Ketika cinta dan takdir bertemu, kisah dua hati yang berbeda pun bermula.
Alya gadis sederhana yang selalu menundukkan kepalanya pada kehendak orang tua, mendadak harus menerima perjodohan dengan lelaki yang sama sekali tak dikenalnya.
Sementara itu, Raka pria dewasa, penyabar yang terbiasa hidup dengan menuruti pilihan orangtuanya kini menautkan janji suci pada perempuan yang baginya hanyalah orang asing.
Pernikahan tanpa cinta seolah menjadi awal, namun keduanya sepakat untuk menerima dan percaya bahwa takdir tidak pernah keliru. Di balik perbedaan, ada pelajaran tentang pengertian. Di balik keraguan, terselip rasa yang perlahan tumbuh.
Sebab, cinta sejati terkadang bukan tentang siapa yang kita pilih, melainkan siapa yang ditakdirkan untuk kita.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dinar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Saat Alya berjalan melangkahkan kakinya yang sangat lelah keluar dari bangunan estetik, kini pandangannya menatap tidak percaya pada satu titik dimana ada seorang lelaki yang sejak sore tadi hilang tanpa kabar kini berada dihadapannya dengan nyata bahkan kedua tangannya direntangkan menyambut tubuh ringkih nya.
Alya tidak berubah apapun kondisinya ia akan berlari menghampiri sang kekasih yang kini berdiri tegak, menyambut dengan pelukan dan senyuman yang sangat indah.
Gggrrreeeppp.....
Raka menyambut tubuh mungil yang kini masuk kedalam dekapannya, nafasnya terasa berat bahkan sangat dalam. Ada beban yang kini sedang bertengger dihati dan pundak sang kekasih, namun Raka ingin memberikan waktu untuk Alya bisa menetralkan perasaannya terlebih dahulu.
Usapan lembut dan hangat itu terasa dipunggung Alya, memberikan rasa nyaman dan aman bahkan bebannya kini terasa lebih ringan. Air matanya masih tidak keluar, entah apa yang terjadi padahal Alya sudah sangat ingin menangis namun ternyata tubuhnya tidak mengizinkan dirinya untuk kembali mengeluarkan energi hanya untuk menangis.
" Capek ya... Mau ke mobil dulu, sayang?"
Ucapan Raka kali ini sepertinya ampuh mengembalikan kesadaran Alya yang langsung mengendurkan pelukan eratnya, wajahnya merotasi kearah kanan dan kiri karena saat ini keduanya berada dihalaman cafe yang sudah dipastikan jika akan banyak orang berlalu-lalang.
" Maaaasss..."
" Kenapa, hmmm?"
Alya langsung menarik tangan Raka menuju parkiran, karena ia tidak mengetahui kendaraan apa yang dibawa oleh kekasihnya. Bahkan saat ini dirinya ingin sekali bertanya, bagaimana bisa sang kekasih yang katanya banyak pekerjaan tapi kini berada dihadapannya.
" Aku maluuuu"
Setelah memasuki kendaraan, Alya langsung masuk kembali kedalam dekapan sang kekasih. Modus sekali, tetapi saat ini kondisinya sangat tepat jadi tidak terlihat seperti modus.
" Kamu malu punya Mas, gitu maksudnya?"
Tidak... Raka tidak marah, ini hanya sebuah keisengan saja sebagai salah satu cara agar sang kekasih tidak berlarut-larut dalam kesedihan.
" Ihhh bukan begitu, mana bisa pahatan Tuhan yang sempurna ini bikin malu Al. Justru bikin khawatir iya, karena sudah dipastikan banyak dilirik wanita-wanita diluar sana".
Blussshhhh....
Bagaimana bisa Raka terjebak dalam usahanya sendiri.
" Lalu?"
Raka masih terlihat santai, padahal kenyataannya ingin sekali bersorak-sorai mendapatkan pujian dari sang kekasih.
" Al malu, tadi peluk Mas diluar. Pasti banyak yang menganggap Al wanita murahan...".
