Lima abad setelah hilangnya Pendekar Kaisar, dunia persilatan terbelah. Pengguna tombak diburu dan dianggap hina, sementara sekte-sekte pedang berkuasa dengan tangan besi.
Zilong, pewaris terakhir Tombak Naga Langit, turun gunung untuk menyatukan kembali persaudaraan yang hancur. Ditemani Xiao Bai, gadis siluman rubah, dan Jian Chen, si jenius pedang, Zilong mengembara membawa Panji Pengembara yang kini didukung oleh dua sekte pedang terbesar.
Di tengah kebangkitan Kaisar Iblis dan intrik berdarah, mampukah satu tombak menantang dunia demi kedamaian, ataukah sejarah akan kembali tertulis dalam genangan darah?
"Satu Tombak menantang dunia, satu Pedang menjaga jiwa, dan satu Panji menyatukan semua."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agen one, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18: Kecelakaan
Malam semakin larut di kedai penginapan yang tenang. Zilong, Jian Chen, dan Xiao Bai sedang berkumpul di balkon kamar untuk merencanakan langkah esok hari. Meski suasana kota terasa mencekam karena intrik politik sekte, di dalam kamar ini, suasana justru terasa sedikit lebih santai.
Jian Chen, yang biasanya terlihat dingin dan misterius sebagai "Pedang Sunyi" ternyata adalah orang yang sangat ekspresif jika sudah mengenal kawan baru. Ia sedang dengan antusias memperagakan sebuah gerakan tangan tentang bagaimana aliran Qi pedangnya bekerja.
"Jadi begini, Zilong! Jika kau memutar tombakmu ke arah kiri, aku bisa menutup celahnya dari sisi kanan dengan kecepatan penuh!" seru Jian Chen sambil bergerak lincah.
Namun, karena lantai kayu penginapan itu sudah tua dan sedikit licin akibat tumpahan teh sebelumnya, Jian Chen kehilangan keseimbangan.
"Woi, awas—!" teriak Jian Chen saat kakinya terpeleset.
Dalam upaya menyelamatkan diri agar tidak jatuh tersungkur, tangan Jian Chen tanpa sengaja mendorong punggung Zilong dengan kekuatan yang cukup besar. Zilong yang sedang fokus memperhatikan peta kota sama sekali tidak siap.
Gubrak!
Zilong terdorong maju dengan keras ke arah Xiao Bai yang sedang duduk santai sambil mengunyah manisan buah. Karena jarak mereka sangat dekat, tidak ada ruang untuk menghindar. Zilong jatuh menimpa Xiao Bai, dan karena gravitasi serta momentum yang tidak tepat...
Cup.
Bibir Zilong mendarat tepat di atas bibir Xiao Bai.
Keheningan seketika menyelimuti ruangan itu. Bahkan suara jangkrik di luar pun seolah berhenti berderik. Mata Zilong membelalak lebar, sementara Xiao Bai membeku seperti patung es.
Satu detik... dua detik... tiga detik...
"Z-ZILONGGGGG!!!"
Wajah Xiao Bai memerah padam hingga ke ujung telinganya. Saking malunya, ia tidak sengaja melepaskan sedikit energi silumannya. POOF! Sepasang telinga rubah putih yang halus tiba-tiba mencuat dari balik rambutnya, dan dua dari sembilan ekornya muncul karena kaget.
Zilong segera bangkit dengan wajah yang—untuk pertama kalinya—tampak sangat canggung dan bingung. "Itu... Xiao Bai, itu kecelakaan! Jian Chen yang mendorongku!"
Jian Chen berdiri dengan wajah pucat pasi, menyadari bahwa ia baru saja menciptakan "bencana" yang lebih besar daripada perang antar sekte. "Maaf! Aku bersumpah itu tidak sengaja! Aku hanya terpeleset teh!"
"KAU! PENDEKAR PEDANG BODOH!" Xiao Bai berteriak sambil melempar bantal, kursi, hingga baki teh ke arah Jian Chen. "AKAN KUCABUT SEMUA BULU HIDUNGMU!"
Setelah keributan kecil yang membuat separuh penginapan terbangun itu mereda, mereka bertiga duduk kembali dengan jarak yang sangat berjauhan. Xiao Bai terus menutupi wajahnya dengan tudung, sesekali mengeluarkan geraman kecil, sementara Zilong berdeham berkali-kali untuk menghilangkan rasa canggung yang luar biasa.
Sepertinya bertarung melawan seribu pendekar pedang jauh lebih mudah daripada menjelaskan kejadian barusan kepada Xiao Bai.
"Ehem," Jian Chen mencoba memecah kesunyian dengan wajah serius yang dipaksakan. "Mari kita lupakan kejadian tadi. Aku baru saja mendapat kabar dari informanku bahwa Penatua Mo telah menyiapkan sesuatu yang berbahaya di arena besok."
Zilong mengangguk, berusaha kembali fokus meski jantungnya masih berdegup sedikit lebih kencang dari biasanya. "Mereka akan menggunakan cara kotor. Aku merasakannya. Dan Jian Chen, terima kasih telah memberitahuku, tapi jika kau melakukan 'dorongan' itu lagi besok di arena, aku akan benar-benar menusukmu."
"Dimengerti." jawab Jian Chen sambil berkeringat dingin.
Di balik tudungnya, Xiao Bai masih menyentuh bibirnya dengan ujung jari, pikirannya terbang entah ke mana, mengabaikan pembicaraan serius tentang strategi perang yang sedang dibahas kedua pria itu. Bagi sang rubah, ancaman sekte pedang seolah menjadi urusan nomor dua malam ini.
