NovelToon NovelToon
CINTA DARI MASA LALU

CINTA DARI MASA LALU

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berondong / Ketos / Kehidupan di Kantor / Fantasi Wanita
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: ASEP SURYANA 1993

Email salah kirim, meeting berantakan, dan… oh ya, bos barunya ternyata mantan gebetan yang dulu menolak dia mentah-mentah.
Seolah belum cukup, datang lagi intern baru yang cerewet tapi manisnya bikin susah marah — dan entah kenapa, selalu muncul di saat yang salah.

Di tengah tumpukan laporan, deadline gila, dan gosip kantor yang tak pernah berhenti, Emma harus belajar satu hal:
Bagaimana caranya tetap profesional saat hatinya mulai berantakan?

Antara mantan yang masih bikin jantung berdebar dan anak magang yang terlalu jujur untuk dibiarkan begitu saja, Emma akhirnya sadar — cinta di tempat kerja bukan cuma drama… tapi juga risiko karier dan reputasi yang bisa meledak kapan saja.

Cinta bisa datang di mana saja.
Bahkan di ruang kerja yang penuh tawa, kopi tumpah, dan masa lalu yang tak pernah benar-benar pergi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ASEP SURYANA 1993, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

EPISODE 13

Tiga hari setelah mereka kembali dari Seabrook, suasana kantor Vibe Media belum juga reda.

Meski Emma sudah bekerja seperti biasa, bisik-bisik masih mengikuti di setiap sudut.

“Katanya mereka tidur bareng di resort…”

“Ah masa? Tapi yang ceweknya kelihatan polos banget.”

“Justru yang polos biasanya lebih berbahaya.”

Emma pura-pura tidak dengar, tapi setiap tawa kecil terasa seperti belati di punggungnya.

Satu-satunya hal yang membuatnya bertahan adalah Ryan — yang tetap bersikap biasa, bahkan lebih ceria dari biasanya.

Pagi itu, Emma sedang membuat laporan mingguan di mejanya ketika Ryan muncul sambil membawa dua gelas kopi.

“Cappuccino rendah gula, seperti biasa,” katanya riang.

Emma tersenyum lemah. “Terima kasih. Aku butuh ini.”

Ryan duduk di tepi mejanya. “Aku rasa kita harus mulai berpikir buat bikin press release pribadi.”

“Press release?” Emma mengangkat alis.

Ryan meneguk kopinya. “Ya, semacam klarifikasi lucu di grup kantor. Judulnya: Kami tidur, tapi tidak bersatu.”

Emma hampir tersedak. “Ryan!”

“Bercanda,” katanya cepat, sambil mengangkat tangan. “Tapi serius, Em. Kadang cara terbaik buat ngalahin gosip ya dengan ketawa bareng.”

Emma menghela napas. “Aku nggak semua orang bisa se-santai kamu.”

Ryan menatapnya lembut. “Mungkin karena aku udah terbiasa jadi bahan gosip.”

“Kenapa?”

“Karena aku sering bikin orang penasaran,” katanya sambil tersenyum — senyum yang, entah kenapa, membuat Emma menatapnya lebih lama dari seharusnya.

---

Siang harinya, Liam memanggil Emma ke ruangannya.

Begitu Emma masuk, suasana langsung terasa kaku.

“Duduk,” katanya pendek.

Emma duduk. “Ada yang ingin Bapak bicarakan?”

Liam menatap berkas di depannya tanpa bicara beberapa detik.

“Aku dapat laporan dari HR. Mereka meninjau ulang struktur tim kreatif.”

Emma menatapnya curiga. “Maksudnya?”

Liam mengangkat pandangan. “Mereka mempertimbangkan untuk memindahkan Miller ke divisi lain.”

Dunia Emma berhenti sejenak. “Apa?”

“Untuk meredam gosip,” lanjut Liam datar. “Mereka pikir memisahkan kalian akan lebih… efektif.”

Emma menatapnya tidak percaya. “Efektif? Ini bukan solusi, Liam. Ini… pengasingan!”

Liam tetap tenang. “Aku tidak membuat keputusan. Aku hanya menyampaikan.”

“Tapi kau tidak menolak juga,” kata Emma cepat.

Tatapan Liam berubah tajam. “Aku tidak bisa menolak sesuatu yang mungkin menyelamatkan reputasimu.”

Emma menatapnya tajam balik. “Reputasi bukan alasan yang kau pikirkan, kan? Kau hanya ingin menjauhkan dia dariku.”

Hening.

Beberapa detik yang terasa lama.

Liam menarik napas, lalu berkata pelan, “Aku tidak bisa berpura-pura tidak peduli, Emma.”

“Peduli?” Emma berdiri, suaranya bergetar. “Kau pikir aku ingin diselamatkan dengan cara ini? Kau tidak menyelamatkanku, Liam. Kau hanya berusaha mengontrol sesuatu yang sudah bukan milikmu.”

Liam berdiri juga. “Aku hanya—”

“Sudah cukup.” Emma menatapnya dalam. “Aku tidak butuh kau tentukan siapa yang boleh ada di sisiku.”

Ia berbalik dan keluar ruangan tanpa menoleh. Pintu tertutup dengan bunyi lembut, tapi meninggalkan dentuman di dada Liam.

