TIDAK DIREKOMENDASIKAN UNTUK DIBACA, KALIAN BISA PILIH NOVEL YANG LAIN (DISARANKAN YANG TERBIT DARI 2022 KE ATAS) ... KALAU MASIH NEKAT, SILAHKAN DIMAKLUMI SEMUA KEANEHAN YANG TERDAPAT DI DALAM NOVELNYA.
SEKIAN _ SALAM HANGAT, DESY PUSPITA.
"Aku merindukanmu, Kinan."
"Kakak sadar, aku bukan kak Kinan!!"
Tak pernah ia duga, niat baiknya justru menjadi malapetaka malam itu. Kinara Ayunda Reva, gadis cantik yang masih duduk di bangku SMA harus menelan pahit kala Alvino dengan brutal merenggut kesuciannya.
Kesalahan satu malam akibat tak sanggup menahan kerinduan pada mendiang sang Istri membuat Alvino Dirgantara terpaksa menikahi adik kandung dari mendiang istrinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengakuan (Vino)
Cukup lama Gio memastikan Kinara terlelap, wajah damai yang begitu ia rindukan. Dulu, Kinara kerap tertidur di ruang tamu dengan seragam yang masih melekat di tubuhnya, dan Gio lah yang memindahkannya dengan penuh kasih sayang ke kamar tidurnya.
Tak ia duga, tidur lelap nan tenang itu mungkin takkan Kinara dapatkan lagi. Meski dapat ia rasakan, tak bisa selelap dahulu.
Menatap pergelangan tangan kirinya, Gio berdecak heran sembari menatap pintu kamar rawat Kinara. Sejak tadi ia merasa curiga, dan juga penyebab Kinara tidur begitu cepat adalah pintu itu.
Terbesit rasa penasaran Gio, memastikan, ia hanya ingin memastikan kecurigaannya jika memang ada orang lain selain mereka. Dengan keraguan yang masih membelenggu, Gio menimbang matang-matang niatnya.
Tidak, hal seperti kemarin takkan ia biarkan terulang kembali. Sebesar apapun rasa penasarannya, ia takkan meninggalkan Kinara sendiri.
"Ck, kenapa perasaanku seaneh ini."
Gio kembali menelisik pintu kamar melalui ekor matanya. Sesekali menatap Kinara yang kini tampak lelah, sangat amat lelah.
"Kina, kakak keluar sebentar, takkan lama."
Gio beranjak dari kursi di sisi ranjang tempat Kinara berbaring, melangkah mantap dan membuka pintu kamar dengan cepat.
"Astaga!! Suster?!!"
Gio terperanjat kaget kala seorang wanita cantik berdiri di depan pintu kala ia membukanya, dengan napas yang juga terburu lantaran sama terkejutnya dengan Gio.
"Maafkan saya, Tuan," ujar perawat itu begitu sopan, takut jika akan terkena amukan pria tampan itu.
"Hem, oh iya, tolong jaga dia sebentar saja. Aku akan kembal."
Gio bersyukur, di waktu yang tepat dan di butuhkan perawat itu datang. Gio tersenyum tulus kala wanita itu mengangguk mantap tanpa banyak tanya.
"Fiyuh, aku kira semua pria tampan akan kasar seperti yang kutemui tadi."
Sang Perawat menghela napas lega, penampilan dua pria yang ia temui malam ini terlihat agak mirip. Pandangan tajam dan tubuh yang sama gagahnya membuat wanita itu bertanya-tanya ia bermimpi apa hingga bisa bertemu dua malaikat itu dalam satu waktu.
"Cantiknya anak ini," ujar wanita itu tersenyum tulus, wajah polos Kinara membuatnya teriris, entah apa yang mendasarinya.
*****
Sementara di sepanjang koridor rumah sakit, Gio tengah menelisik setiap orang yang berlalu lalang. Memang tak cukup ramai lantaran hari sudah malam, namun Gio enggan mengurungkan niatnya.
Di sela pencariannya, Gio menyadari seseorang yang ia kenal hendak berjalan ke arah barat. Gio menarik sudut bibir, ia paham betul siapa yang kini ia lihat.
"Vino," panggil Gio tak terlalu keras, karena jarak mereka cukup dekat.
