Gairah Terlarang Cinta Pertamaku

"Abang tunggu di sini, ya. Adek cuma sebentar kok," ucap Arzela sebelum turun dari mobilnya. "Jangan coba-coba turun dari mobil!" Ucapnya lagi sambil menatap tajam Abangnya.

Arzelo hanya terkekeh mendengar ancaman dari adik kesayangannya. Sepanjang perjalanan menuju kampus, gadis cantik itu tidak berhenti memperingatkan abangnya untuk tidak keluar dari mobil.

"Baiklah, demi Kamu abang rela deh nyembunyiin ketampanan abang seumur hidup," ucapnya dramatis.

Arzela memutar bola matanya malas, gadis cantik itu lalu keluar dari mobilnya. Bertepatan dengan itu, sebuah mobil berhenti tepat di samping mobil Arzelo.

Mobil yang sangat Arzela kenal, karena hampir setiap hari ia duduk di kursi depan mobil itu. Namun kali ini bukan Arzela yang duduk di sana.

Nadeo keluar dari mobil itu, diikuti Sabrina yang keluar dari pintu samping lainnya.

"𝘈𝘳𝘻𝘦𝘭𝘢."

"𝘒𝘢𝘬 𝘋𝘦𝘰."

Untuk sesaat tatapan keduanya bertemu, namun Arzela lebih dulu memutuskan tatapannya. Hati Arzela kembali merasa sesak melihat orang yang sangat ia cintai bersama wanita lain. Apalagi saat melihat Sabrina bergelayut di lengan Nadeo, hatinya begitu teriris.

"𝘎𝘢𝘬 𝘢𝘥𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩, 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘴𝘶𝘢𝘮𝘪 𝘪𝘴𝘵𝘳𝘪. 𝘛𝘢𝘱𝘪 𝘬𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘴𝘦𝘤𝘦𝘱𝘢𝘵 𝘪𝘯𝘪? 𝘔𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘵𝘦𝘳𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵 𝘵𝘦𝘳𝘱𝘢𝘬𝘴𝘢 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘯𝘪𝘬𝘢𝘩𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢."

Arzela tersenyum getir, matanya kembali berembun. Namun secepat kilat ia langsung mengusap air mata yang nyaris jatuh itu.

"𝘒𝘢𝘮𝘶 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘬𝘶𝘢𝘵 𝘈𝘳𝘻𝘦𝘭𝘢," 𝘣𝘢𝘵𝘪𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵𝘪 𝘥𝘪𝘳𝘪 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪.

Sementara itu Nadeo berusaha mati-matian menahan untuk tidak menghampiri Arzela. Namun melihat gadis yang sangat dia cintai mengusap ujung matanya, Nadeo tidak bisa menahan diri lagi. Ia orang yang paling sakit melihat Arzela terluka, namun kali ini justru ia penyumbang rasa sakit untuk gadisnya itu.

"Zel---"

Nadeo ingin menghentikan langkah Arzela yang pergi dari sana, namun Sabrina menahannya dengan mencekal tangan suaminya itu.

"Kak, nanti jemput aku lagi, kan?"

Nadeo tidak menanggapi ucapan istrinya, matanya tetap fokus menatap punggung Arzela yang perlahan mulai menghilang dari pandangannya.

"𝘚𝘢𝘺𝘢𝘯𝘨, 𝘬𝘢𝘬𝘢𝘬 𝘴𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘮𝘦𝘳𝘪𝘯𝘥𝘶𝘬𝘢𝘯𝘮𝘶."

"Kak---"

"Pulang sendiri, aku sibuk."

Nadeo menghempaskan tangan Sabrina yang sejak tadi menggenggam tangannya. Nadeo masuk ke dalam mobilnya lalu pergi meninggalkan Sabrina.

Sabrina mengepalkan tangannya matanya menatap tajam mobil suaminya yang sudah menghilang.

"Kali ini kamu boleh seperti ini, kak. Tapi lain kali aku tidak akan membiarkanmu bersikap seenaknya sama aku."

"𝘉𝘶𝘬𝘢𝘯𝘬𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘥𝘶𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘱𝘢𝘬𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘪𝘬𝘢𝘩? 𝘛𝘢𝘱𝘪, 𝘬𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘮𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘸𝘢𝘯𝘪𝘵𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢𝘪 𝘒𝘢𝘬 𝘋𝘦𝘰?"

Diam-diam Arzelo sejak tadi memperhatikan sikap Sabrina yang menurutnya sangat janggal. Arzelo tidak mengenal Sabrina, bahkan belum pernah sekali pun bertemu dengan wanita itu, ia hanya tahu dari cerita adiknya saja. Namun saat melihat secara langsung, Arzelo merasa sifat wanita itu berbanding terbalik dengan yang diceritakan adiknya.

"𝘈𝘬𝘶 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘢𝘳𝘪 𝘵𝘢𝘩𝘶, 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘸𝘢𝘯𝘪𝘵𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘣𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘸𝘢𝘯𝘪𝘵𝘢 𝘣𝘢𝘪𝘬-𝘣𝘢𝘪𝘬. 𝘗𝘦𝘳𝘢𝘯𝘨𝘢𝘪 𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘭𝘪𝘤𝘪𝘬. 𝘑𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘮𝘱𝘢𝘪 𝘥𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘢𝘬𝘪𝘵𝘪 𝘈𝘳𝘻𝘦𝘭𝘢."

Jangan lupakan kecerdasan Arzelo, sejak kecil si tampan ini memiliki kemampuan luar biasa yang tidak dimiliki kebanyakan orang. Instingnya sangat kuat dan tidak pernah meleset, karena itu di usianya yang masih tergolong muda, Arzelo sudah mendapatkan predikat pengusaha muda berbakat.

Di saat pria seusianya masih merintis karir, namun Arzelo sudah berada di puncaknya. Seperti prediksi kakeknya, Malik. Arzelo akan menjadi orang yang berpengaruh melebihinya dan juga daddy-nya Kaivan Malik.

"𝘒𝘦𝘯, 𝘵𝘰𝘭𝘰𝘯𝘨 𝘤𝘢𝘳𝘪 𝘵𝘢𝘩𝘶 𝘸𝘢𝘯𝘪𝘵𝘢 𝘪𝘯𝘪!"

Arzelo mengirim pesan pada seseorang lengkap dengan foto yang diam-diam Arzelo ambil beberapa waktu lalu.

...----------------...

"Arzela tunggu!"

Sabrina menghentikan langkah Arzela yang sedang terburu-buru. Wanita itu tidak menatap lemah lembut Arzela seperti biasanya. Kali ini Sabrina menatapnya sinis dan penuh kebencian.

"Kenapa?"

Arzela terlihat datar, walaupun hatinya dipenuhi banyak pertanyaan.

"Aku tahu Kamu dan Kak Deo pernah saling mencintai. Tapi sekarang dia suamiku, Arzela. Tolong jauhi dia, hiduplah terhormat jangan menjadi pelakor!"

Arzela tersentak dengan ucapan Sabrina. Ia tidak menyangka wanita yang ia anggap sahabat, bisa menghinanya seperti ini.

"Siapa yang Kamu bilang pelakor? Dan siapa yang sebenarnya merebut?" Tanya Arzela dengan santai. "Kamu jangan lupa Sabrina, dia terpaksa menikahimu. Kalau aku tidak mengijinkan Kak Deo menikahimu, dia tidak akan pernah melakukannya."

Sabrina mengepalkan tangannya, apa yang dikatakan Arzela memang benar. Pernikahan mereka terjadi karena restu Arzela. Nadeo masih bimbang menimbang keputusannya saat itu, dan Arzela lah yang meyakinkannya di tengah-tengah kepedihannya.

Walaupun Arzela harus menikam perasaannya sendiri, tapi ia rela demi Nadeo yang ingin terbebas dari balas budi yang Harleya bebankan padanya.

"Jangan kepedean Kamu." Sabrina menyangkal. "Mungkin saat ini dia memang terpaksa menikahiku, tapi Kamu lihat saja, suatu hari nanti dia akan berterima kasih karena menikah dengan ku."

Arzela semakin tercengang, apa ini sifat Sabrina sebenarnya? licik dan culas, pikir Arzela. Gadis cantik itu tiba-tiba menyesal sudah membiarkan Nadeo menikahi wanita itu.

"Kenapa Kamu diam? Apa Kamu takut?"

Diamnya Arzela membuat Sabrina semakin gencar mengolok-olok gadis cantik itu. Namun celetukan Arzela selanjutnya berhasil membungkam mulut Sabrina.

"Iya aku takut. Ternyata selama ini aku berteman dengan wanita iblis seperti mu," ucapnya dengan seringai tipis di wajahnya. "Terima kasih sudah membuka kedokmu sendiri. Kalau tidak, mungkin selamanya aku berada dalam kesesatan."

Arzela pergi meninggalkan Sabrina yang begitu tertampar dengan ucapannya. Terlihat dari tatapan tak bersahabat nya yang seperti ingin menelan orang hidup-hidup.

"Kurang ajar!"

Sabrina tidak menyangka ia yang ingin menjatuhkan mental Arzela, namun justru dirinya yang dipermalukan gadis itu.

Arzela mungkin polos, ia sangat mudah mempercayai orang. Tapi Arzela bukan tipe orang yang akan diam saja jika ditindas apalagi disakiti.

...----------------...

Sementara itu Nadeo sudah berada di kantor papanya. Pria itu sedang menerima arahan dari papanya mengenai pekerjaannya.

"Nanti Kamu akan dibantu asisten pribadi yang sudah papa siapkan," ucap papa Dewa.

Dewa dan Nadeo sedang berada di dalam ruangan yang akan Nadeo tempati, ruangan milik Dewa yang sebentar lagi akan ia serahkan pada putra semata wayangnya.

"Siapa?" Tanya Nadeo.

"Kamu akan mengetahuinya nanti. Walaupun dia karyawan magang di sini, tapi dia sangat cerdas."

Nadeo hanya menganggukkan kepalanya, siapa pun itu tidak ada masalah untuk Nadeo. Selama bisa membantu pekerjaannya dengan baik.

Tok tok tok

"Sepertinya dia sudah datang," ucap Dewa. "Masuk!" Dewa mempersilahkan orang yang akan menjadi sekertaris putranya masuk.

"Maaf Pak, saya terlambat. Saya harus ke kampus dulu tadi," ucapnya sambil menundukkan wajahnya. Ia benar-benar tidak enak karena datang terlambat.

Deg

"𝘚𝘶𝘢𝘳𝘢 𝘪𝘵𝘶 ..."

"Tidak apa-apa, saya paham. Oh iya, mulai hari ini Kamu saya tugaskan untuk membantu pekerjaan putra saya, karena mulai hari ini dia akan menggantikan saya."

Karyawan magang itu mendongakkan wajahnya.

Deg

𝘛𝘰 𝘣𝘦 𝘤𝘰𝘯𝘵𝘪𝘯𝘶𝘦𝘥