NovelToon NovelToon
Tumbal Rahim Ibu

Tumbal Rahim Ibu

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari Saat Hamil / Kumpulan Cerita Horror / Rumahhantu / Matabatin / Iblis
Popularitas:509
Nilai: 5
Nama Author: Mrs. Fmz

​"Ibu bilang, anak adalah permata. Tapi di rumah ini, anak adalah mata uang."
​Kirana mengira pulang ke rumah Ibu adalah jalan keluar dari kebangkrutan suaminya. Ia membayangkan persalinan tenang di desa yang asri, dibantu oleh ibunya sendiri yang seorang bidan terpandang. Namun, kedamaian itu hanyalah topeng.
​Di balik senyum Ibu yang tak pernah menua, tersembunyi perjanjian gelap yang menuntut bayaran mahal. Setiap malam Jumat Kliwon, Kirana dipaksa meminum jamu berbau anyir. Perutnya kian membesar, namun bukan hanya bayi yang tumbuh di sana, melainkan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lapar.
​Ketika suami Kirana mendadak pergi tanpa kabar dan pintu-pintu rumah mulai terkunci dari luar, Kirana sadar. Ia tidak dipanggil pulang untuk diselamatkan. Ia dipanggil pulang untuk dikorbankan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs. Fmz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18: Ibu Tidak Pernah Tidur

Kirana segera membuka kunci yang disumpal Dimas dan melangkah keluar, tetapi saat ia sampai di koridor, ia mendengar suara berat Ibu Tidak Pernah Tidur sedang menyanyikan lagu nina bobo di Pendopo.

Kirana menahan diri di balik tiang penyangga utama. Suara Nyi Laras yang menyanyi bukanlah suara yang menenangkan. Itu adalah gumaman dalam bahasa Jawa Kuno, nadanya rendah dan bergetar, seolah berasal dari kerongkongan yang sudah usang.

Ia mengintip ke Pendopo. Nyi Laras duduk di tengah, diapit oleh keempat pria berpakaian hitam. Mata Nyi Laras tertutup, kedua tangannya diletakkan di atas bungkusan kain hitam di hadapannya.

"Maka datanglah kau, wahai Penggendong Waris. Kau yang akan menggantikan raga yang tua. Kau yang akan menguatkan sumpah darah," gumam Nyi Laras, dan setiap gumaman diikuti oleh anggukan kepala keempat pria itu.

Kirana menyadari, Nyi Laras tidak tidur di Pendopo, tetapi dia selalu ada dalam keadaan trance atau ritual menjaga rumah ini agar tidak bisa dimasuki atau dikunjungi.

Ini adalah kesempatan terbaik. Nyi Laras terikat pada ritualnya.

Kirana melihat sekeliling. Pesan Laksmi menyuruhnya mencari Batu Hitam dan mengunci mereka di Pendopo.

Kirana merangkak di sepanjang koridor, bergerak seperti bayangan. Ia mencapai Pendopo. Di sudut ruangan, ia melihat tumpukan batu yang sebelumnya ia perkirakan hanyalah batu bata biasa.

Batu itu tidak biasa. Warnanya hitam pekat, permukaannya terasa berminyak, dan memancarkan hawa dingin yang menusuk. Bahkan dari jarak beberapa meter, Kirana bisa merasakan energi berat yang melingkupinya. Itu pasti Batu Hitam yang dimaksud.

Kirana harus mengunci gerbang Pendopo dengan batu itu.

Ia bergerak ke arah tumpukan batu. Setiap langkah terasa lambat. Gumaman Nyi Laras semakin keras.

"Siapa di sana?" Tiba tiba, salah satu pria berpakaian hitam membuka mata. Matanya merah, dan ia melihat lurus ke arah Kirana, seolah ia merasakan kehadirannya, bukan melihatnya.

Kirana membeku.

Nyi Laras membuka matanya. Senyumnya menghilang, digantikan oleh tatapan tajam dan dingin. "Itu hanya tikus, Tuan. Tinggal di sini sudah lama," kata Nyi Laras, suaranya kembali ke nada normal, seolah ia tidak sedang melakukan ritual mengerikan.

Pria itu kembali menutup mata, tetapi gumaman Nyi Laras menjadi peringatan.

Kirana kini sudah dekat dengan tumpukan batu itu. Ia mengambil satu batu hitam yang paling besar, kira kira seukuran kepala bayi.

Ia berlari menuju pintu geser Pendopo yang terbuat dari kayu jati. Ia menemukan kunci palang di sisi pintu. Kunci itu mudah digeser, tetapi akan membutuhkan sesuatu yang berat untuk menahannya agar tidak terbuka dari dalam.

Kirana menaruh batu hitam itu, memposisikannya tepat di bawah palang pintu.

Nyi Laras kini mulai menyanyikan lagi, tetapi nadanya kini berubah menjadi ancaman.

"Jangan sentuh yang bukan milikmu. Jangan lihat yang tidak boleh kau lihat," nyanyi Nyi Laras, matanya masih tertutup.

Kirana tidak peduli. Ia mendorong palang kayu itu hingga terkunci, lalu ia menyandarkan batu hitam berat itu ke palang.

Kreek!

Suara gesekan batu itu memecah keheningan. Nyi Laras sontak membuka mata. Wajahnya yang cantik kini menyeringai.

"Dasar anak bodoh. Kau pikir kau bisa mengunci aku?" Nyi Laras berdiri. Keempat pria itu ikut berdiri.

"Aku akan membakar rumah ini!" ancam Kirana, berbalik.

Nyi Laras tertawa terbahak bahak. Tawa itu tidak seperti tawa manusia. Itu kering, berderak, seolah tulang bergesekan.

"Kau tidak akan ke mana mana, Kirana. Pintu ini bukan satu satunya cara masuk, apalagi ke luar," kata Nyi Laras, melangkah ke arah Kirana.

Kirana tahu Nyi Laras kini akan menyerangnya. Ia harus lari.

Ia berlari menuju dapur, teringat pesan Laksmi: Lari ke hutan. Ke Balai Kambing.

Ia berlari melintasi dapur, menuju pintu belakang. Ia membuka pintu belakang, dan udara dingin langsung menerpa wajahnya. Di luar adalah kegelapan hutan.

Ia melangkah ke luar, tetapi ia terhenti. Pintu itu tiba tiba terkunci dari dalam, bukan oleh Nyi Laras.

"Kau mau ke mana, Sayang?"

Kirana menoleh. Di ambang pintu dapur, berdiri sosok tinggi kurus dengan mata kuning menyala, tidak lain adalah Kucing Hitam Tanpa Ekor yang kini menjelma menjadi sosok yang lebih mengerikan, siap menerkamnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!