Damian, duda muda yang masih perjaka, dikenal dingin dan sulit didekati. Hidupnya tenang… sampai seorang cewek cantik, centil, dan jahil hadir kembali mengusik kesehariannya. Dengan senyum manis dan tingkah 'cegil'-nya, ia terus menguji batas kesabaran Damian.
Tapi, sampai kapan pria itu bisa bertahan tanpa jatuh ke dalam pesonanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lisdaa Rustandy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pembuktian
[MALAMNYA]
KAMAR DAMIAN-ALETHA
Damian baru keluar dari kamar mandi dan sudah mengenakan celana tidur panjang serta kaos polos. Ia menoleh ke arah tempat tidur, Aletha duduk di sana sambil memainkan ponselnya. Damian berjalan mendekat, lalu naik ke tempat tidur dan duduk di sisi Aletha.
"Kamu masih marah?" tanya Damian tiba-tiba.
Damian bertanya seperti itu karena sejak tadi siang Aletha sangat sedikit sekali berbicara dengannya, tepatnya setelah wanita itu menangis.
Aletha menjawab tanpa menoleh, "Marah kenapa? Aku gak punya alasan buat marah ke kamu."
"Tadi siang kamu menangis gara-gara aku. Aku yakin kamu marah."
Aletha menyimpan ponselnya dan menatap suaminya. "Aku gak marah, aku cuma kecewa. Tapi... gak ada gunanya juga aku kecewa, kan aku yang bilang kalau aku mau nikah sama kamu walaupun kamu tetap seorang gay. Aku sejenak lupa tentang itu, malah baper. Maaf ya..."
Damian menatap mata istrinya, kemudian ia bertanya lagi, "Kenapa kamu sangat yakin kalau aku ini seorang gay?"
"Kan kamu sendiri yang bilang," jawab Aletha.
"Apa kamu pernah lihat aku suka sama cowok atau pacaran sama cowok?"
Aletha menggeleng. "Di hadapan aku nggak pernah, tapi kalau di luar aku gak tahu. Bisa aja iya, dan kamu gak berani menunjukkan di depan umum karena LGBT kan memang bukan hal yang lazim di negara kita. Kamu juga seorang CEO, kalau orang tahu kamu suka sesama jenis itu bisa bikin nama baik kamu rusak."
"Kalau belum lihat secara langsung, bukankah itu artinya apa yang aku katakan gak terbukti benar? Seharusnya kamu gak percaya, kan?"
"Iya, tapi tetap aja aku percaya soalnya..."
"Soalnya apa?"
Aletha menatap suaminya dari dekat dan berkata, "Kamu gak pernah terlihat tertarik ke aku. Yah... aku gak tahu itu karena kamu gak suka aku yang gak menarik buat kamu atau memang kamu sukanya sesama jenis. Tapi yang pasti, aku percaya dengan pengakuan kamu dulu (gay)."
"Kalau aku bilang aku lelaki normal. Apa kamu percaya?"
Aletha menggeleng cepat.
"Kenapa?" tanya Damian.
"Gak tahu, aku gak percaya aja. Kebanyakan cowok ganteng jaman sekarang itu belok, yang ganteng suka yang ganteng juga!" jawab Aletha tampak kesal.
Damian tertawa geli, namun jawaban Aletha memang fakta yang terbukti saat ini. Ia berhenti bertanya dan berbaring. Damian menarik Aletha hingga berbaring bersamanya.
Sejenak hening, Aletha dan Damian saling diam dan hanya menatap langit-langit kamar. Semilir angin malam masuk lewat jendela, membuat Damian menarik selimut dan menutupi tubuh mereka.
Aletha berbalik menghadap Damian, matanya kembali tertuju pada wajah tampan itu. Damian menyadari tatapan Aletha padanya, ia pun berbalik menatapnya.
"Damian..." ucap Aletha pelan.
"Hm?"
"Apa aku gak menarik? Apa aku gak cantik?" tanya Aletha.
"Kenapa tanya begitu?"
"Aku pengen tahu jawaban kamu."
Damian mendeham sebelum akhirnya berkata setengah bercanda, "Buat aku... kamu cantik, walaupun memang sedikit menyebalkan."
"Oh," hanya itu respon Aletha.
Damian mengangkat alis. "Cuma itu respon kamu?"
"Ya iya, harus gimana?"
"Aku udah puji kamu, harusnya kamu senang."
"Aku gak senang sama sekali... sebab orang yang aku suka bahkan gak tertarik sama aku. Aku gak bisa membanggakan diri, karena aku gak bisa mengubah kamu."
