Ibu,,, aku merindukanmu,, airmatanya pun berderai tatkala ia melihat seorang ibu dan anaknya bercanda bersama. Dimanakah ibu saat ini,, aku membutuhkanmu ibu,,,
Kinara gadis berusia 18thn yang harus menjadi tulang punggung keluarga semenjak kepergian kedua orang tuanya yang mengejar bahagia mereka sendiri, hingga ia harus merelakan harga dirinya yang tergadai pada seorang CEO untuk kesembuhan sang adik,,apakah bahagia akan hadir dalam hidupnya atau hanya derita dan derita,,,,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Liliana *px*, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 19 rahasia masa lalu
Sementara itu di salah satu rumah sakit dikota B. Tepatnya di ruang rawat inap VIP, nampak seorang wanita sedang terbaring lemah di atas brankarnya. Ia tetap menutup mata meski ada orang yang terus memanggil nama dan menangisinya.
"Sayang,,, cepatlah sadar, bukalah matamu, Mama mohon,,,"
Seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik sedang duduk di samping brankar putri semata wayangnya. Air mata tak berhenti mengalir dari kedua pelupuk matanya.
Iya,,, dia adalah Mama dari Cindy, Nyonya Tama. Dengan penuh kasih sayang beliau menghapus peluh putrinya. Dan sesekali menghapus air matanya yang terus mengalir menganak sungai. Dengan sabar ia terus menunggui putrinya, berharap agar Cindy cepat sadar dari komanya.
"Ya Allah,,, sembuhkan putri hamba, berilah dia hidayahmu ya Rob,, agar kembali ke jalanmu yang terang."
Bisiknya lirih sambil memandangi wajah putrinya yang terlihat pucat pasi. Meski telah mendapatkan infus yang terpasang di tangannya.
Sekilas kenangan itu kembali membayang di matanya. Saat Cindy sedang berpamitan untuk ke puncak bersama dengan Raka.
"Ma,,, aku berangkat dulu ya, Mas Raka sudah menantiku di mobil, ia minta maaf karena tak bisa menemui Mama dan Papa."
Tutur Cindy sambil mencium kedua pipi Mamanya.
"Sayang,,, sampai kapan kamu akan seperti ini, dosa Nak, ingat itu."
Nyonya Tama berusaha menahan kepergian Cindy dengan menahan kedua tangan putrinya.
"Ma,,, ini hidupku, dan aku yang memutuskan kemana arah langkahku, jadi Mama tak perlu ikut campur dengan hidupku."
Dengan tegas Cindy mematahkan ucapan Mamanya.
Dan dengan kasar ia melepas genggaman tangan Mamanya, lalu melangkah ke luar rumah, menemui Raka yang sudah menunggunya di dalam mobil. Meninggalkan Mamanya yang berderai air mata melepas kepergian putrinya yang dulu begitu manis, namun sekarang berubah menjadi wanita tak berbelas kasih seperti mertuanya. Semenjak ia tahu tak akan bisa memiliki keturunan karena suaminya yang mandul menurut hasil lab, dari Dokter Rendra.
"Ya Allah,,, ampuni dosa putriku,,, berikan dia hidayahmu, kembalikan ia ke jalan yang Kau ridhoi Ya Ilahi Robby."
Doa dalam hati Nyonya Tama sambil menghapus air matanya.
Sejenak ia teringat akan ketiga putrinya yang sudah diterlantarkannya, air matanya pun kembali mengalir menganak sungai, membanjiri pipinya yang masih terlihat segar di usianya yang hampir 40 tahun itu. Andai ia punya keberanian saat itu, pasti mereka tak akan terpisah, namun karena keadaan yang membuatnya harus meninggalkan ketiganya.
"Sayang,,, bagaimana kabar kalian, semoga Allah selalu melindungi kalian, permata hati Mama."
Tuturlah lirih di sela sela isak tangisnya. Hingga beliau dikejutkan oleh suara yang sangat dikenalinya sedang memanggil namanya.
