak bisa menahannya lagi. Aku harus menolak!!

"Ini kamarnya ...." Kami berhenti di sebuah kamar berbentuk tenda berwarna putih dengan bentuk atap mengerucut. Aku tidak terlalu memperhatikan detailnya, karena pikiranku penuh dengan hal lain.

"S-saya tidak bisa ...." Aku mengepalkan tangan dengan erat. Mengumpulkan keberanian untuk menyatakan penolakan.

"Maksudnya?" Pak Armand terlihat bingung.

Baiklah, sepertinya aku harus menolak dengan tegas agar Pak Armand mengerti maksudku.

"Saya tidak bisa sekamar dengan Bapak!! Kita belum menikah!! Dalam agama dan adat sangat dilarang!! Kita hidup di negara yang menjunjung adat ketimuran. Kita tidak bisa melakukan ini Pak!"

Hah, lega rasanya bisa mengeluarkan semua ganjalan di hati. Semoga Pak Armand bisa mengerti dan tidak marah.

Tidak ada penolakan atau pun persetujuan. Tidak ada jawaban. Hanya keheningan. Aku penasaran dengan ekspresi Pak Armand. Kuberanikan diri untuk menatap wajahnya.

Di luar dugaan, Pak Armand ternyata sedang membelakangiku. Tubuhnya terlihat gemetar. Apa beliau sangat marah? Apa aku terlalu kasar mengucapkannya? Apa aku bersalah?

"P-Pak ... s-saya minta maaf k-kalau ada perkataan saya yang menyinggung ... Ta-tapi...." Secara tiba-tiba tubuh itu berbalik. Mata kami saling bersitatap. Aku melihat ekspresi tak biasa di wajahnya. Kilatan jail dan jenaka serta tarikan tipis di ujung bibirnya.

Pak Armand tersenyum?! Ah, itu tidak mungkin!! Selama beberapa minggu aku menjadi anak buahnya, tidak pernah sekalipun aku melihatnya tersenyum. Yang beliau miliki hanya ekspresi datar, tidak ada yang lain. Aku pasti salah lihat. Pak kaku tidak akan pernah tersenyum!

"Ini kamarmu. Di sana ...," Pak Armand memutar badan dan menunjuk tenda yang letaknya beberapa puluh meter di depan kami. "Kamarku. Apa sudah cukup jelas?"

"Hah?" Aku mengikuti arah yang ditunjuk Pak Armand dengan tertegun. Berusaha untuk memahami arti dari ucapan beliau. Sedikit demi sedikit pencerahan itu mulai datang.

Aku menelan ludah dengan susah payah begitu mengetahui telah melakukan kesalahan lagi. Jangan tanyakan perasaanku bagaimana? Sungguh rasa malu ini begitu besar! Aku tak mampu menjawab ucapan beliau. Menatap wajahnya pun tak bisa. Pasti wajahku sudah memerah seperti kepiting rebus.

"Kopermu kutinggalkan di sini. Selamat beristirahat." Pak Armand berbalik, bersiap pergi. Aku menghembuskan napas lega yang sedari tadi kutahan. Namun kelegaan itu tak bertahan lama ketika kulihat beliau menghentikan langkahnya.

"Kalau kamu cukup jeli dan pintar, kamu bisa memeriksa daftar peserta. Di situ tertulis nama teman sekamarmu. Tentu saja bukan namaku," lanjutnya dan melangkah pergi.

Aku tercenung bagaikan orang bodoh. Hanya bisa menatap punggungnya yang semakin menjauh. Ketika kesadaran kembali, aku baru mengerti maksud ucapan Pak Armand.

"Dasar bodoh!! Bodoh!! Bodoh!! Sampai kapan kebodohan ini akan kamu pelihara ?! Nggak capek mempermalukan diri sendiri terus?!! Arghhh!!"

Aku memukul-mukul kepala dengan gemas. Selama sehari ini saja aku sudah melakukan tiga kesalahan. Bagaimana dengan hari-hari selanjutnya? Arghhh!!

***

Benar kata Pak Armand, kalau aku cukup pintar, aku pasti akan tahu nama teman sekamar. Di email tertulis dengan jelas semua informasinya. Baik dari nama, nomor kamar, jabatan dan asal cabang.

Teman sekamarku seorang wanita. Jabatannya sama sepertiku. Dan dia berasal dari cabang Mojokerto. Aku berharap selama tujuh hari ini bisa akrab dengannya.

Sebelum itu, aku harus meminta maaf pada Pak Armand. Banyak kesalahan-kesalahan yang telah kulakukan. Tapi, darimana aku harus memulai?

Aku sudah selesai membongkar isi koper. Kamar glamping itu terdiri dari twins bed berukuran sedang. Fasilitasnya setara dengan hotel bintang 4. Kulkas, AC, TV, telepon maupun sofa kecil ada di dalamnya. Kamar mandinya dilengkapi bath up dan shower. Bahkan hair driyer pun ada di sana.