Astagaaaa....
" Harusnya kamu bangga sayang, karena ternyata pahatan Tuhan yang sempurna ini hanya bisa dipeluk sama kamu. Bahkan ditempat umum, dan kamu membuktikan itu kan?".
Raka tidak marah, justru gemas ingin sekali mengigit pipi sang kekasih yang terlihat memerah bak tomat.
" Udah ahh, jadi bagaimana bisa Mas sampai disini?". Alya sengaja mengalihkan ucapannya, jika dilanjutkan maka otomatis dia akan kalah.
" Mau nyamperin dan nemenin calon istri kerja, soalnya takut diambil cowok lain tikungan tajam...".
Alya dibuang melongo dengan jawaban sang kekasih yang ternyata diluar dugaannya.
Ya Tuhan, drama apalagi yang harus aku hadapi malam ini. Hari ini kenapa terasa berat sekali, sedangkan energiku sudah habis.
" Mas... Ya Tuhan, bisa-bisanya..." Alya menepuk pelan jidatnya yang membuat Raka merasa heran.
" Memangnya ada yang salah dengan jawaban Mas?". Raka kini melajukan kendaraannya, membawa sang kekasih yang sudah diklaim sebagai calon istri untuk menuju tempat yang telah disiapkan.
" Enggak Mas... Mas udah bener cuma otak Al aja yang belum sampai jadi susah mencerna". Alya kini mengusap pelan wajahnya, seolah sedang menghadapi anak balita yang sedang banyak ingin tahu.
Perjalanan terasa lebih cepat karena keduanya terlibat obrolan hangat yang tentu saja Raka sesekali menjawab dengan jawaban yang menggemaskan.
Kini keduanya sudah berada disalah satu tempat yang cukup sepi, namun suasananya begitu tenang. Terlihat banyak lampu yang berkilauan membuat senyuman dibibir Alya kini semakin lebar, tangan Raka tidak diam kini terangkat mengelus surai yang terikat rapih.
" Jadi, ada apa dengan hari ini sampai membuat energi kesayangan Mas ini habis?".
Jika dengan orang yang tepat memang sangat nyaman, ketika gundah dibalas pelukan dan ketika energi habis dibalas dengan kekhawatiran terciptalah rasa bahagia.
" Mas...."
Alya menceritakan kejadian dimana dirinya bertemu dengan sang Ayah, bahkan setiap interaksi dan juga ucapan yang keluar dari mulutnya diceritakan dengan cukup lengkap dan detail. Tidak ada hal yang dikurangi ataupun ditambahkan, semua diceritakan seusai dengan apa yang terjadi.
Raka terdiam mendengarkan dengan baik, sesekali usapan lembut itu terasa hangat dipunggung tangan Alya. Tatapan keduanya terkunci seolah saling menggenggam satu sama lain.
Tidak ada tangisan yang terjadi, meskipun Alya menceritakan dengan penuh emosi namun tubuhnya benar-benar menolak untuk mengeluarkan air mata yang sangat berharga.
Raka membawa Alya kedalam pelukannya, terkadang kondisi dimana diri sedang tidak baik-baik saja. Hanya membutuhkan pelukan bukan masukan, apalagi menyalahkan yang berujung menjadi timbulnya emosi dan rasa tidak percaya diri.
Kali ini Alya merasa sangat tenang, kekasihnya benar-benar memberikan apa yang dibutuhkan. Tidak ada kata yang keluar dari mulut Raka sejak tadi, hanya ada usapan lembut dan pelukan erat. Sesekali puncak kepalanya dicium oleh Raka, membuat Alya memejamkan kedua matanya.
Malam ini untuk pertama kalinya Alya mencurahkan perasaan dan kegundahan yang selama ini dipendam, Raka adalah tempat terbaik yang benar-benar dibutuhkan oleh Alya.
Keduanya larut dalam pelukan hangat, menghabiskan waktu bersama hanya dengan saling menggenggam satu sama lain.