NovelToon NovelToon
Cinta Monyet Belum Usai

Cinta Monyet Belum Usai

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Teman lama bertemu kembali / Office Romance / Ayah Darurat / Ibu susu
Popularitas:5.1k
Nilai: 5
Nama Author: Ly_Nand

Sequel "Dipaksa Menikahi Tuan Duda"
Cerita anak-anak Rini dan Dean.

"Papa..."
Seorang bocah kecil tiba-tiba datang memeluk kaki Damar. Ia tidak mengenal siapa bocah itu.
"Dimana orangtuamu, Boy?"
"Aku Ares, papa. Kenapa Papa Damar tidak mengenaliku?"
Damar semakin kaget, bagaimana bisa bocah ini tahu namanya?

"Ares..."
Dari jauh suara seorang wanita membuat bocah itu berbinar.
"Mama..." Teriak Ares.
Lain halnya dengan Damar, mata pria itu melebar. Wanita itu...

Wanita masa lalunya.
Sosok yang selalu berisik.
Tidak bisa diam.
Selalu penuh kekonyolan.
Namun dalam sekejab menghilang tanpa kabar. Meninggalkan tanya dan hati yang sulit melupakan.

Kini sosok itu ada di depannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ly_Nand, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

18. Si Dingin yang Galau

Suasana di ruangan kerja Damar semakin dingin. Setelah makan siang tadi, Stasia dengan terang-terangan menolak ajakannya untuk bertemu orang tua di akhir pekan.

Penolakan itu masih menggelayuti benaknya. Damar kesal sekaligus penasaran—siapa yang lebih penting bagi Stasia hingga ia menolak kesempatan bertemu Mama Rini? Dulu, Stasia selalu tampak senang setiap kali diajak berkunjung, bahkan rela bermalam di rumah keluarganya. Tapi sekarang? Seolah ada hal lain yang jauh lebih penting darinya.

Kemarahan itu membara, ingin sekali ia luapkan. Namun ia harus menahan diri. Selain tiu ia masih takut bila Stasia meninggalkan ruangannya dan bertemu dengan Max.

“Pak, laporan saya sudah selesai,” ucap Stasia hati-hati, berdiri di depan meja Damar sambil menyodorkan dokumen.

Damar menoleh, meninggalkan layar monitornya. Tanpa ekspresi, ia mengambil dokumen itu. “Biar aku periksa dulu.”

Beberapa lembar ia baca dengan teliti, lalu alisnya mengernyit.

“Kamu yakin desain kalung kerja sama dengan Blue Saphire hanya dapat persentase peminatan segini? Teliti lagi. Jangan sampai ada yang salah.”

Stasia menarik napas dalam. “Data ini sudah saya cocokkan dengan penjualan bulan lalu, Pak. Memang belum tinggi pencapaiannya. Tapi bulan ini penjualannya naik karena banyak pengguna media sosial memberi review positif.”

“Kalau begitu, buat strategi marketing yang sesuai dengan kondisi ini. Aku mau peningkatan di bulan berikutnya.”

“Itu sudah saya tulis di bagian akhir, Pak.”

Damar menutup dokumen itu dengan keras, lalu meletakkannya kembali di depan Stasia. Tatapannya menusuk.

“Aku mau lebih detail. Perbaiki.”

“Baik, Pak…” jawab Stasia lirih, menunduk.

Dalam hatinya ia sempat berharap bisa segera meninggalkan ruangan ini setelah menyerahkan laporan. Namun nyatanya, tugas revisi membuatnya harus tetap berada di ruangan yang menegangkan itu. Setiap detik, ia merasa terkurung antara tumpukan kertas dan tatapan dingin Damar yang tak pernah benar-benar melepaskannya.

Waktu demi waktu berlalu, akhirnya sore tiba. Beruntung, Damar tidak memaksanya lembur. Stasia bisa pulang tepat waktu.

Sampai di lobi, ia berdiri sambil menunggu taksi yang sudah dipesannya. Matanya sesekali mengikuti lalu lalang kendaraan di depan gedung.

Tiba-tiba, ponselnya berdering. Stasia segera mengangkatnya.

“Halo,” sapanya ringan, lalu senyumnya merekah setelah mendengar suara dari seberang.

“Baiklah… sampai jumpa, sayang…” ucapnya lembut sebelum menutup telepon. Senyum itu masih tersisa di wajahnya, membuatnya tampak begitu hangat dan bahagia.

Ia tak sadar, sejak tadi ada sosok yang memperhatikannya dari samping. Damar. Berdiri dengan wajah kaku, namun matanya menyimpan bara amarah yang ditahannya rapat-rapat.

“Mau aku antar pulang?” suara dinginnya tiba-tiba terdengar.

Stasia terlonjak kecil, baru sadar keberadaannya. “Ah—tidak perlu, Pak. Saya sudah pesan taksi. Sebentar lagi pasti datang.”

Tak lama, mobil Damar tiba di lobi, tepat bersamaan dengan taksi pesanan Stasia yang berhenti di belakangnya.

“Permisi, Pak. Taksi saya sudah datang,” ucap Stasia sopan sebelum melangkah pergi, meninggalkan Damar yang masih berdiri dengan wajah kesal.

Begitu masuk ke mobilnya, Damar memejamkan mata rapat-rapat. Ia menahan ledakan emosi yang sejak tadi membuncah di dadanya.

Sepanjang perjalanan menuju kediaman keluarga Ardhana, pikirannya terus dipenuhi rasa tidak enak. Siapa yang Stasia panggil “sayang” tadi di telepon? Kenapa senyumnya begitu tulus saat mengucapkan kata itu?

Sesampainya di rumah, Damar langsung disambut pemandangan Wulan yang tengah menggendong bayi mungilnya di ruang tengah.

Damar menghampiri dengan senyum lelah, tapi begitu matanya tertuju pada wajah gembul keponakannya, ia langsung tampak lebih hidup. Ia berniat mencium Dilan, namun Wulan langsung menahan.

“Dam, cuci tangan dan ganti baju dulu.”

“Sedikit saja, Lan… Wanginya Dilan bikin tenang pikiran,” pinta Damar, separuh merajuk.

“Tidak boleh. Pokoknya cuci tangan dan ganti baju dulu, baru boleh peluk-peluk.”

Damar mendesah kesal. “Mama kamu cerewet, Lan,” gumamnya sambil menyentuh hidung keponakannya yang masih belum mengerti apa-apa.

Akhirnya, ia berbalik dan menuju kamarnya. Wulan hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah kembarannya itu.

Beberapa menit kemudian, Damar kembali dengan pakaian santai. Ia langsung meraih Dilan ke gendongannya, menghirup aroma bayi yang menenangkan sambil mencubit pipi gembulnya dengan gemas.

“Pelan, Dam. Nanti dia nangis,” tegur Wulan.

“Tidak akan. Dia tahu sedang bermain dengan om gantengnya. Benar, Jagoan?” ucap Damar, membuat Wulan hanya mendengus.

Sambil memperhatikan interaksi itu, Wulan bertanya pelan, “Bagaimana pekerjaan?”

“Seperti biasa.” Jawabnya singkat, tanpa menoleh.

“Kalau begitu… ada yang membuatmu gelisah?” selidik Wulan, mencoba menangkap keresahan yang jelas tergambar di sorot mata Damar.

Damar masih tak langsung menjawab. Ia terus bermain dengan pipi Dilan, membuat bayi itu menggeliat kecil.

“Menurutmu… apa sikap dan perasaan orang bisa mudah berubah?” tanyanya tiba-tiba.

“Maksudmu?” Wulan mengerutkan kening.

Damar tetap bungkam. Wulan mencoba menebak arah pembicaraan. Selama ini, hanya satu hal yang bisa membuat saudara kembarnya gelisah: Stacy.

“Apa Stacy berubah?” tebaknya tepat.

“Entahlah. Aku bahkan tidak bisa menebak atau memahami pikirannya.”

“Kalian sudah berpisah jarak sekitar sebelas tahun, tanpa status dan kepastian hubungan, bisa saja dia mendapatkan kenyamanan dari yang lain. Tapi.... apa kalian sudah saling mengungkapkan perasaan?”