"Sayang,,, kenapa kamu menangis? Adakah yang telah menyakitimu?"
Tuturnya lembut namun terasa sakit di hati Nyonya Tama.
"Kau tahu benar apa yang aku rasakan dan aku inginkan, kenapa kau masih bertanya."
Balasnya sambil memandang sayu kearah suaminya.
"Selalu itu lagi itu lagi yang kamu bahas, apa tidak cukup kasih sayangku juga putriku untukmu, kenapa harus membahas mereka lagi, apa kamu ingin aku menghabisi mereka semua biar kamu tenang dan fokus dengan kami, hah,,,"
Dengan nada tinggi dan penuh penekanan Tuan Ayodyatama memandang tajam kearah istrinya.
Yang kini hanya tertunduk dengan air mata takut dengan amarah suaminya.
Dia tak dapat membayangkan jika ancaman suaminya menjadi kenyataan. Demi melihat ketiganya masih hidup, ia harus rela berpisah dengan ketiganya, karena suaminya tak menginginkan kehadiran ketiganya, dan itu hanya untuk membahagiakan putri semata wayangnya yang kini terbaring di brankar.
"Sayang,,, maafkan Mama, percayalah, sampai kapan pun Mama akan berusaha agar kita bisa bersama lagi,,, putri putri Mama tersayang."
Nyonya Tama pun mengambil ponselnya, lalu membuka galery foto kenangan mereka bersama. Air mata teriring senyuman nampak di bibirnya. Dengan kerinduan yang mendalam ia pun mencium layar ponselnya yang menampilkan foto ketiga bidadarinya.
********
Sementara itu, diruang peristirahatan Raffi nampak Naya juga Nara sedang berjalan cepat kearah tempat tidur Rana. Di sana sudah ada Dokter Rendra yang sedang memeriksa kondisi Rana.
"Dok,,, bagaimana keadaan adik saya, kondisinya stabil kan, Dok?"
Tanya Nara diliputi rasa takut juga kecemasan yang terangat sangat. Tanpa menatap kearah Rana ia menatap kearah Rendra yang membelakangi Rana.
Sejenak Rendra terdiam dengan menatap penuh tanya kearah Nara. Ingin rasanya ia lontarkan sejuta tanya kearah Nara namun ia urungkan karena Raffi sudah berdiri di samping istri kontraknya itu.
"Bagaimana kondisi Rana Dokter?"
Pertanyaan yang sama terlontar lagi dari bibir Nara.
Namun sebelum Dokter Rendra menjawab pertanyaan Nara, terdengar suara lemah yang sangat dikenalnya serta dirindukannya.
"Kakak,,, Kak Nara,,,"
Suara lemah itu terdengar dari balik punggung Dokter Rendra, hingga Dokter tampan itu harus menggeser tubuhnya agar tak menghalangi pandangan Nara.
Air mata Nara tak dapat di bendungnya lagi saat melihat Rana yang sudah membuka matanya yang kini sedang memandang kearahnya.
Segera Nara berhambur dan memeluk tubuh Rana yang kini masih terlihat sangat lemah itu.
"Sayang,,, kau sadar dek,,, kau sadar sayang,,,"
Nara pun menciumi seluruh wajah Rana meski ada selang medis yang terpasang di hidungnya saat ini.
"Terima kasih ya Tuhan, Kau dengarkan doa kami,,, Alhamdulillah Ya Allah,,,"
Nara terus menciumi wajah Rana yang membuat Naya pun cemberut.
"Kalian tega melupakan aku,,,hikkss,,hikkss,,,"
Dengan wajah memelas dan cemberut Naya mendekat kearah kedua saudarinya. Mereka pun berpelukan bersama. Sambil berderai air mata.
Raffi dan Rendra yang melihat adegan itu hanya bisa tertegun, merasakan iri di hati mereka masing masing,, hingga tanpa sadar mereka saling berpelukan.
"*Kakak,,,, kalian,,,"
bersambung🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹*