Seorang pria yang mendapat warisan leluhur setelah diceraikan oleh istrinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aiza041221, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18
Setelah kepergian Suparman dan rombongannya, sang bandar hanya bisa terduduk lemas, dia langsung merasakan firasat buruk saat salah satu pegawai kasino memintanya untuk menghadap ke manager.
Dengan langkah gontai sang bandar langsung menuju ke sebuah ruangan, dimana seorang pria paruh baya sudah menunggu kedatangannya sambil menghisap cerutu mahal.
" Apa kamu sudah tau kesalahan apa yang kamu perbuat hingga saya memanggilmu kesini?" tanya Ronald yang merupakan paman dari tangan kanan sekaligus orang kepercayaan keluarga Saputra.
" Ampun tuan Ronald, saya sama sekali tidak menyangka kalau tombol yang biasa saya pergunakan sama sekali tidak berfungsi saat pemuda itu ikut bertaruh. Padahal sebelum pemuda itu ikut bertaruh semuanya masih normal." jawab sang bandar dengan jujur.
Sang bandar sendiri sebenarnya juga sangat kebingungan dengan apa yang terjadi, sebab dia sangat yakin kalau tombol yang biasa digunakan untuk mengatur kemana arah bola sebelumnya baik-baik saja. Namun saat tiga pemuda itu ikutan bertaruh dimejanya, tombol itu seketika tidak berfungsi.
" Aku juga melihat apa yang terjadi, tetapi kamu seharusnya bisa menghentikan permainan sebelum kita mendapatkan kerugian lebih banyak. Apa menurutmu kerugian 150 milyar itu tidak banyak." sahut Ronald dengan wajah serius.
" Maafkan saya tuan Ronald, tolong berikan saya kesempatan sekali lagi untuk menebus kesalahan yang telah saya perbuat, saya berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama." ucap sang bandar dengan wajah ketakutan.
" Aku tidak bisa menjanjikan apapun kepadamu, kita tunggu saja tuan muda Robbi selesai bersenang-senang dengan wanitanya, karena hanya tuan muda yang bisa memutuskan kamu dihukum atau dimaafkan." jawab Ronald sambil menghela nafas panjang.
Sang bandar hanya bisa terduduk lemas, dia merasa nasibnya sudah di ujung tanduk, apalagi selama ini tuan muda Robbi terkenal begitu tegas terhadap semua pegawai kasino yang menyebabkan kerugian.
Sementara itu, di sebuah ruangan mewah yang berada di kasino. Robbi yang tengah bersiap mencangkul sawah Linda terpaksa menunda kegiatannya saat mendengar ketokan pintu.
" Siapa sih yang berani-beraninya menggangu kesenanganku. Apa mereka sudah tidak ingin hidup lebih lama lagi." umpat robii sambil menarik kembali cangkulnya yang baru masuk setengah ke sawah Linda.
" Sayang, kamu temui saja dulu siapa tau ada sesuatu yang penting, lagian aku juga tidak akan kemana-mana, kamu bebas mencangkul sawahku sepuasmu." sahut Linda sambil tersenyum manis.
Linda sangat senang bisa kembali bersama Robbi Saputra. Berbeda dengan mantan suaminya, Robbi memiliki kekayaan yang membuat semua orang yang bertemu dengan Linda kini memandangnya dengan iri. Hal ini adalah sesuatu yang tidak pernah dia rasakan saat bersama Suparman.
" Kamu benar sayang, tunggu aku sebentar aku janji tidak akan segera kembali." balas Robbi sambil bangkit dari atas ranjang.
Setelah membuka pintu dan mendengarkan laporan dari anak buahnya, Robbi kembali menemui Linda dengan wajah kesal, dia benar-benar tidak menyangka kalau nasib Suparman begitu bagus karena hanya dengan modal lima puluh juta bisa menghasilkan empat puluh lima milyar dari kasinonya.
" Sayang, kenapa wajahmu terlihat masam seperti itu? Apa ada sesuatu yang membuatmu kesal." tanya Linda dengan suara manja.
" Hufffftttt, mantan suamimu ternyata sangat beruntung, dia mendapatkan empat puluh milyar hanya dengan modal lima puluh juta." balas Robbi dengan wajah kesal.
" Apa...!! Mana mungkin bisa begitu cepat, bukankah orang desa itu baru saja datang, bahkan belum ada lima belas menit dia berada disini." sahut Linda dengan wajah terkejut.