Santai, Vino terlihat begitu santai. Kini ia terlihat rapi meski dengan pakaian yang terkesan santai. Tanpa di minta Vino melangkah maju menghampiri Gio, wajah datar dengan ekspresi yang sungguh amat sulit di artikan itu membuat Gio bertanya-tanya.
"Ada apa kau di sini?" tanya Gio tanpa basa basi, melihat sang Kakak yang hanya mengenakan sendal jepit Gio tahu jelas Vino pergi tanpa persiapan.
"Temanku kecelakaan, dan kau?" elak Vino menjawab singkat, menatap dalam manik hazel adik kandungnya tanpa takut.
Bahkan melalui tatapan pun kebohongan Vino tak mampu terdeteksi, pria itu memang sungguh sulit untuk di tebak.
"Benarkah?" Gio tersenyum sinis, menatap teliti Vino dari tanpa berkedip. Hal itu kerap Vino lakukan kala ia berbuat salah sewaktu sang Papa masih hidup dan menjadikannya anak manja.
"Hem, sejak kapan aku berbohong."
Vino menjawab sembari tertawa sumbang, adiknya benar-benar telah menjadi pria dewasa yang melawannya tanpa takut.
"Jangan berkilah, Kak. Kau kemari karena Kinara?"
Vino terdiam kala pertanyaan itu keluar dari bibir Gio, sang Adik. Pria tampan itu hanya mengedikkan bahu seraya melipat tangannya di dada.
"Katakan saja, Vino, sebegitu malunya kau mengakui kekhawatiranmu?" tanya Gio tersenyum smirk, mematahkan Vino adalah hal yang ia sukai.
"Iya!! Lalu kenapa?!"
Percuma ia berbohong, sang Ayah mengetahui keberadaannya di rumah sakit, pikir Vino.
Gio membeliak, meski seharusnya ia tahu bahwa tidak ada alasan lain Vino ke rumah sakit selain untuk Kinara. Entah mengapa menyadari Vino yang rela keluar malam ini demi Kinara membuat Gio lega meski sesaat.
"Tapi niat itu hilang begitu saja kala menyaksikan interaksimu dengannya, toh gadismu itu baik-baik saja." Vino menyeringai, membuat Gio yang tadi sejenak terperanjat kaget akan jawabannya kini mengernyitkan kening.
"Maksudmu apa?"
"Ehm, kau pikir saja sendiri."
Vino berucap santai di sertai wajah datarnya. Hendak berlalu sebelum terjadi perseteruan, sayangnya langkah Vino terhenti kala Gio menahannya sesegera mungkin.
"Apa lagi, Gio? Kau kurang puas? Kau ingin aku menemuinya? Yakin?"
Gio menggeleng cepat, bukan itu yang mau. Pun jika Vino berniat melakukan itu, jelas saja sama halnya dengan membunuh Kinara. Dan ia tak ingin hal itu terjadi.
"Kau terluka?" tanya Gio tulus tanpa melepaskan jemari Vino dari pandangannya, luka dengan darah yang mengering tanpa perban sedikitpun.
Ia paham betul, seorang Alvino Dirgantara akan menyakiti dirinya sendiri kala frustasi akan suatu hal. Apapun itu, dan dengan apa yang terjadi tentu saja Gio mengetahui penyebabnya.
Vino mengangkat jemarinya, tertawa sumbang sembari membolak balikkan telapak tangannya. "Ck, bukan urusanmu, Giovani."
Pria itu menekan setiap kata-katanya, baru ia sadar bahwa luka itu cukup perih, bahkan amat perih. Jika dahulu Kinanti akan merawatnya meski terpaksa, namun tidak kali ini. Lagi-lagi Vino mengenang luka lama yang tak seharusnya ia ingat.
"Berdamailah dengan dirimu, Kak," lirih Gio menatap sendu punggung sang Kakak yang kini menjauh.
Sejak pernikahannya dengan Kinanti, Gio menjadi saksi betapa hancurnya sang Kakak, maghligai yang ia bangun bersama Kinan hanya di anggap candaan. Begitu besar kasih sayang Gio untuk Vino, dan ia tak ingin sang Kakak selamanya terjerumus dalam luka yang ia toreh sendiri.
Tbc