Puas melihat-lihat, aku merebahkan diri di sofa sembari memikirkan kata-kata permintaan maaf terhadap Pak Armand. Setengah jam berlalu, namun jari-jariku masih tetap kaku. Tak mampu mengetik kata-kata itu.

Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Tak ada tanda-tanda teman sekamar datang. Apakah dia terlambat?

Bukannya aku perhatian, hanya saja aku khawatir bila harus tidur seorang diri di tenda yang luas ini. Apalagi aku jauh dari rumah. Berada di tempat yang sangat asing. Perasaan takut itu datang begitu mencekam.

"Ah, dia pasti datang. Besok training sudah dimulai. Tidak mungkin dia melewatkan kegiatan ini," hiburku pada diri sendiri. Untuk mengusir segala ketakutan yang menggerogoti hati.

***

Entah dari mana asalnya, aku mendengar bunyi bel berdentang sebanyak sembilan kali, pertanda waktu telah menunjukkan pukul sembilan malam. Di waktu itu, teman sekamarku belum juga datang.

Kegelisahan semakin datang mencekam. Aku tak bisa berhenti mondar-mandir di kamar. Aku ingin menghubunginya, namun tidak mengetahui nomor ponselnya.

Sebelumnya, pukul setengah delapan terdengar panggilan dari luar. Kupikir dari teman sekamar, tapi ternyata dari panitia penyelenggara yang datang sembari menyerahkan kotak makan malam.

Selama masa menunggu, aku selalu menghibur dan meyakinkan diri bahwa teman sekamarku pasti akan datang. Namun harapan itu sedikit demi sedikit menipis begitu waktu bergulir semakin malam.

Aku mencoba mengalihkan pikiranku dari ketakutan-ketakutan yang datang menghantui. Aku berusaha bermain gadget, menonton film, membaca buku. Namun semua itu tak mampu membunuh rasa takutku.

Pukul sepuluh, aku memutuskan untuk mandi. Berharap dengan melakukan hal itu akan membuat tidurku semakin lelap. Tapi harapan tinggalah harapan. Mataku justru tak bisa terpejam. Kesadaranku justru menjadi seratus persen.

Malam semakin senyap. Suara-suara aktivitas manusia mulai hilang. Digantikan oleh senandung alam. Suara jangkrik dan kodok mulai memenuhi alam. Seolah semakin menekankan, bahwa mereka tengah berada di area pegunungan.

"Apa yang harus kulakukan?" Entah hanya perasaanku, atau memang benar-benar terjadi, aku mendengar suara lolongan anjing dari kejauhan.

"Astagfirulloh!!" jeritku. Secara spontan aku langsung masuk ke dalam selimut dan bersembunyi di sana. Perasaanku campur aduk. Cemas dan ketakutan.

Tubuhku gemetar. Keringat dingin mulai bermunculan. Sementara gigi saling bergemeretak. Aku tak mampu menghadapi rasa takut ini, sehingga tanpa pikir panjang dan membuang rasa malu, aku mengambil ponsel dan mengetik kata-kata itu.

"Pak? Apa Bapak sudah tidur? Bisakah Bapak menemani saya?"

***

Happy Reading 😚

1
Endang Sulistia
bagus banget Thor...
Endang Sulistia
huuff...akhirnya sadar juga si nadya
Endang Sulistia
ada ya cewek kayak Nadya.,pengen aja nampol pala nya biar normal
Endang Sulistia
BESTie Abang si nay rupanya
Endang Sulistia
gak mungkin ...mencurigakan
Endang Sulistia
gini kan enak...rame jadinya
Endang Sulistia
kenapa nih si Nadya?
Endang Sulistia
jaga martabat ortumu nay..
Endang Sulistia
duuaarr...jedder..
Endang Sulistia
ngilu aku..
Endang Sulistia
Arsa,arka arman
Endang Sulistia
padahal bahu yg sebelah blom kena iler tuh 🤭🤭
Endang Sulistia
gak papa Thor..dijelasin aku pun bingung, yg penting ngertilah...🤭🤭🤭
Endang Sulistia
cie..cie...masnya tau aja
Endang Sulistia
arab maklum 🤪🤪🤪
Endang Sulistia
biar besok besok si Arsa dah gak banyak kerjaannya trus bisa deh di ajak jalan2 Ama si bos. 😘😘😘
Endang Sulistia
kejam banget si mas Arman...Arsa kan pengen kencan 🤭🤭🤭
Endang Sulistia
heran sama yg marah2 sama anak baru, namanya dia masih baru ya pasti masih grogi lagi pula yg lama aja masih aja ada yg khilap..
Endang Sulistia
si Arsa ...gayanya mau bebas, eh baru sehari dah ketakutan 🤭🤭🤭
Endang Sulistia
aturan dari si bos kaku itu..bukan dari perusahaan 🤭🤭🤭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!