Linda benar-benar tidak menyangka kalau mantan suaminya begitu beruntung bisa mendapatkan banyak uang dalam waktu singkat, padahal dia tau mantan suaminya merupakan orang yang tidak pernah berjudi di kasino, paling mentok judi togel juga tidak pernah menang.
" Entahlah keberuntungan macam apa yang di miliki, dia pasang dua kali di meja roullete dengan semua uang yang dia miliki dan semua pasangannya tepat sasaran." balas Robbi sambil menghela nafas panjang.
" Sayang, ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, kita harus membuat perhitungan dengan Suparman sialan itu, berani-beraninya dia mengambil uangmu." sahut Linda dengan wajah memerah menahan amarahnya.
Linda sangat tidak terima jika Suparman yang dia tinggalkan karena miskin, kini berubah menjadi milyarder begitu tidak bersamanya.
" Hufffftttt, kita sedang tidak bisa bertindak sembarangan setelah apa yang terjadi dikediaman keluarga Saputra. Karena kita sekarang sedang diawasi oleh banyak pihak." balas Robbi sambil tersenyum masam.
Robbi benar-benar merasa jengkel, andai apa yang terjadi di kediaman keluarganya tidak menjadi perhatian publik, maka dia pasti tidak akan membiarkan begitu saja Suparman merampok uangnya di kasino.
Namun, karena keluarganya saat ini berada di bawah pengawasan ketat dari musuh dan pihak keamanan, membuat dirinya tidak bisa leluasa untuk bergerak untuk membuat perhitungan dengan Suparman.
" Sayang, apakah kamu akan merelakan begitu saja Suparman mengambil uang dari kasino milikmu." balas Linda sambil mengeluarkan cangkul Robbi dan mulai merawatnya dengan penuh perhatian.
" Tentu saja tidak, lima hari lagi aku akan berjudi dengan beberapa tuan muda dari keluarga besar, aku akan mengundang Suparman untuk ikut berpartisipasi, disitulah aku akan memberikan pelajaran kepadanya, bukan hanya sekedar menghabiskan uang yang Suparman miliki, tetapi aku juga akan mempermalukan dirinya didepan umum." sahut Robbi sambil mulai bergerak menyerang Linda.
" Aku sangat setuju dengan usulmu sayang, tetapi kita lupakan hal itu sejenak, sebaiknya kita lanjutkan saja kegiatan kita sekarang, sawahku sudah sangat merindukan cangkumu." ujar Linda sambil tersenyum penuh arti.
Robbi dengan penuh semangat langsung menyerang Linda dengan teknik terbaik yang dia miliki, sehingga Linda tidak bisa lagi menahan diri untuk tidak mengeluarkan suara suara merdunya.
Disaat Robbi Mulai bekerja mencangkul sawah Linda, Suparman dan Jarot serta Sarmin baru saja tiba di warung Mona dengan membawa dua dus berisi anggur merah dan vodca.
Para bapak-bapak dan pemuda yang ada disana langsung menghampiri Suparman, apalagi mereka telah mendapatkan informasi dari Mona, jika Suparman dan Jarot serta Sarmin pergi kesasino yang ada dikota untuk bermain judi.
" Man, kata mona kalian pergi ke kasino, kenapa jam segini sudah pulang? Apa kalian sudah mendapatkan banyak uang disana." tanya kang Ali dengan wajah serius.
" Kang Ali, kenapa kamu bertanya begitu, bukankah seharusnya kalau kami pulang cepat kang Ali menebak kalau kami kalah, kenapa kang Ali justru menebak kalau kami sudah mendapatkan banyak uang." sahut Jarot dengan ekspresi kebingungan.
" Kalau kamu dan Sarmin yang berjudi pasti saya menebak kalian pasti kalah, kalau Suparman yang berjudi lain lagi, karna saya sudah melihatnya sendiri bagaimana kehebatan Suparman." balas kang Ali dengan santai.
" Hehehehehehehe... Kang Ali bisa saja, lumayanlah lah kang, bisa buat bantu-bantu Sarmin yang akan menikah dengan Mona." balas Suparman sambil melirik ke arah Mona.
" Kamu memang yang terbaik Man?" sahut Sarmin sambil tersenyum lebar.
Setelah beberapa saat meladeni pertanyaan dari para bapak-bapak dan pemuda seputar perjudian mereka dikasino, Suparman langsung meminta Jarot untuk membuka minuman yang mereka bawa.
Suasana di warung Mona seketika langsung berubah meriah, apalagi Suparman kembali mengeluarkan uang untuk membeli beberapa ayam untuk dibakar sebagai teman minum mereka.
