NovelToon NovelToon
Balas Dendam Istri Marquess Yang Difitnah

Balas Dendam Istri Marquess Yang Difitnah

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Anak Genius / Mengubah Takdir / Mengubah sejarah / Fantasi Wanita / Balas dendam pengganti
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: BlackMail

Dieksekusi oleh suamiku sendiri, Marquess Tyran, aku mendapat kesempatan untuk kembali ke masa lalu.

​Kali ini, aku tidak akan menjadi korban. Aku akan menghancurkan semua orang yang telah mengkhianatiku dan merebut kembali semua yang menjadi milikku.

​Di sisiku ada Duke Raymond yang tulus, namun bayangan Marquess yang kejam terus menghantuiku dengan obsesi yang tak kumengerti. Lihat saja, permainan ini sekarang menjadi milikku!

Tapi... siapa dua hantu anak kecil itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BlackMail, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18 : Pesta Dansa Musim Panas

Hari pesta dansa tiba.

Seluruh kediaman sibuk luar biasa, tapi aku adalah pusat ketenangan di tengah badai. Aku tidak merasakan kegugupan seorang debutan. Aku merasakan ketenangan seorang algojo yang sedang mengasah kapaknya.

Malam itu, aku tidak memilih gaun dari sutra berwarna pastel atau yang dihiasi renda-renda manis. Pilihanku jatuh pada sebuah gaun yang telah kupesan secara khusus seminggu yang lalu.

Gaun itu terbuat dari sutra putih keperakan yang paling murni, begitu halus hingga tampak seperti cahaya bulan yang cair. Potongannya sederhana, ramping, dan memeluk tubuhku, tapi seluruh permukaannya dihiasi dengan sulaman benang perak yang rumit, membentuk pola sisik yang nyaris tak terlihat.

Saat aku menuruni tangga utama, keheningan menyelimuti aula. Ayah, yang sedang menungguku dengan ekspresi muram, menatapku dengan mata terbelalak. Cedric, yang terpaksa hadir, wajahnya berubah dari benci menjadi kaget.

Aku tidak lagi terlihat seperti putri rusa dari keluarga Hartwin. Malam ini, aku telah menanggalkan kulit dombaku. Aku adalah ular putih yang telah mereka ciptakan.

Istana Kerajaan adalah lautan cahaya, suara, dan kekuasaan. Chandelier kristal raksasa menggantung seperti konstelasi bintang, musik orkestra mengalun anggun, dan aroma parfum mahal bercampur dengan intrik politik.

Kehadiranku bersama keluargaku langsung menarik perhatian. Bisikan-bisikan mengikuti setiap langkahku.

"Itu dia... Nona Hartwin."

"Mawar Besi dari Selatan."

"Lihat gaunnya..."

Aku melihat Clarisse Vulpes di seberang ruangan. Dia menatapku dengan campuran rasa iri dan takut, lalu dengan cepat membuang muka saat mata kami bertemu.

Aku melihat Cedric yang dengan canggung mencoba berbaur dengan kelompok bangsawan yang jelas-jelas menghindarinya. Mereka semua hanyalah bidak-bidak kecil. Aku tidak punya waktu untuk mereka.

Mataku mencari sang singa.

Namun, ternyata Duke Raymond menemukanku lebih dulu. Dia mendekat, menembus kerumunan bangsawan yang memberinya jalan. Dia mengenakan seragam militer putihnya, pangkat dan medalinya berkilauan, membuatnya tampak seperti seorang pangeran dari dongeng.

"Nona Hartwin," sapanya, membungkuk dan mengecup punggung tanganku. Matanya yang biru menatapku dengan kekaguman. "Gaun Anda... membuat sebuah pernyataan."

"Saya hanya berpakaian sesuai dengan suasana pesta, Yang Mulia," balasku, tersenyum tipis. "Penuh dengan predator yang indah."

Dia tertawa kecil. "Kalau begitu, izinkan salah satu predator ini untuk meminta Anda menari?"

Aku menerima uluran tangannya. Saat kami melangkah ke lantai dansa, aku bisa merasakan ratusan pasang mata tertuju pada kami. Ini bukan sekadar tarian. Ini adalah aliansi yang dipamerkan di depan seluruh dunia.

Pemimpin Fraksi Royalis secara terbuka menunjukkan dukungannya pada kekuatan baru dari selatan. Sekaligus langkah pertama yang kuat bagi keluarga Hartwin ke arena politik.

"Persiapan di Atika berjalan sesuai rencana," bisiknya di dekat telingaku, sementara kami berputar mengikuti irama waltz. "Peringatanmu sangat berharga."

Dia pasti sudah memastikan secara pribadi informasi yang aku berikan.

"Saya hanya melakukan bagian saya untuk melindungi aset keluarga," jawabku.

"Kau melakukan lebih dari itu," katanya, tatapannya menjadi lebih dalam. "Kau melakukan bagianmu untuk melindungi Kerajaan." Ada kehangatan dalam tatapannya, sebuah ketulusan yang nyaris membuatku lengah.

Nyaris.

Saat lagu berakhir, tepuk tangan terdengar. Tapi saat aku kembali dari membungkuk hormat, kerumunan di sekitar kami tiba-tiba menjadi lebih sunyi. Udara terasa lebih dingin.

Marquess Tyran berdiri di sana.