Damar mendesah berat. “Apa yang harus diungkapkan? Dia bahkan memanggil orang lain sayang saat di telepon.”

Wulan tersenyum kecil. Ia tahu, Damar memang lebih terbuka padanya sejak ia sendiri kehilangan suami. Mereka sering berbicara dari hati ke hati, membuat Damar tak sungkan meluapkan isi kepalanya.

“Jadi kamu takut kecewa, lalu memilih memendam lagi?”

“Apa itu salah?”

“Yang jelas, sebelum menyerah, kamu harus cari tahu dulu siapa yang dia panggil sayang. Bisa saja itu keluarga atau teman dekat. Bukan berarti dia punya pacar. Lagi pula Mama bilang dia masih single. Kenapa tidak kamu pepet saja? Pantang menyerah sebelum janur kuning melengkung, Dam.”

“Aku merasa aneh bila melakukan itu.”

“Jangan-jangan kamu masih bersikap dingin padanya?”

Damar terdiam. Dan keheningan itu sudah cukup menjadi jawaban.

“Dam, wanita itu tidak suka dicueki. Mereka lebih suka dimanja, dihargai, dan dilihat hadirnya. Lagi pula apa kamu yakin perasaan Stacy sudah berubah? Apa dia tidak lagi perduli padamu?”

Tiba-tiba Damar terigat bagaiana Stacy membantunya saat tadi pagi tiba-tiba demam. Stacy sangat hati-hati merawatnya dan memastikan kesembuhannya. Hati damar berdesir hangat mengingat semua itu.

“Entahlah. Aku pusing. Wanita memang ribet,” keluhnya sambil mencium puncak kepala Dilan.

Ia meresapi aroma menenangkan bayi itu, seolah ingin melupakan semua kekacauan di kepalanya. Sementara Wulan hanya bisa menggelengkan kepala melihat saudara kembarnya—pria yang begitu tegas dan hebat di dunia bisnis, tapi rapuh dan ragu setiap kali menyangkut urusan hati.

1
Erna Fadhilah
sangat sangat sangat banyak kan malah
Erna Fadhilah
menang di Damar kalau posisinya kaya gitu 😁😁
Nittha Nethol
lanjut kak.jangan pakai lama
Sri Wahyudi
lanjud kak
Erna Fadhilah
asiiik 😂😂😂skrg gantian Damar yang ngejar Stacy ya😄😄
Erna Fadhilah
pada shock semua ini denger Ares manggil Damar dengan panggilan papa 😁😁
Erna Fadhilah
kamu ikuti aja Stacy nan pas akhir pekan biar kamu tau siapa orang yang di panggil sayang sama Stacy
Erna Fadhilah
Stacy bingung dia mau sama Ares tp di suruh sama Damar ketemu mama Rini
Erna Fadhilah
kirain tidur di kamar di dalam ruangan Damar 😂😂
Erna Fadhilah
tenang res sebentar lagi kamu bakal punya papa yang bakal sayang sama kamu
Erna Fadhilah
jangan jangan orang yang di maksud Stacy itu pak hadi sama hana 🤔🤔
Erna Fadhilah
yang di panggil sayang sama Stacy itu Ares ponakannya bukan orang special lainnya Dam 🤦‍♀️😁
Erna Fadhilah
makanya Dam ingat kata mama Rini ya kamu jangan gedein gengsi nanti bakal nyesel baru tau rasa
Erna Fadhilah
kirain wulan atau ayu eeeh ternyata mama Rini yang masuk ruangan Damar
Erna Fadhilah
siapa tu yg datang, wulan atau ayu kah🤔🤔
Sri Wahyudi
lanjud kak
Erna Fadhilah
begitu Damar masuk langsung liat pemandangan yang buat dia kebakaran
Erna Fadhilah
hana PD sekali mengaku calon istri Damar, masih untung Damar ga langsung ngomong sama para karyawan kalau hana bukan calon istrinya, kalau sampai itu terjadi bisa malu pakai banget pasti
Erna Fadhilah
aku seruju banget kalau wulan sama Andre
Erna Fadhilah
aku penasaran adam belum nikah ya thor, padahal kan dia lebih tua dari wulan dan Damar, wulan aja malah udah punya anak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!