Azalea, Mohan, dan Jenara. Tiga sahabat yang sejak kecil selalu bersama, hingga semua orang yakin mereka tak akan pernah terpisahkan. Namun dibalik kebersamaan itu, tersimpan rahasia, pengkhianatan, dan cinta yang tak pernah terucapkan.
Bagi Azalea, Mohan adalah cinta pertamanya. Tapi kepercayaan itu hancur ketika lelaki itu pergi meninggalkan luka terdalam. Jenara pun ikut menjauh, padahal diam-diam dialah yang selalu menjaga Azalea dari kejauhan.
Bertahun-tahun kemudian, Jenara kembali. Dan bersama kepulangannya, terbongkarlah kebenaran masa lalu tentang Mohan, tentang cinta yang tersimpan, dan tentang kesempatan baru bagi hati Azalea.
Kini, ia harus memilih. Tetap terikat pada luka lama, atau membuka hati pada cinta yang tulus, meski datang dari seseorang yang tak pernah ia duga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Faroca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Girls time
Siang itu, di ruang tamu rumah Azalea yang biasanya tenang... Mendadak riuh dengan canda tawa tiga gadis yang katanya, sedang mengadakan girls time itu. Aneka makanan ringan dan minuman dingin yang berserakan di lantai seakan menambah keseruan buat mereka.
"Ya ampun... Ending drama kemaren tuh nggak seru banget," celetuk Fani sambil memakan kacang kulit yang ada didekatnya.
"Drama yang mana? Drama Azalea sama Amara kemaren?" Regi bertanya tanpa rasa bersalah.
"Ya iyalah drama yang mana lagi?" jawab Fani santai
Azalea menatap kedua temannya bingung, "Kok tiba-tiba ngebahas ending drama kemaren?"
"Ya, gue maunya tuh. Mohan milih lo, dan ninggalin si cewek menor itu. Biarin tuh cewe nangis tujuh hari tujuh malem," ujar Fani antusias.
"Kenapa Mohan harus milih gue?" Tanya Azalea penasaran.
"Ya karena, vibes kalian tuh mirip Drakor gitu. Mohan yang iseng dan lo yang Absurd," kata Fani
"Tapi kalo menurut gue, Azalea cocokan sama Jenara. Dia cowok dewasa, cocok buat Azalea yang masih labil dan Absurd..." timpal Regi menanggapi.
"Sama Mohan tau Gi, inner childnya Azalea keluar disitu." Fani masih kekeh
"Malah sama Jenara, Azalea lebih bisa ngeluarin sifat aslinya bukan topeng." Regi juga tetap dengan pendiriannya.
"Kalian apaan sih, nggak jelas!" Azalea mendorong kedua bahu sahabatnya pelan yang disambut dengan tawa ngakak mereka.
"Tapi ya Za, gue penasaran deh sama statement dari Amara... apa bener lo punya perasaan ke Mohan?" tanya Fani penasaran.
Azalea langsung terbatuk kecil, "Gue? Sama Mohan? Ya nggak mungkin lah," jawabnya
Fani dan Regi saling tatap, dengan alis terangkat. "Yakin lo? Tapi kok gue ngerasa, kalo lo lagi boong ya?" selidik Regi.
"Jangan boong ke kita Za, anak psikologi yang kepekaannya sepuluh persen kan cuma lo," sambung Fani.
"Sialan lo Fan! Jadi keliatan bego banget gue," ucap Azalea kesal.
"Ayo dong Za cerita, masa iya lo nggak ada perasaan ke mereka berdua? Secara ya, merekan punya wajah ganteng, perhatian dan selalu ada buat lo..." cerocos Regi
"Iya nih bocil, tinggal ngomong aja susah bgt." timpal Fani
"Nggak ada girls, gue sama mereka sahabatan dari dulu... Udah gitu doang," jawabnya bohong. "Udah yuk, kita ngomongin hal lain..."
Fani cengengesan ke arah Azalea, " ok kita bahas yang lain, menurut kalian Bram itu gimana? Dia ramah, tinggi dan keren kan?" Ucap Fani menilai salah satu teman kelasnya.
"Iya saking tingginya sampe gue kirain tiang listrik yang lagi ikut ngampus," celetuk Azalea lucu.
"Hahaha—mana ada tiang listrik ngampus. Ada-ada aja emang lo Za," Regi berkata sambil menggelengkan kepalanya.
"Nah Kalo si Bani, menurut lo gimana?" Fani mulai bertanya lagi.
"Bani yang kalo ngomong nadanya datar itu?" seru Regi bertanya balik. Fani menjawabnya dengan anggukan.
Azalea sedang asik mengunyah keripik pedas kesukaannya, hingga... "Nggak banget menurut gue. Dengerin dia ngomong aja, kaya lagi dengerin pengumuman kereta api. Monoton abis, nggak kira ada romantis-romantisnya."
Fani dan Regi tertawa bersamaan, keduanya tak tahan mendengar kalimat absurd dari Azalea itu.
Regi mencondongkan tubuhnya ke arah Azalea. "Kalo kriteria cowok di hidup Lo, yang kaya mana Za?" Regi tersenyum jail ke arah temannya itu.
Azalea berpikir sejenak, lalu dengan santainya dia berkata. "Gue suka cowok yang dingin, cuek... Tapi dalam cueknya dia tetep nyariin gue kalo gue nggak ada. Dan sikap dinginnya kaya kulkas dua pintu yang dalamnya kosong, tapi tetep nyala cuma biar gue nggak kepanasan. Cowok yang selalu bikin gue nyaman dan aman kaya security komplek yang jaga dua puluh empat jam," tutur Azalea menyebutkan tipe cowoknya dengan binar diwajahnya.
Regi dan Fani mendengarkan dengan seksama, lalu mereka saling pandang. "Jangan bilang cowok itu Jenara," ucap mereka berbarengan.
Azalea terkesiap mendengar ucapan kedua temannya, "Ng... Nggak kok, kalian asal tebak aja." katanya tergagap.
"Azalea, lo nggak bisa ngelak lagi. Cowok yang dingin dan cuek itu cuma Jenara kan?" Regi antusias ingin tau.
"Oh ternyata bukan Mohan ya, Hahaha—Saingan lo banyak Za kalo sama dia. Gue punya temen di fakultas kedokteran, mereka bilang kalo dikelas itu lagi ngadain sayembara buat dapetin Jenara. Gila kan mereka?" timpal Fani memberitahu.
"Apa? Amara juga dong? Kan mereka sekelas," teriak Azalea dengan wajah paniknya.
"Panik banget Za, katanya bukan Jenara cowok itu." Goda Regi,
"Ya... ya emang bukan, gue cuma kaget aja. Masa sahabat gue dibikinin sayembara," serunya kikuk.
"Ya gak apa-apa dong, harusnya Lo sebagai sahabatnya seneng. Karena Jenara jadi cowok idaman di kelasnya bahkan beberapa dari kelas kita juga ada yg tertarik, soalnya dia kan kalo nongkrong di kantin psikologi terus." Fani ikut menggoda Azalea.
"Iya harusnya gue seneng, hehehe—gue seneng kok," kekehan ya terdengar aneh.
"Ada yang deg-degan nih, takut gebetannya diambil cewek lain." Fani masih terus menggodanya.
"Lo pikir Pak Tanjung, yang kalo masuk kelas selalu bikin kita deg-degkan." Azalea berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Nah bener tuh, senyumannya aja kaya bikin gue mikir. Kayanya nilai gue bakalan D deh" timpal Fani.
"Makanya kadang kalo dia masuk kelas, gue tuh pengen berubah jadi kursi deh..." ucap Azalea asal
"Kursi??? Kok bisa?" Regi merasa aneh.
"Iya kursi, kursi kan tenang, nggak ada tekanan, nggak ada nilai dan hidupnya damai. makanya kalo ada pak. Tanjung mendingan gue jadi kursi," kelakar Azalea.
"Hahaha...seandainya kursi bisa ngomong, dia juga nggak akan mau di dudukin sama Lo Za. takut ketularan Absurd kursinya..." Fani menimpali ke-absurdtan temannya itu.
Azalea nyengir puas, mendapati kedua temannya tertawa ngakak.Azalea terus mengeluarkan kalimat-kalimat ajaibnya, membuat mereka bertiga pun kembali tertawa terpingkal-pingkal, menambah riuh ruang tamu di rumah Azalea.
Namun di balik tawanya, Azalea sempat terdiam sebentar. Ia sadar, semua canda absurdnya hanyalah cara untuk menutupi sesuatu yang lebih berat di dadanya. Setidaknya girls time ini memberi dampak baik pada Azalea, meskipun hanya sementara.