Dia adalah kegelapan di tengah lautan cahaya. Setelan hitamnya yang tanpa cela, rambut hitamnya yang legam, dan matanya yang merah menyala. Dia mendekat, dan para bangsawan di sekitarnya mundur seolah memberi jalan pada seekor ular raksasa.

Dia mengabaikan Duke Raymond sepenuhnya. Matanya tertuju padaku.

"Nona Hartwin," katanya, suaranya selembut sutra namun sedingin baja. "Setelah tarian yang begitu indah dengan singa yang mulia, maukah Anda memberikan satu tarian untuk seekor ular kecil?"

Ular kecil katanya... Ular kecil mana yang berani mengabaikan seekor singa yang sangat jelas menunjukan permusuhan padanya.

Aku tidak punya pilihan. Menolak berarti menunjukkan rasa takut. Menolak berarti kalah.

"Sebuah kehormatan, Yang Mulia Marquess," jawabku, meletakkan tanganku di tangannya yang terulur.

Tangannya dingin, seperti yang kuingat. Genggamannya kuat dan posesif saat dia membawaku ke tengah lantai dansa. Musik kembali mengalun.

"Saya harus meminta maaf atas kesalahpahaman kita tempo hari," mulainya, suaranya berdesis pelan di telingaku. "Hujan membuat indra saya sedikit... bingung."

"Tidak masalah, Yang Mulia," balasku, menatap lurus ke matanya. "Seekor rusa harus selalu waspada terhadap predator, bahkan yang sedang 'bingung' sekalipun."

Dia tersenyum tipis, senyum yang tidak mencapai matanya. "Tapi saya tidak sepenuhnya salah. Sekarang pun, saya masih bisa menciumnya pada Anda. Aroma yang familier dan mengakar. Membelit jiwa anda dengan erat dan dalam. Satu tahun... dua tahun... Tujuh tahun. Sedalam itulah."

Tujuh tahun, itu adalah usia pernikahan kami sebelum kematianku... Aku tidak boleh goyah hanya dengan itu. Aku tidak boleh kalah. Aku bersumpah untuk tidak kalah.

"Mungkin yang Anda cium adalah ambisi, Yang Mulia," kataku, membalas serangannya. "Sesuatu yang saya yakin sangat Anda kenal. Atau mungkin... aroma dari kemenangan yang direbut dari tangan Baron Latona. Beberapa kemenangan memang meninggalkan jejak yang kuat."

Matanya menyipit. Aku telah mengenainya. Saat dia memutarku, genggamannya mengencang sesaat. Dan pada saat itu, sebuah kilasan menghantamku.

Aku tidak lagi berada di ballroom yang berkilauan. Aku berada di sebuah ruangan gelap yang dingin. Aku bisa merasakan rantai di pergelangan tanganku. Rasa sakit yang menyiksa...

Aku tersentak, langkahku goyah sesaat. Kilasan itu menyambar tanpa peringatan. Lututku nyaris melengkung, tetapi aku mengaturnya menjadi satu langkah dansa yang halus. Aku tidak akan memberinya kepuasan melihatku goyah.

"Anda baik-baik saja, Nona Hartwin?" tanyanya, matanya yang tajam tidak melewatkan sedikit pun reaksiku. "Tiba-tiba Anda terlihat... pucat."

Aku dengan cepat menguasai diri. "Hanya sedikit pusing karena berputar, Yang Mulia."

"Apa itu alasanmu untuk mengakhiri dansa?" ujarnya. Terlihat jelas tidak suka.

Aku membungkuk. Satu tanganku di depan dada dan tangan yang lain mengangkat samping gaunku. "Saya meminta maaf jika kondisi saya telah menyinggung perasaan Anda, Yang Mulia."

Marquess terdiam sejenak, matanya menyempit, lalu dia memberiku peringatan, "Nona Hartwin... salam itu adalah salam tradisi lama yang sekarang hanya dipakai oleh orang-orangku. Hati-hati, orang yang mengenalinya bisa salah sangka anda itu istri Saya."

Peringatan itu seperti sambaran petir bagiku. Tubuhku seketika menjadi kaku. Aku harus melawannya. Tapi tidak bisa.

Lagu masuk ke alunan terakhir, bagian utama. Namun, kami berhenti di tengah lantai dansa, dikelilingi oleh para penari lain, tapi rasanya hanya ada kami berdua di dunia ini.

Dia tidak langsung melepaskanku. Dia mencondongkan tubuhnya, bibirnya nyaris menyentuh telingaku.

"Teka-teki tentang Anda ini..." bisiknya, napasnya terasa dingin di kulitku. "Saya akan memecahkannya. Bau itu... seperti rumah yang hilang." Suaranya tiba-tiba sangat personal dan dalam, membuatku merinding. "Dan saya tidak pernah kehilangan apa yang menjadi milik saya."

Dia melepaskanku dan berjalan pergi, melebur kembali ke dalam kerumunan, meninggalkanku berdiri sendirian di tengah lantai dansa, jantungku berdebar seperti genderang perang.

Aku menoleh dan melihat Duke Raymond menatapku dari kejauhan, ekspresinya penuh kekhawatiran.

Aku telah selamat dari tarian bersama sang ular. Tentunya dengan tubuh yang terkoyak.

Tapi sekarang aku tahu dengan pasti. Marquess tidak lagi menganggap ini sebagai permainan politik. Ini adalah perburuan dann aku adalah buruannya.

1
BlackMail
Makasih udah mampir.🙏
Pena Santri
up thor, seru abis👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!