Aletha berbalik membelakangi Damian, ia tak bicara lagi seolah memendam kekecewaan pada Damian. Damian membuang napas, dengan perlahan ia mendekati Aletha dan memeluknya dari belakang.
Aletha terbelalak saat tangan besar Damian melingkar di pinggangnya, spontan tangan Aletha memegang lengan Damian itu dan merasakan kehangatannya.
Damian mendekatkan bibirnya ke telinga Aletha dan berbisik, "Tidurlah... malam ini aku akan memelukmu..."
Aletha terdiam, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Ia menutup matanya rapat-rapat, berusaha menenangkan diri dari debaran yang tiba-tiba muncul karena pelukan Damian.
"Kenapa kamu peluk aku?" bisik Aletha nyaris tak terdengar.
Damian tidak langsung menjawab. Ia hanya mengeratkan pelukannya, menempelkan dagunya di bahu Aletha. Suaranya pelan, namun terdengar jelas, "Karena aku ingin... dan karena kamu istriku."
Aletha menggigit bibirnya. "Kalau kamu cuma kasihan, kamu gak perlu lakukan ini. Aku bisa peluk bantal guling kayak biasa."
"Aku gak kasihan," jawab Damian mantap. "Aku laki-laki normal, Aletha. Aku suka wanita."
Aletha membeku. Matanya terbuka lebar. "Apa... apa kamu serius?"
Damian tak menjawab. Ia membalik tubuh Aletha agar menghadap telentang, lalu menindih pelan tubuh istrinya. Tatapan Damian dalam, dan hangat. Sebelum Aletha sempat berkata apa-apa, Damian menunduk dan menciumi lehernya dengan perlahan.
"Emhhh... Damian...!" Aletha terkejut. Tangannya refleks mendorong dada suaminya, tapi tidak sepenuhnya menolak. "Kamu ngapain...?"
"Kamu gak percaya, kan? Kalau aku ini pria normal?" gumam Damian sambil tetap menatapnya dari jarak sangat dekat.
"Aku... aku gak tahu... aku bingung... Kamu bilang kamu gay... Mana mungkin aku percaya kalau kamu normal."
Damian tersenyum kecil. "Aku cuma bercanda waktu itu, tapi kamu terlalu serius dan malah percaya sepenuhnya."
Damian akhirnya mengakui keisengannya saat itu, yang pada akhirnya malah dipercaya oleh Aletha.
Aletha menatapnya tak berkedip, sulit mempercayai apa yang baru didengarnya. "Jadi selama ini kamu bohong?"
"Bukan bohong. Waktu itu aku cuma pengen kamu gak berharap terlalu banyak dariku, kamu tahu sendiri kalau aku cuek saat itu. Jadi aku asal bilang aja..." Damian mengusap pipi Aletha dengan ibu jarinya. "Tapi sekarang... kamu bisa lihat sendiri kan, Aletha? Kamu masih mau bukti?"
Aletha menelan ludah, tubuhnya tegang karena aura Damian yang berubah menjadi lebih mendominasi. Matanya bertemu dengan tatapan suaminya yang kini terlihat berbeda—penuh hasrat dan keinginan yang selama ini tidak pernah ditunjukkan.
Aletha juga merasakan sesuatu yang mengeras di bawah sana, dan ia yakin suaminya sudah menegang. Itu cukup membuktikan bahwa Damian memiliki nafsu terhadap dirinya, dan itu juga membuktikan bahwa Damian lelaki normal.
Jari jemari Damian menelusuri wajah Aletha dengan lembut, kemudian berkata, "Kita mulai pembuktiannya, Aletha. Aku akan buktikan kalau aku ini suka wanita."
Aletha membeku selama beberapa saat, tak percaya Damian benar-benar pria normal setelah ia percaya pada kebohongan suaminya. Aletha tampaknya harus pasrah, Damian sudah menunjukkan jati dirinya sebenarnya.
"Aletha... kamu siap melihat pembuktian dariku?" tanya Damian, sambil membelai halus pipi Aletha.
Aletha tidak menjawab, hanya menatapnya dengan jantung berdebar kencang. Wajah Damian cukup dekat dengannya, tatapan mata Damian penuh hasrat yang membara. Perlahan wajah Damian mendekat, jantung Aletha berdebar semakin tak karuan.
Namun ketika Damian mulai mendekat lagi, Aletha buru-buru menahan dadanya dengan satu tangan. "Damian... aku... aku gak bisa malam ini."
Damian berhenti, menatapnya heran. "Kenapa?"
"Aku... baru datang bulan," bisik Aletha, menunduk malu.
"Jangan bohong," Damian tak percaya.
"Aku serius, Dam. Baru datang pas tadi pulang kantor," Aletha jujur.
