NovelToon NovelToon
1000 Hari Bersamamu

1000 Hari Bersamamu

Status: sedang berlangsung
Genre:Wanita Karir / Romantis / Cintamanis / Cinta Seiring Waktu / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Romansa
Popularitas:6k
Nilai: 5
Nama Author: Mardonii

Doni Pradipta, seorang koki berbakat yang kehilangan segalanya dalam kebakaran lima tahun lalu, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah karena sebuah undian aneh: menjadi personal chef (Koki Pribadi) bagi Naira Adani, aktris terkenal yang tengah terpuruk setelah perceraian dan skandal besar.

Pertemuan keduanya yang semula hanya soal pekerjaan perlahan berubah menjadi perjalanan penyembuhan dua hati yang sama-sama retak mencoba untuk bertahan. Di dapur itu, Naira menemukan kembali rasa aman, sementara Doni menemukan alasan baru untuk percaya pada cinta kembali.

Ikuti kisah mereka yang penuh emosi, tawa, dan luka yang perlahan sembuh.
Jangan lupa dukung karya ini dengan Like, Comment, dan Vote agar cerita mereka bisa terus berlanjut. 🤍✨

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardonii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 12. SMOOTHIE BOWL UNTUK SARAPAN

..."Ada luka yang tak perlu disembunyikan, cukup diakui agar bisa pulih."...

...---•---...

Lengan Naira tersingkap di bawah cahaya dapur. Di sana, pada kulitnya, terukir jejak yang tidak bisa ia hapus dengan riasan. Bekas luka berbentuk garis tidak beraturan, beberapa sudah memudar menjadi putih pucat, sebagian masih merah muda.

Udara dapur terasa dingin di kulit yang terbuka. Naira merinding, tapi tidak dari suhu.

Doni melihatnya. Rahangnya mengeras sekilas, lalu rileks. Tangannya tetap di sisi tubuh, napasnya teratur.

Tidak ada sentak. Tidak ada bergidik. Tidak ada tatapan kasihan yang bisa membuat Naira merasa lebih kecil. Matanya hanya menatap dengan tenang, tatapan seseorang yang mengerti karena pernah punya lukanya sendiri.

"Di lengan saya ada luka," kata Naira pelan. Jari-jarinya menyentuh salah satu bekas, kulitnya terasa berbeda di sana, lebih halus, seperti lilin yang mencair lalu membeku. "Bekas Rendra saat dia... kehilangan kontrol. Saya tutupi dengan riasan setiap kali syuting, tapi lukanya masih ada." Suaranya parau. "Dan saya benci luka ini. Karena ini bukti saya biarkan diri saya disakiti."

Doni melangkah lebih dekat, tapi berhenti, cukup dekat untuk bicara, cukup jauh agar Naira tak merasa terkepung.

"Itu bukan bukti kelemahan." Nada bicaranya rata, tenang. "Itu bukti kamu bertahan."

Naira menatap langsung ke matanya.

"Kamu bertahan dalam situasi yang bisa membunuh orang lain. Kamu keluar dari sana. Kamu masih berdiri." Doni menahan pandangannya, suaranya tidak naik, tidak turun. "Itu bukan lemah. Itu kekuatan."

Air mata jatuh lagi. Tapi kali ini bibir Naira melengkung, mata coklatnya ikut, berkilau seperti baru pertama kali dalam berminggu-minggu.

"Kamu selalu tahu kata yang tepat."

Doni menggeleng pelan. "Aku cuma bilang yang seharusnya sudah kamu dengar dari orang lain."

Naira mengusap pipinya dengan punggung tangan, menghela napas panjang seperti membuang beban dari dada. Lengan cardigannya diturunkan perlahan, menutupi kembali luka-luka yang baru saja ia perlihatkan. Tapi ada yang bergeser. Beban rahasia itu tidak lagi seberat tadi, karena sekarang ada satu orang lain di dunia ini yang tahu, yang melihat, yang tidak menghakimi.

Sisa aroma nasi goreng masih mengambang di udara, hangat dan menenangkan.

"Saya pikir saya akan kembali ke kamar. Coba tidur lagi." Naira mundur selangkah. "Terima kasih, Doni. Untuk semuanya."

Doni menangkap perubahan itu, cara Naira tidak lagi memanggilnya "Pak Doni", tapi ia tidak berkomentar. Beberapa hal lebih baik dibiarkan tumbuh sendiri.

"Panggil saja Doni. 'Pak Doni' terlalu formal untuk orang yang sudah makan nasi goreng tengah malam bareng."

Naira tertawa kecil. Suara itu bergema di dinding-dinding yang terlalu lama sunyi, asing tapi hangat.

"Baiklah, Doni. Terima kasih."

Ia berjalan menuju pintu, lalu berhenti. Kepala menoleh.

"Kalau... kalau malam lain saya tidak bisa tidur, boleh saya turun ke dapur?"

Doni tidak langsung menjawab. Matanya menangkap sesuatu di wajah Naira, harapan yang hati-hati, takut ditolak.

"Dapur selalu terbuka. Dan aku tidur ringan, jadi kalau kamu butuh nasi goreng jam berapa pun, aku siap."

Senyum Naira lebih hangat kali ini, bukan senyum sopan, tapi senyum yang sampai ke mata.

"Selamat malam, Doni."

"Selamat malam, Naira."

Langkah kakinya di tangga terdengar lebih ringan dari saat ia turun tadi. Doni berdiri di ambang pintu dapur, memperhatikan hingga bayangan Naira hilang di belokan koridor.

...---•---...

