Malam itu Rifanza baru saja menutup bagasi mobilnya sehabis berbelanja di sebuah minimarket. Dia dikejutlan oleh seseorang yang masuk ke dalam mobilnya.
Bersamaan dengan itu tampak banyak laki laki kekar yang berlari ke arahnya. Yang membuat Rifanza kaget mereka membawa pistol.
"Dia tidak ada di sini!" ucap salah seorang diantaranya dengan bahasa asing yang cukup Rifanza pahami. Dia memang aedang berada di negara orang.
Dengan tubuh gemetar, Rifanza memasuki mobil. Di sampingnya, seorang laki laki yang wajahnya tertutup rambut berbaring di jok kursinya. Tangannya memegang perutnya yang mengeluarkan darah.
"Antar aku ke apartemen xxx. Cepat!" perintahnya sambil menahan sakit.
Dia bukan orang asing? batin Rifanza kaget.
"Kenapa kita ngga ke rumah sakit aja?" Rifanza panik, takut laki laki itu mati di dalam mobilnya. Akan panjang urusannya.
"Ikuti saja apa kata kataku," ucapnya sambil berpaling pada Rifanza. Mereka saling bertatapan. Wajahnya sangat tampan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mash berdua
DEG DEG DEG
Wajahnya memanas. Untung saja laki laki itu tidak melihatnya.
Rifanza tidak membantah lagi. Dia biarkan laki laki itu memeluknya. Hawa panas dari tubuh Shaka mulai mengalir ke dalam aliran darahnya. Kini kulit dan aliran darahnya terasa hangat. Tapi anehnya Rifanza merasa nyaman.
Laki laki ini tidak berbohong. Dia hanya memeluknya sambil tidur?
Rifanza tanpa sadar tersenyum. Teringat akan racauannya.
Nggak mungkin dia akan meminta macam macam pada laki laki ini. Dia tau resikonya.
Rifanza kembali tersenyum ketika mendengar dengkuran halus laki laki ini.
Dia mulai balas memeluk. Kenapa dia merasa nyaman padahal statusnya masih ngga jelas bersama Shaka.
Rifanza menghembuskan nafas perlahan. Teringat obrolannya dengan mamanya.
Tunangannya nanti, apakah bisa memberikan rasa nyaman seperti ini?
Rifanza juga ikut memejamkan matanya. Dia juga kurang tidur tadi malam. Baru tidur beberapa jam menjelang subuh, kemudian bangun karena haus ketika sinar matahari sudah menembus tirai tipisnya.
Saat itulah Rifanza mendengar suara ketukan pintu yang dia kira papanya. Makanya dia tidak mengeceknya lewat lubang pengintip di pintu, dan langsung saja membuka pintu.
Ternyata hal yang sama sekali tidak pernah dia pikirkan hadir di depannya.
Shaka, laki laki yang dia kira bos bandar obat obat terlarang ada di sini.
Shaka tau dari mana kalo dia ada di sini?
Ternyata setelah dia mencarinya di kotak pencarian, baru dia dapat informasi tentang laki laki itu, yang ternyata adalah seorang pengusaha sukses dan memang sudah sangat kaya raya sejak lahir.
Dia memang bodoh sekali. Kenapa tidak menyelidiki laki laki ini sejak awal. Selalu itu yang dia sesali.
Pasti papa dan kakeknya sangat setuju dengan pilihannya. Pebisnis sukses dengan track record yang sangat baik.
Sayangnya dia sudah sangat terlambat Mamanya sudah menemukan calon suami untuknya yang dia belum tau siapa. Seperti apa karakternya. Wajahnya apakah lebih tampan dari Shaka?
Terlalu banyak kemungkinan yang dia pikirkan hingga membuatnya akhirnya ikut terlelap. Pelukan ini terlalu nyaman.
*
*
*
Rifanza membuka matanya ketika pelukan laki laki itu melonggar.
"Dia masih tidur?" Rifanza agak mendongak sambil melihat wajah Shaka yang tampak tenang dalam tidurnya. Dengkur halusnya masih terdengar membuat Rifanza tersenyum.
"Kamu masih demam. Pasti sangat lelah, ya, berjam jam di dalam pesawat," lirih Rifanza sambil perlahan menyingkirkan tangan Shaka di pinggangnya.
Dia kemudian bangkit perlahan dari tidurnya. Menggantikan bantal gulingnya untuk dipeluk Rifanza.
Laki laki itu benar benar sangat kelelahan hingga ngga menyadari nya.
Rifanza tersenyum dengan debar debar halus di dada. Pipinya pun merona.
Rifanza melihat kaki Shaka yang masih terbalut kaos kaki.
Rupanya dia sempat melepas sepatunya sebelum berbaring di ranjang, batin Rifanza ketika melihat sepatu Shaka.
Dia pun turun dari ranjang dan dengan perlahan melepaskan kaos kaki Shaka.
