Niat hati Parto pergi ke kampung untuk menagih hutang pada kawannya, justru mempertemukan dia dengan arwah Jumini, mantan cinta pertamanya.
Berbagai kejadian aneh dan tak masuk akal terus dialaminya selama menginap di kampung itu.
"Ja-jadi, kamu beneran Jumini? Jumini yang dulu ...." Parto membungkam mulutnya, antara percaya dan tak percaya, ia masih berusaha menjaga kewarasannya.
"Iya, dulu kamu sangat mencintaiku, tapi kenapa kamu pergi ke kota tanpa pamit, Mas!" tangis Jumini pun pecah.
"Dan sekarang kita bertemu saat aku sudah menjadi hantu! Dunia ini sungguh tak adil! Pokoknya nggak mau tahu, kamu harus mencari siapa yang tega melakukan ini padaku, Mas! Kalau tidak, aku yang akan menghantui seumur hidupmu!" ujar Jumini berapi-api. Sungguh sekujur roh itu mengeluarkan nyala api, membuat Parto semakin ketakutan.
Benarkah Jumini sudah mati? Lalu siapakah yang tega membunuh janda beranak satu itu? simak kisah kompleks Parto-Jumini ya.
"Semoga Semua Berbahagia"🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YoshuaSatrio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Pria Bertopeng
‘Satu lagi masalah selesai dengan mudah!’ seringai seseorang seraya memandangi gundukan tanah basah di hadapannya.
‘Dasar orang-orang bodoh! Tunggu giliran kalian satu per satu!’ imbuhnya lalu kembali membaur dengan para warga, berpura-pura mendoakan mendiang yang baru saja mereka kuburkan dengan nama yang salah.
.
.
.
Hampir satu jam upacara pemakaman baru selesai. Satu per satu warga meninggalkan tempat itu. Ada yang langsung pulang ke rumah masing-masing, ada yang kembali ke rumah Sukijo untuk menemani keluarga yang masih berduka.
Sementara itu, di sudut bagian luar area pemakaman, di balik pohon asem, seorang pemuda berdiri mengawasi hingga semua orang meninggalkan tempat itu.
Setelah dirasa sepi dan aman dari warga, pemuda itu berjalan cepat setengah mengendap-endap memasuki area pemakaman, dengan sebuah cangkul besar di tangan kanan.
Tepat di pintu masuk ia melepas kasut dan berhenti sejenak melongok ke dalam, mengedarkan pandangannya, kembali memastikan tak ada warga yang masih berada di sana. ‘Aman!’ batinnya seraya menahan rasa takut luar biasa.
Cruk
Cruk
Cruk
Pemuda itu menggali kuburan yang masih baru itu dengan cangkul besar yang dibawanya tadi. Tanah yang masih gembur karena pemakaman baru saja selesai, membuat si pemuda tak begitu kesulitan menggali.
Pemuda itu terus menggali tanpa peduli keringat dan badannya yang kotor. ‘Ah, dikit lagi!’ serunya dalam hati dengan rasa puas.
“Sudah kuduga!”
Tiba-tiba seseorang sudah berdiri tepat di ambang liang lahat. Pemuda yang menggali itu terkejut lalu mendongak ke arah sumber suara.
“Oh, Mas Kijo, a-anu— dengarkan dulu, aku tak bermaksud—”
“Lasmi sudah memberitahuku tadi. Dan aku datang hanya untuk membantumu!” ucap Sukijo tanpa basa-basi, lalu turun membantu Parto yang berusaha kembali menggali makam.
“Entah benar atau tidak, tapi aku baru tersadar saat melihat ke dalam lemari, dan memang hanya baju yang kamu ucapkan tadi yang tak ada di sana. Jadi, pastikan mengirim sampel bagian dari jasad ini sesuai dengan rencana yang kalian buat.” imbuh Sukijo.
“Inggih, Mas, siap!” sahut Parto lega, merasa mendapatkan ijin dari orang yang bersangkutan secara langsung.
‘Bocah SMP itu berguna juga rupanya, untung aku cerita rencanaku sampai ke plan z, tadi!’ batin Parto girang.
“Tapi jika memang benar Jumini, kamu yang akan aku kubur hidup-hidup karena sudah menggali kuburan istriku!” ancam Sukijo.
“Halah, gombal! Sekarang aja baru sok-sokan sedih, pas masih hidup nggak dinafkahi!”
Parto kembali dibuat terkejut oleh gerutu-an arwah yang telah duduk santai di ujung mulut liang, seraya menganyun-ayunkan kedua kakinya, persis seperti mbak Kunti yang nangkring di dahan pohon jambu.
‘Dasar hantu aneh!’ gumam Parto lirih.
“Jadi bagian apa yang ingin kau ambil dan kau bawa ke polisi? Harus merobek kulitnya kah? Atau mencabut satu gigi gitu?” tanya Sukijo dengan polos.
“Rambut, cukup ambilkan sehelai rambutnya saja, itu sudah cukup,” terang Parto bergidik ngeri membayangkan ucapan Sukijo. ‘Apa yang dipikirkannya, kenapa harus merobek kulit dan mencongkel gigi?’
“Ah!” seru Parto setelah kembali teringat hal lain lalu berbalik menatap Sukijo dengan serius. “Baju yang terakhir dia pakai, maksudku jasad ini, apa masih disimpan?”