" Jarot, Sarmin. Aku sudah mentransfer komisi untuk kalian? Jangan bilang siapa-siapa." bisik Suparman dengan pelan.
Jarot dan Sarmin kompak mengangguk sambil membuka ponsel mereka, senyum di wajah keduanya langsung berkembang saat melihat nominal dia ratu lima puluh juta masuk kerekening mereka.
" Terima kasih Man, hanya menemani kamu sebentar sudah dapat segini banyak. Kalau mengandalkan hasil kerja entah berapa lama baru bisa mendapatkan uang sebanyak ini." ucap Jarot dengan wajah berbinar.
" Aku juga Man, dengan uang ini aku sangat yakin acaraku dengan Mona akan berjalan dengan lancar." timpal Sarmin sambil tersenyum lebar.
Suparman hanya tersenyum mendengar perkataan dari kedua sahabatnya. Mereka terus berbincang sambil menikmati minuman keras dan ayam bakar.
Para pemuda begitu antusias menikmati pesta yang diadakan Suparman, terlebih lagi ketika Suparman memberikan uang tambahan untuk membeli minuman. Mereka asyik berpesta hingga sebagian besar dari mereka terkapar di depan warung Mona, termasuk Sarmin dan Jarot.
" Man, tolong bantu aku menutup warung, sepertinya suasana sudah tidak kondusif, Jarot sama Sarmin saja sudah terkapar begitu." ucap Mona sambil menghampiri Suparman.
" Kawan-kawan, warung Mona mau tutup sebaiknya kalian lanjutkan pesta kalian ditempat lain. Kalian bawa saja minuman sama ayamnya." ucap Suparman dengan senyum manisnya.
" Ok Man, terima kasih ya? Lalu bagaimana dengan yang tertidur disini." balas salah satu pemuda.
" Biarkan saja, lagian sudah biasa mereka mabuk sampai tertidur disini." sahut Suparman sambil berjalan mengikuti Mona.
Suparman dengan sigap dan lincah membantu Mona merapikan barang-barang warung mereka. Sesekali matanya menangkap sosok Mona yang tengah asyik menghitung pendapatan hari itu. Gerakan tangannya terampil menyimpan barang sambil matanya tak lepas dari Mona.
Tak lama, setelah segalanya tertata rapi, Suparman mendekat ke arah Mona. Langkahnya pelan, hati-hati, seolah tak ingin mengganggu kesibukannya. Dengan perlahan, ia melingkarkan tangannya di pinggang Mona dari belakang, mengejutkannya sedikit.
" Apa kamu mau mencangkul sawahku sekarang, Man?" tanya Mona dengan nada gurau, senyumnya merekah di wajah cantiknya. "Bagaimana kalau mereka bangun dan mencarimu?" lanjut Mona dengan senyum manisnya.
Suparman mendekatkan bibirnya ke telinga Mona, bisiknya lembut dan penuh arti, "Iya, aku sedang ingin mencangkul sawahmu, Mon. Cuma sebentar kok, paling sepuluh menit."
" Kenapa tidak lebih lama? Kita bisa pindah ke kamar," balas Mona sambil tersenyum menggoda.
Warung Mona memang menjadi satu dengan rumahnya, sehingga memiliki akses untuk masuk kedalam rumah.
" Di dalam terlalu nyaman, kurang greget," bisik Suparman sambil tersenyum nakal.
Mona mendengus pelan, matanya berkilat keisengan. "Yakin, tapi jangan terlalu bersemangat. Nanti susah aku mengendalikan diri," jawabnya, sambil pelan-pelan menyiapkan diri, tubuhnya condong ke meja di depannya.
Suparman menggenggam cangkulnya, siap memulai tantangan baru di sawah milik Mona. Namun, baru saja cangkulnya menyentuh pinggiran sawah, tiba-tiba dia harus menghentikan aksinya karena mendengar suara Sarmin yang memanggilnya.
" Mannn, kamu di mana..??" teriak Sarmin yang sebenarnya sedang mengigau.
Suparman dan Mona, yang tidak menyadari bahwa Sarmin sedang mengigau, dengan tergesa-gesa segera merapikan pakaian mereka. Setelah selesai, Suparman langsung keluar dari dalam warung.
" Dasar Sarmin, mabuk saja masih bisa mengigau," gerutu Suparman, melihat Sarmin yang masih tertidur pulas.
" Sepertinya kamu kurang beruntung malam ini, Man. Aku akan istirahat dulu ya?" bisik Mona sambil menutup pintu warung.