Damian terdiam sejenak, lalu tertawa pelan. Ia turun dari atas tubuh Aletha dan merebah di sisi Aletha. "Kamu tahu cara yang cukup ekstrim buat nolak aku, tapi oke. Aku percaya sekarang."
Aletha menoleh dan mendapati Damian masih tersenyum. "Kamu gak marah?"
Damian menggeleng. "Gak. Tapi kamu harus tanggung jawab. Setelah ini selesai... jangan pura-pura lupa soal 'bukti' yang kamu minta."
Aletha hanya menutup wajah dengan selimut, pipinya merah padam. Tapi yang jelas Aletha senang, suaminya bukan penyuka sesama jenis seperti yang ia pikir.
Itu artinya, ia dan Damian bisa hidup seperti pasangan suami istri pada umumnya. Aletha tak perlu takut untuk menjalani hidup selamanya sebagai istri seorang gay, seperti yang ia bayangkan.
*****
[PAGI HARI]
Cahaya matahari menembus tirai kamar, menyinari ruangan yang masih tenang. Damian berdiri di depan lemari di ruang ganti, mengenakan kemeja biru laut dan celana panjang kerja. Sementara itu, Aletha berdiri di depan meja rias, merapikan make-up tipis dan mengikat rambutnya.
Ia baru saja selesai memulas lipstik ketika tiba-tiba Damian menghampiri dari belakang, melingkarkan lengannya di pinggang Aletha dan mencium tengkuk istrinya dengan lembut.
Aletha spontan terlonjak kecil. "Damian!" serunya kaget.
Damian terkekeh pelan. "Selalu wangi."
Aletha hanya bisa menatap pantulan mereka di cermin dengan pipi yang merona. Ia menggigit bibir bawahnya, berusaha menyembunyikan rasa gugup.
"Kamu kenapa sih? Biasanya gak kayak gini," bisiknya pelan.
Damian menatap mata Aletha melalui pantulan cermin. "Memangnya kenapa kalau aku kayak gini? Bukannya dari dulu kamu pengen kalau aku membalas perasaan kamu?"
Aletha menunduk pelan, senyumnya mengembang meski ia masih canggung. "Iya, tapi tetap aja aku gugup dan ngerasa kamu aneh karena belum terbiasa."
Damian tersenyum lembut. Ia mengecup pipi Aletha sebelum melepas pelukannya. "Makanya kamu harus membiasakan diri."
Aletha berbalik dan berkata, "Hari ini ada rapat dengan Pak Danu, CEO dari PT. Pandawa Sejahtera. Jam sembilan pagi di restoran Athena."
Damian tersenyum dan mengangguk. "Oke, Nona asisten. Kamu harus ikut serta dalam pertemuan itu "
"Tapi aku..."
Kalimat Aletha terhenti, karena Damian mendadak mendekat lagi dan membetulkan kerah blazernya dengan gerakan lembut. Tatapan mata mereka saling bertemu, kali ini tanpa canggung, hanya ada kehangatan dan sedikit rasa malu yang manis.
"Jangan gugup," ucap Damian lembut. "Kamu bisa handle itu. Lagipula, aku yakin kamu lebih pintar dari mereka semua."
Aletha tersenyum kecil, menunduk sedikit. "Aku gak sepintar itu, berlebihan banget."
"Aku serius. Kamu keren, Aletha. Jangan ragu dengan kemampuan kamu, apalagi sekarang kamu bukan cuma partner kerjaku, tapi juga istriku."
Kata-kata Damian sukses membuat semangat Aletha membuncah. Ia mengangguk yakin, lalu melangkah ke arah pintu. Sebelum keluar kamar, ia menoleh sebentar. "Nanti malam, kita makan di luar yuk?"
Damian mengangkat alis. "Kencan?"
"Kalau kamu gak sibuk, aku mau," jawab Aletha sambil tersenyum malu.
Damian mengangguk mantap. "Deal. Aku jemput kamu di ruang kerja jam tujuh."
Aletha tersenyum lebih lebar, Damian menghampiri setelah mengambil tas kerjanya. Ia merangkul mesra pinggang Aletha dan mereka turun bersama ke lantai satu untuk sarapan.
Suasana terasa jauh lebih cair dan hangat dari biasanya. Aletha tersenyum bahagia pagi ini, begitu juga dengan Damian yang tak berpura-pura menahan diri saat ingin berbuat mesra pada istrinya.
BERSAMBUNG...
padahal Damian sudah menemukan pelabuhannya
selesaikan dulu masa lalumu dam
kamu harus menggunakannya cara yang lebih licik tapi elegan untuk menjaga Damian yang sudah jadi milikmu