Clarissa, yang terikat oleh sistem terpaksa harus menjalani dua kehidupan lagi agar dia bisa mati dengan tenang.
Setelah dalam kehidupan sebelumnya, suskses sebagai wanita karir yang dicintai oleh keluarga dan semua orang, kini dia terlempar ke jama di era 80 an yang terlahir sebagai bayi dari keluarga buruh tani miskin yang tinggal di desa Sukorejo.
Misi kali ini adalah mengentaskan keluarganya dari kemiskinan dan menjadi wanita suskse seperti sebelumnya.
Mampukah Clarissa yang kini bernama Lestari,seorang bayi dengan otak dan pemikiran wanita dewasa,yang sudah pernah jatuh bangun dalam menjalankan usahanya mampu menyelesaikan misinya?
Kehidupan di era 80 an tidaklah mudah, keterbatasan alat dan juga masih tingginya praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) membuat hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Lestari yang dalam kehidupan sebelumnya banyak ditunjang oleh kemajuan teknolgi dan percepatan informasi.
Penasaran...
ikuti terus kisa Lestari dalam cerita ini!
HAPPY READING...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julieta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DI PUKULI
Tengah malam, Sunarti yang melihat suaminya telah tertidur pulas, berjalan mengendap-endap keluar dari rumah.
Sunarti segera memakai sarung dikepala yang menutupi seluruh wajahnya dan hanya menyisakan kedua matanya untuk melihat dalam kegelapan.
Berbekal senter ditangannya, wanita paruh baya itu berjalan menembus kegelapan malam.Suara jangkrik dan hewan malam sedikit membuat Sunarti takut. Tapi ketika dia mengingat uang satu juta yang sebentar lagi akan diterimanya, rasa takut itupun hilang dan berubah menjadi semangat untuk segera menyelesaikan misinya.
Meski hanya berjarak delapan rumah dari tempat tinggalnya, mengingat jika setiap rumah memiliki pekarangan yang luas, Sunarti masih harus berjalan cukup jauh untuk bisa sampai di tempat diaman adik keduanya tinggal.
Setelah berjalan kurang lebih sepuluh menit, Sunarti pun tiba di rumah bertembokan gedek yang sangat gelap karena hanya ada satu lampu teplok dinyalakan didalam rumah, yaitu di dalam kamar sepasang suami istri dan juga di dalam kurungan tanah dimana ari-ari milik Tari dikubur disamping pintu belakang rumah.
Sunarti berkeliling untuk mengamati keadaan rumah adik keduanya yang kecil itu sebelum dia memutuskan akan masuk lewat mana.
Melihat jika lewat pintu belakang merupakan pilihan yang aman, Sunarti pun kembali melangkahkan kaki melewati ladang menuju pintu belakang rumah Supardi.
Teras pintu belakang rumah diplester semen karena langsung terhubung dengan sumur dan bilik kamar mandi.
Baru saja kaki Sunarti melangkah diteras, tiba-tiba dia tergelincir dan jatuh dengan keras, membuat tulang belakangnya terasa remuk seketika.
Tak ingin membangunkan Supardi dan keluarganya, Sunarti hanya bisa mengigit kain sarung yang dikenakann dikepalanya kuat-kuat untuk meredakan rasa sakit yang mendera.
Supardi yang memiliki pendengaran yang tajam, langsung berdiri begitu mendengar suara benda jatuh dibelakang rumah dengan keras.
Untuk memastikan apa itu, Supardi pun segera mengambil sepotong lilin dari laci dan menyalakannya sebagai penerangan kemudian melangkahkan kaki keluar dari kamar menuju pintu belakang bertepatan dengan suara hati Tari yang tiba-tiba terdengar.
“Wanita jahat itu telah datang! Tapi sayangnya, dia terkena jebakan yang dibuat oleh kakakku dipintu belakang dan teljatuh dengan keras akibat ail sabun yang menggenang”.
Untungnya, Supardi mendengar suara hati putrinya sehingga dia tak celaka seperti Sunarti dan hanya membuka sebagian pintu belakang, pada bagian atas saja, menyisakan bagian bawah yang masih tertutup sambil mengarahkan lilinya keluar untuk melihat dalam kegelapan.
Sunarti saat ini tengah meringkuk dipinggir sumur setelah mendengar suara pintu belakang rumah dibuka.
“Wanita jahat itu telah celaka. Malam ini, ayah dan ibuku bisa belistilahat dengan tenang karena masih banyak jebakan di belakang lumah yang siap menyambut wanita itu yang malam ini akan mengalami banyak kelugian ”
Mendengar jika kakak sulungnya tak mungkin bisa masuk kedalam rumah dan justru akan mengalami banyak kerugian, Supardi pun segera menutup kembali pintu belakang rumahya dan menganjalnya dengan meja sebagai bentuk antisipasi jika prediksi Tari meleset dan Sunarti tetap nekat untuk masuk kedalam rumah.
Mendengar pintu ditutup dan langkah kaki berjalan menjauh, dengan susah payah Sunarti berusaha untuk bangun sambil memegangi pinggangnya yang terasa sangat sakit.
Baru saja dia melangkah lima langkah, tiba-tiba Kaki kanannya terperosok masuk kedalam lubang yang sengaja dibuat oleh Aan, membuatnya kembali terjatuh dengan posisi duduk, pembuat pinggangnya yang sakit semakin terasa nyut-nyutan.
“Arggghhh!”
Teriakan nyaring Sunarti, membuat sudut bibir Supardi dan Srikandi berkedut, berusaha menahan tawa setealh tahu jika wanita yang berniat jahat itu kembali terkena jebakan yang dibuat oleh ketiga anaknya.