---

Beberapa menit kemudian, Ryan menemukan Emma duduk di taman belakang kantor — tempat favoritnya untuk melarikan diri dari stres.

Ia membawa dua es krim. “Satu cokelat, satu vanilla. Aku nggak tahu selera kamu lagi, jadi aku bawa dua-duanya.”

Emma tersenyum lemah. “Aku bahkan nggak tahu seleraku sendiri sekarang.”

Ryan duduk di sebelahnya, menatap langit. “Kau kelihatan seperti orang yang baru meninju kaca.”

Emma menghela napas. “Hampir. Tapi aku tahan.”

“Bos besar?” tanya Ryan tenang.

Emma menatapnya. “Dia mau memindahkanmu ke divisi lain.”

Ryan berhenti sejenak. “Oh.”

“‘Oh’? Itu saja reaksimu?”

Ryan menggigit es krimnya. “Aku udah duga.”

Emma menatapnya tak percaya. “Kau duga?”

Ryan menoleh padanya. “Liam bukan tipe orang yang bisa diam kalau merasa kalah.”

Emma mendesah. “Aku benci jadi alasan semua ini.”

Ryan menatapnya lembut. “Kalau aku harus pindah karena kamu, aku nggak nyesel.”

“Ryan, jangan bilang begitu—”

“Aku serius.” Ia menatap Emma lebih dalam kali ini, tanpa senyum, tanpa candaan. “Kalau semua ini terjadi karena aku terlalu jujur soal perasaanku ke kamu… aku tetap nggak akan ubah apa pun.”

Emma menelan ludah. “Ryan…”

Ryan tertawa kecil, mencoba mengalihkan. “Tapi hey, mungkin divisi baru ada mesin kopi yang lebih bagus. Selalu ada sisi positif.”

Emma menatapnya lama, lalu pelan berkata, “Kau tahu? Kadang aku pikir kau bercanda untuk menyembunyikan hal serius.”

Ryan tersenyum miring. “Kadang, iya.”

“Dan kadang?”

Ryan menatap lurus ke matanya. “Kadang aku bercanda karena kalau aku terlalu jujur, kamu mungkin akan kabur.”

Emma terdiam.

Beberapa detik, tidak ada suara selain desiran angin.

Ryan berdiri, merentangkan tangan. “Ayo. Hari masih panjang. Kita bisa lawan gosip dengan kerja bagus.”

Emma tersenyum samar. “Dan kalau gosipnya nggak hilang?”

Ryan mengangkat bahu. “Ya biarin aja. Karena mungkin, buat pertama kalinya, gosip itu benar.”

---

Sore menjelang malam, di lantai atas kantor, Liam berdiri di depan jendela kaca besar, menatap langit oranye.

Di tangannya, ponselnya menyala dengan pesan singkat dari HR:

> “Transfer Ryan Miller – Approved.”

Ia menatap layar itu lama, lalu mengetik balasan pelan:

> “Efektif mulai Senin.”

Tangannya berhenti sesaat sebelum menekan tombol “Kirim”.

Matanya memejam, rahangnya menegang.

Tapi akhirnya — ia tetap menekan tombol itu.

---

Keesokan harinya, saat Emma membuka email pagi, matanya langsung terpaku pada satu pesan di kotak masuknya:

> Subject: Perubahan Struktur Tim

From: HR Department

“Mulai hari Senin, Ryan Miller akan dipindahkan ke Divisi Brand Partnership.

Mohon kerja samanya selama masa transisi.”

Emma menatap layar, jantungnya seperti berhenti berdetak.

Tangannya gemetar, tapi ia langsung bangkit dari kursinya.

Ryan muncul di koridor, sedang berbicara dengan Monica, masih dengan senyum khasnya — seolah tidak ada yang salah.

Begitu Emma mendekat, ia menatapnya dengan tatapan yang sulit dijelaskan: setengah pasrah, setengah lega.

“Jadi, kabar itu benar,” kata Emma pelan.

Ryan tersenyum kecil. “Sepertinya ya.”

Emma menatapnya lama. “Kau marah?”

Ryan menggeleng. “Nggak. Aku cuma sedih harus ninggalin partner kerja yang paling bikin berisik.”

Emma menahan air mata. “Aku akan berjuang buat minta HR batalkan.”

Ryan menggeleng cepat. “Jangan, Em. Kadang, pergi bukan berarti kalah.”

“Lalu artinya apa?”

Ryan tersenyum — senyum yang kali ini tanpa humor sama sekali.

“Artinya, mungkin aku butuh waktu buat jadi seseorang yang pantas diperjuangkan balik.”

Emma terdiam.

Dan untuk pertama kalinya sejak lama, ia tidak punya kata-kata.

---

Di ruangannya, Liam memperhatikan percakapan mereka dari balik kaca transparan.

Ia tahu Emma sedang hancur, tapi ia tidak keluar.

Karena untuk pertama kalinya, ia mulai sadar:

> “Cinta tidak selalu soal mendekat… kadang soal seberapa jauh kau berani mundur.”

Namun, di balik kesadarannya itu, ia tahu satu hal — bahwa langkah kecil yang ia ambil hari ini… akan mengubah semuanya.

---

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!