Doni duduk kembali di meja dapur. Piring dan cangkir kosong tergeletak bersih di depannya. Tangannya menopang dagu. Ia tidak tahu apakah yang baru saja terjadi melanggar Pasal 12 atau tidak, mereka bicara terlalu personal, ia mendengar cerita yang terlalu pribadi, ada koneksi yang terbentuk melebihi garis antara koki dan klien.

Tapi ia tidak peduli.

Kadang ada hal yang lebih penting dari kontrak. Dan membantu seseorang keluar dari jurang adalah salah satunya.

Di luar jendela, langit mulai berubah dari hitam pekat menjadi biru tua. Fajar masih jauh, tapi tanda-tandanya sudah muncul, burung pertama berkicau pelan, nyaris tidak terdengar di keheningan.

Doni bangkit dan membersihkan dapur dengan gerakan otomatis. Simpan bahan ke kulkas. Cuci wajan. Lap meja. Pikirannya di tempat lain.

Ia ingat saat Naira hampir mengulurkan tangan tapi tidak jadi. Ingat tatapannya, bukan menatap koki, tapi seseorang yang aman.

Garis tipis antara profesional dan personal sudah mulai kabur.

Bahaya ada di depan mata. Lima ratus juta rupiah denda menunggu jika ia melanggar. Restoran yang ia coba selamatkan bisa hancur jika kontrak ini batal.

Tapi saat ia teringat Naira menangis di dapur, rapuh, hancur, tapi masih mencoba bertahan, semua perhitungan rasional itu terasa seperti debu dibanding keinginan untuk peduli.

...---•---...

Doni berjalan ke kamarnya dan berbaring di tempat tidur yang sudah dingin. Matanya menatap langit-langit. Pikirannya terlalu ramai untuk tidur.

Garis sudah kabur. Sudah terlalu kabur.

Di lantai atas, di kamar yang pintunya tidak lagi terkunci serapat dulu, Naira Adani berbaring di tempat tidurnya. Perut kenyang. Mata bengkak. Tapi hati sedikit lebih ringan.

Untuk pertama kalinya dalam tiga bulan, ia tidur tanpa mimpi buruk.

Dan di dalam mimpinya, ada aroma bawang putih dan kecap manis. Ada kehangatan yang ia kira sudah hilang selamanya. Ada suara lembut yang berbisik:

Kamu tidak rusak. Kamu hanya terluka.

Dan luka bisa sembuh.

Asalkan ada seseorang yang cukup peduli untuk membalutnya dengan lembut, dengan sabar, dengan makanan yang dimasak dengan perhatian di tengah malam yang gelap.

Naira tidur dengan perasaan damai.

...---•---...

...Bersambung...

1
Ikhlas M
Loh Naira, jangan banyak makan-makan yang pedes ya nanti sakit perut. Kasian perutnya
Ikhlas M
Bisa jadi rujukan nih buat si Doni ketika dia ingin makanan sesuatu yang dingin
Ikhlas M
Pinter banget sih kamu Don. Aku jadi terkesan banget sama chef terbaik kayak kamu
Ikhlas M
Akhirnya dia mau makan juga. Terbaik banget sih kamu Don. Chef paling the best se jagat raya
Ikhlas M
betul banget. Memang makanan lokal juga gak kalah hebatnya di bandingan makanan luar
Iyikadin
Biasanya orang yang paling kita cintai adalah orang yang paling menyakiti juga😭
☠ ⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘAthena
ada mslh apa sebenrnya sama naira, hingga dia jd terpuruk kyk gtu, smg masskanmu bs mmbuat naira kmbli hidup Doni
☠ ⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘAthena
krn selera mknnya udh nggk ada doni, coba km buat mdkn yg baunya menggugah selera, jd nnt saat namira mencium bau mskn km dia jd ingin mkn
Rezqhi Amalia
nah betul. si pemilik rumah aja gak masalah tu
Rezqhi Amalia
ya gtu sih, satu laki laki saja berbuat kesalahan, pasti semua laki laki disamakan. begitu pula sebaliknya😭🤣
Rezqhi Amalia
seperti biasa Thor, pbukaan yg bagus🥹
Cahaya Tulip
Asal Ratna ga tau..klo pun tau tenang aja don, Naira pasti membelamu. yang penting nasi gorengnya jangan lupa pakai terasi 😁👍
@dadan_kusuma89
Ternyata kau sudah memikirkan sampai sedalam itu, Don. Aku salut denganmu, bukan hanya rasa di lidah yang kau utamakan, namun lebih dari itu, selain enak juga harus sehat.
@dadan_kusuma89
Filosofi dalam setiap resep racikan yang kau ciptakan selalu mengandung unsur penawar, Don. Meski tanpa kata ataupun ramuan herbal, namun jika rasa yang ditimbulkan memiliki kekuatan hakiki, maka semua itu bisa menjadi pendorong semangat hidup.
☕︎⃝❥Ƴ𝐀Ў𝔞 ⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ℘ℯ𝓃𝓪 🩷
mungkin krn klean mulai dekat, jd Naira ingin lebih kenal, paham & berempati sama kmu Don 🤭
Muffin
Betul mereka punya luka kehilangan yang sama. Hanya beda cara bersikap aja. Kalau naira lebih menutup diri
Muffin
Teratur sekali yaa hidup naira. Aku aja kadang makan pagi dirapel makan siang 🤣
LyaAnila
dia goreng nasi goreng lagi kah? kalau iya, pasti baunya harum. ahjadi pengen🤭
PrettyDuck
hwaaaa kalo ketauan pengacaranya jadi masalah gak nih? tapi syukur2 naira gak jadi mati kelaperan kann 😭
PrettyDuck
akhirnya makan kau nairaa! udah 8 bab si doni nungguin biar kamu makan 🫵
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!