Suara teriakan keras yang tak bisa ditahan oleh Sunarti karena terkejut hanyalah pembukaan, selanjutnya teriakan kesakitan dan umpatan terus didengar oleh sepasang suami istri tersebut sepanjang jalan, hingga kakak sulung Supardi itu berjalan menjauh dari rumah seiring dengan suaranya yang semakin lama semakin lirih, kemudian menghilang tanpa jejak.
Sepasang suami istri itu tersenyum lebar karena bisa melewati malam yang sedikit mendebarkan ini dengan mudah.
Ketiga anak Supardi yang berada dikamar terpisah juga tertawa terkikik dibalik bantal, takut suara tawa mereka didengar oleh kedua orang tuanya yang pasti akan datang dan memarahi mereka karena belum tidur hingga tengah malam.
Sunarti yang baru saja keluar dari neraka, berjalan pincang sambil terus mengucapkan sumpah serapah kepada keluarga adik keduanya yang tampaknya dengan sengaja membuatnya menderita malam ini.
Ia sama sekali tak menyangka jika di rumah adik keduanya itu, jika malam hari banyak jebakan tersembunyi yang siap menyambut para tamu yang tak mereka undang.
Bug!
Begitu belok ditikungan, Sunarti ditabrak seseorang yang berlari terbirit-birit hingga terjengkang ke belakang.
“Hey! Jangan lari kamu! Ayo, tanggung jawab!”, teriaknya marah.
Pria yang menutupi seluruh kepalanya dengan sarung, sama seperti Sunarti tak menghiraukan teriakan wanita itu dan terus berlari seolah sedang dikejar hantu.
Sambil menggerutu, Sunarti bangun dengan susah payah karena pinggang dan pantatnya yang tadi sudah cedera akibat jebakan betmen yang dipasang di rumah Supardi, berdiri dengan wajah meringis, menahan seluruh tubuhnya yang terasa nyeri dan sangat sakit.
“J****k! sial benar aku malam ini!”\, umpatnya penuh amarah.
Nasib buruk tampaknya terus membayangi langkah Sunarti malam ini. Setelah bersusah payah bangun dan kembali berjalan, baru beberapa langkah, tiba-tiba ada sekelompok warga yang datang dan langsung memukulinya secara membabi buta.
Suara teriakan Sunarti dan raungan kesakitan yang di deritanya tak membuat semua orang menghentikan aksinya, hingga wanita itu pun pingsan akibat tak kuat menahan rasa sakit yang datang mendera.
Melihat sosok yang mereka curigai sebagai pencuri uang keluarga Bambang sudah terkapar tak berdaya, bukannya iba, warga justru segera menyeretnya menuju balai desa untuk diadili.
Beberapa penghuni rumah yang dilewati oleh warga, terbangun karena suara berisik itu dan mengintip apa yang terjadi di luar.
Melihat jika sekelompok warga tampaknya baru saja menangkap seorang pencuri yang tengah diarak menuju balai desa, merekapun kembali masuk kedalam kamarnya untuk beristirahat karena esok hari masih banyak aktivitas yang harus mereka kerjakan.
Sunarti yang baru saja dilemparkan ke lantai plesteran semen yang dingin, dibalai desa, tersadar dan memegangi kepalanya dengan linglung.
Dibalai desa, penerangan lebih baik sehingga wanita itu bisa melihat dengan jelas wajah-wajah orang yang tadi memukulinya.
“Kalian semua! Berani sekali kalian memukuliku! Aku minta ganti rugi!”, ucap Sunarti sambil mengacungkan jari telunjuknya kepada semua orang dengan tatapan garang.
Dia melupakan sejenak rasa sakit yang ada pada tubuhnya karena amarah dalam hatinya lebih kuat.
Semua orang terkejut karena tak menyangka jika pencuri yang mereka tangkap adalah seorang wanita, terutama sosok pria berkumis berusia 40 tahun yang bernama Tain.
Tak ingin menebak-nebak, Tain pun segera maju dan membuka sarung yang menutupi kepala Sunarti.
“Ibu!”, teriaknya syok melihat jika yang dia dan warga tangkap adalah istrinya, Sunarti.
PLAK!
Sunarti langsung bangun dan menampar wajah suaminya dengan keras setelah sadar jika salah satu warga yang tadi ikut memukulinya adalah Tain.
Tain yang memiliki harga diri tinggi, tentu saja sangat marah ditampar dan dipermalukan seperti itu oleh istrinya dimuka umum.
PLAK! PLAK! BUGH! BUGH!
Tain pun menampar dan memukul Sunarti beberapa kali, hingga beberapa warga yang menyaksikkan berusaha untuk melerainya.
“Dasar suami biadab! Bagaimana bisa kamu tega memukuli istrimu seperti ini!”, teriak Sunarti sambil berderai air mata dengan mata memerah karena sudah tak kuat menahan semua rasa sakit yang sedari tadi menderanya.
“Kamu! Dasar istri durhaka! Apa aku kurang memberimu uang hingga kamu menjadi pencuri! Jika tahu kamu akan mencuri, seharusnya aku patahkan kakimu tadi saat menyelinap keluar rumah agar tak sampai membuatku malu!”, Tain balas berteriak dengan garang.
Suami istri ini pun saling cekcok dan melontarkan kata-kata makian serta umpatan kasar, membuat warga yang menyaksikkan hanya bisa geleng-geleng kepala.
“Sudah...sudah...jangan main hakim sendiri. Ayo duduk dan cari jalan keluarnya bersama”, ucap Wicaksono, pak kepala desa yang baru tiba setelah dipanggil oleh seorang warga untuk menjadi penengah dan saksi atas kasus pencurian yang Bambang dan istrinya alami malam ini.