Kemudian dia menatap kemeja laki laki ini. Jasnya masih dia kenakan, untung tidak dia kancingkan.
Shaka tidak mengenakan dasi dan satu kancing di atas kemejanya sudah terbuka.
Rifanza naek lagi ke atas ranjang, dia bermaksud melepaskan dua kancing kemeja laki laki agar suhu tubuhnya cepat mendingin.
Tapi Shaka malah menggelungkan tubuhnya. Padahal Rifanza sudah memberikannya bantal guling.
"Jangan meminta di saat begini," ucap laki laki itu dengan sepasang matanya yang masih terpejam.
"Kamu sudah bangun?" Rifanza berpikir Shaka masih tidur. Tadi laki laki itu bahkan masih mengeluarkan suara dengkuran halusnya.
"Hemm...." Shaka membuang guling yang diberikan Rifanza dan ganti memeluk gadis itu erat.
"Aki hanya ingin melepas dua kancing kemeja atasmu agar panas demammu berkurang."
"Memelukmu adalah obatnya."
DEG
Shaka malah mengecup keningnya dengan bibirnya yang masih panas.
"Aku akan membuatkanmu bubur. Kamu pasti belum makan," tawar Rifanza. Dia ingin menghindar. Takut kalo nanti Shaka dan dirinya benar benar khilaf.
"Bagaimana kalo aku memakanmu saja?" Shaka mengedipkan sebelah matanya dan senyum jahil tersungging di bibirnya.
"Nggak mau....," tolak Rifanza sambil mendorong dada Shaka karena kesal dan malu.
Shaka tertawa sambil merenggangkan pelukannya.
"Aku kangen capcay," ucap Shaka sambil menatap dalam mata Rifanza.
Rifanza agak tersipu mendengarnya.
Masa?
Setelah tau siapa Shaka, dia merasa pujian barusan hanya basa basi belaka.
Tapi entah mengapa hatinya tetap merasa diterbangkan dengan sangat tinggi.
"Kalo sakit begini sebaiknya makan sop dan bubur."
"Kamu punya bahan bahannya?"
Oh iya, dia lupa. Ini bukan apartemennya yang dulu. Dia baru saja kembali setelah tiga hari berada di rumah sakit
"Kita bisa belanja online," usulnya.
"Sebaiknya belanja offline saja," kilah Shaka.
"Meninggalkan kamu sendiri?" Mata Rifanza agak terbuka lebar.
Ngga mungkinlah, batinnya.
Eh, batinnya lagi meralat.
Kenapa, sih, dia ini....! Rifanza merasa sebal dengan hatinya yang sangat lebai.
"Hobi kamu ninggalin aku, ya," cibir Shaka jadi kesal. Padahal tubuhnya masih demam.
"Memangnya kamu mau ikut belanja? Kan, masih sakit gini," ralat Rifanza lembut, agar laki laki itu tidak salah paham.
"Ooh...." Shaka baru bisa tersenyum lagi. Dia mengulurkan ponselnya setelah membuka aplikasi pesan yang ditujukan untuk pengawalnya.
"Ketikkan bahan apa saja yang mau dibeli. Pengawalku yang akan belanja."
"Pengawalmu ada di sini?" Rifanza teringat laki laki yang mengantarnya pulang malam itu.
"Iya. Kalian sudah pernah bertemu, kan?"
Rifanza mengangguk sambil mulai mengetik. Tapi kemudian jari jari tangannya berhenti seakan sedang mengingat sesuatu.
'"Lebih baik kita beli bubur saja. Kamu pasti sudah lapar, kan?"
Shaka.menggeleng.
"Ada kamu, kan, yang bisa aku makan," candanya lagi dengan tatapan menggodanya.
Rifanza mengerucutkan bibirnya karena kesal.
Apa, sih, mau makan aku terus. Emang bisa kenyang kalo hanya ci uman saja, omelnya dalam hati.
Tapi kemudian pipinya memerah. Teringat lagi ci uman panas yang pernah mereka lakukan dulu.
Jangan jadi ikan yang siap dimakan kucing lapar, Rifa, batinnya mengingatkan.
Rifanza kemudian menyibukkan jari jari dan fokus pada layar ponsel. Pikirannya ngga boleh kosong karena gampang disusupi hal hal yang ngga benar.
Shaka tersenyum memperhatikan kegugupan Rifanza.
"Sudah." Rifanza mengulurkan ponselnya.
"Ngga ada tambahan apa pun?".
"Sudah cukup itu saja."
"Oke."
Tapi Shaka menambahkan lagi ketikannya sebelum mengirimkannya pada pengawalnya.
Jangan cepat pulangnya!
Sementara itu Cito yang mendapat pesan dari tuan mudanya, segera membalasnya.
"Siap tuan muda."
fix ya rifa emg gadis yg mau di jodohin sm shaka
Gimana reaksi mereka y'jadi penasaran.
sehat selalu thorrr