“Masih,”
“Berikan juga itu padaku, seorang temanku di kota adalah petugas forensik. Aku akan meminta bantuannya langsung, jika ke polisi, prosedurnya akan rumit, belum lagi harus berhadapan dengan warga di sini yang jauh lebih rumit.”
“Hm, baiklah, untung masih kusimpan tadi.”
“Ya sudah kita harus cepat, sebelum ada warga yang melihat kita!”
Hingga akhirnya kedua pria itu selesai dengan tujuan mereka, dan tak lupa mengembalikan pekuburan itu seperti semula.
“Kalau kita jalan bareng, pasti akan terasa aneh kalau ada yang melihat, kamu duluan saja ke ruko, nanti aku antar kesana baju-nya.”
“Hm, oke, Mas.”
Kedua pria itu bergegas meninggalkan area pemakaman, tanpa menyadari ada sepasang mata manusia memperhatikan aktivitas keduanya.
Parto melangkah cepat melewati jalanan yang tadinya ditunjukkan oleh Lasmi sebagai jalur tercepat. Hanya mengandalkan cahaya bulan yang saat itu tak begitu terang karena awan mendung sering menutupinya.
“Sebenarnya aku bersyukur kalian ngikutin terus kemana-mana, lumayan bisa jadi jadi teman, tapi setiap tak sengaja melihat temanmu itu, wajahnya, aduh—” gerutu Parto pada dua sosok yang melayang mengikuti dirinya.
“Dari dulu kamu tak berubah ternyata, tetap pria penakut ya,” ledek Jumini seraya terkekeh.
“Bukan penakut, tapi Auh! Lihat wajahnya rata begitu, siapapun kalau lihat tetap akan ngilu!”
“Jadi benar tebakanku!”
Langkah Parto terhenti, dikagetkan oleh suara lain yang muncul dari balik perkebunan tebu. Saat itu Parto melewati jalan setapak diantara lebatnya pohon-pohon tebu.
Sesosok pria bertopeng tengah berdiri menantang Parto.
“Ka-kamu?!” Parto terbelalak, ia ingat benar topeng itu dan postur tubuh itu.
“Kamu pengacau yang tak layak tinggal di kampung ini! Kamu memilih pergi atau harus berakhir dengan clurit ini bersarang di lehermu!” gertak si pria bertopeng seraya mengacung-acungkan senjata yang dipegangnya.
“Kamu si pembunuh itu, si-siapa wanita yang kamu bunuh setelah dengan bengis memperkosanya!” gertak Parto penuh amarah.
Pria bertopeng itu tampak terkejut setelah mendengar ucapan Parto. “Ka-kamu siapa? Bagaimana kamu—”
Kini keberanian Parto meningkat dua ratus lima belas persen. Ia tak peduli dengan celurit yang terlihat berkilau tajam oleh pantulan sinar bulan, ia melangkah maju dengan dua kepalan tinju siap menyerang.
Satu tendangan Parto tepat sasaran mengenai dada si pria yang tampak masih terkejut dan tak siap dengan serangan Parto. Pria itu terhuyung ke belakang.
Parto tak melewatkan kesempatan itu, ditendangnya lengan yang memegang celurit, hingga membuat senjata itu lepas dari genggaman si pria bertopeng. Lalu dicengkeramnya kerah baju si pria misterius itu.
“Gara-gara kamu, aku harus melihat wajah mengerikan itu!” Satu lagi pukulan penuh kemarahan mendarat di wajah yang dilapisi topeng lateks itu.
Si pria tersadar dari rasa terkejut, lalu kini berusaha melawan Parto. Pertarungan sengit pun tak terhindarkan lagi, dengan dua suporter mengawasi dengan gemas.
Jumini bahkan berusaha membantu Parto, hendak menjambak rambut si pria bertopeng, namun ia tak bisa, karena Jumini hanya arwah, yang tak bisa memegang benda padat.
Begitu juga dengan si sosok berwajah rusak, ia ingat betul si pria bertopeng ini adalah pelaku yang tega menyakitinya hingga merenggut semua yang dia punya. Namun entah kenapa mulutnya sosok itu tak bisa terbuka, hingga tak bisa mengatakan pada Parto siapa pria itu.
Pertarungan masih berlangsung, hingga keadaan sangat menguntungkan Parto. Ia berhasil melayangkan tendangan memutar, dan tepat mengenai wajah si pria bertopeng hingga membuatnya terjerembab jatuh ke tanah.
“Mampus, kau! Sekarang saatnya melihat seperti apa wajahmu, aku yakin kamu salah satu dari warga—”
Namun terlambat, dengan sisa tenaganya, pria itu bangkit lalu berlari kembali menenggelamkan tubuhnya diantara rimbunnya pohon tebu.
Tak ingin kehilangan jejak, Parto pun mengejarnya. “Dia yang membunuhmu! Bantu aku mengejarnya! Tunjukkan padaku dimana dia jika aku kehilangan jejak!” perintah Parto pada dua arwah itu.
...****************...
Bersambung....
mantap, karena nggak bisa tidur, othor lanjut nulis semalam. Mayan kan bisa up dobel.
Bilang makasih dulu sama othor yang keren tiada dua🥴.
dua orang cewek dari masa lalumu dan masa depanmu sedang melarangmu pergi.
gimana to...? jadi pergi atau tetap bertahan walaupun menakutkan?
siapa yg di rulo dan siapa yg di ikuti coba
apa mingun =Sasongko???🤔🤔🤔