NovelToon NovelToon
AKU SEHARUSNYA MATI DI BAB INI

AKU SEHARUSNYA MATI DI BAB INI

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Transmigrasi ke Dalam Novel / Fantasi Isekai / Menjadi NPC / Masuk ke dalam novel / Kaya Raya
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: frj_nyt

ongoing

Tian Wei Li mahasiswi miskin yang terobsesi pada satu hal sederhana: uang dan kebebasan. Hidupnya di dunia nyata cukup keras, penuh kerja paruh waktu dan malam tanpa tidur hingga sebuah kecelakaan membangunkannya di tempat yang mustahil. Ia terbangun sebagai wanita jahat dalam sebuah novel.

Seorang tokoh yang ditakdirkan mati mengenaskan di tangan Kun A Tai, CEO dingin yang menguasai dunia gelap dan dikenal sebagai tiran kejam yang jatuh cinta pada pemeran utama wanita.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon frj_nyt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#17

Wei Li tidak langsung bergerak. Itu hal pertama yang ia pelajari sejak hidupnya berubah: reaksi cepat sering kali memuaskan emosi, tapi jarang menyelamatkan nyawa.

Malam setelah acara yayasan, ia hanya duduk di depan laptop tanpa menyalakan apa pun. Layar hitam memantulkan wajahnya sendiri terlihat tenang, tapi matanya tidak diam. Ia melipat kedua tangannya di depan dada, lalu membukanya lagi, jari-jarinya saling menyentuh sebentar sebelum menjauh.

Shen Yu An datang sendiri, pikirnya. Itu bukan kebetulan. Wei Li mengusap tengkuknya pelan. Ada rasa pegal yang tidak kunjung hilang sejak beberapa hari terakhir. Tubuhnya belum sepenuhnya terbiasa dengan tekanan yang terus menumpuk. Ketukan pintu terdengar.

“Masuk,” katanya. Jae Hyun muncul sambil membawa dua gelas kopi. Ia meletakkan satu di meja tanpa banyak bicara, lalu duduk di kursi seberang Wei Li. “anda belum menyentuh apa pun,” katanya sambil melirik laptop. Wei Li mengangkat bahu. “Belum waktunya.”

Jae Hyun menyeruput kopinya. “anda yakin nggak mau nyerang balik?” Wei Li menggeleng pelan. “Belum. Kalau gue nyerang sekarang, gue ngasih dia panggung.” Jae Hyun menyandarkan punggung ke kursi. “Jadi rencananya?”

Wei Li mengangkat satu jari. “Umpan.” Jae Hyun mengernyit. “Umpan apa?” Wei Li berdiri, berjalan ke jendela. Lampu kota menyala redup, seperti bintang palsu “Informasi kecil,” katanya. “Cukup penting buat bikin dia melirik. Tapi cukup aman buat gue tarik lagi.”

Jae Hyun menatapnya. “anda yakin dia bakal makan?” Wei Li tersenyum tipis. “Orang kayak dia nggak tahan sama celah.” Keesokan harinya, Wei Li sengaja muncul di kantor pusat Kun A Tai. Bukan ke ruang rapat besar. Bukan ke lantai eksekutif. Ia memilih ruang arsip lama tempat yang jarang dipakai, tapi masih terhubung ke sistem internal.

Ia berjalan pelan menyusuri lorong. Tangannya sesekali mengusap lengan sendiri, kebiasaan kecil yang muncul setiap kali ia sedang fokus berat. Wajahnya datar, langkahnya santai. Jae Hyun mengikutinya, sedikit di belakang. “anda yakin ini tempatnya?” bisik Jae Hyun.

Wei Li mengangguk. “Tempat paling aman sering kali yang paling diabaikan.” Ia masuk ke ruang arsip. Bau kertas lama dan pendingin ruangan bercampur. Ia duduk di depan satu komputer tua, menyalakannya. Tidak ada hacking agresif. Tidak ada kode mencurigakan. Ia hanya membuka beberapa file lama laporan keuangan yang sudah dibersihkan, proyek-proyek yang sudah ditutup. Tangannya bergerak pelan, seperti orang yang sedang bekerja biasa.

Namun di sela-sela itu, ia meninggalkan satu jejak. Bukan data penting. Bukan rahasia besar. Hanya satu nama perusahaan cangkang yang seharusnya tidak terhubung ke apa pun. Seharusnya. Wei Li menutup semua dengan rapi, menghapus jejak kasarnya, lalu berdiri. “Berapa lama sebelum ketauan?” tanya Jae Hyun. Wei Li melirik jam. “Kalau dia ngintip lewat jalur umum… dua hari. Kalau lewat jalur kotor… satu malam.”

Jae Hyun mendengus pelan. “Optimis.” Wei Li tersenyum kecil. “Realistis.” Malam itu, Wei Li makan malam sendirian. Ia duduk di meja panjang yang terlalu besar untuk satu orang. Piring makanannya hampir tidak tersentuh. Tangannya memegang sumpit, tapi pikirannya jauh.

Setiap bunyi kecil membuatnya refleks menoleh. Setiap langkah penjaga membuat bahunya sedikit menegang. Ini baru umpan, katanya ke diri sendiri. Tenang. Ponselnya bergetar. Pesan masuk. Dari nomor tak dikenal lagi. Kau mulai ceroboh.

Wei Li menatap layar tanpa bereaksi langsung. Ia meletakkan sumpit, lalu melipat kedua tangannya di meja. Jari-jarinya saling bertaut, kali ini lebih erat. “Cepat juga,” gumamnya. Ia membalas satu kalimat. Atau kau yang terlalu penasaran. Tidak ada balasan. Wei Li menyandarkan punggung ke kursi. Dadanya naik turun perlahan. Dia gigit, pikirnya. Belum makan, tapi udah nyium.

Beberapa jam kemudian, Jae Hyun muncul di kamar Wei Li tanpa mengetuk kebiasaan yang hanya ia lakukan saat ada sesuatu yang penting. “anda dapat pesan?” tanya Jae Hyun. Wei Li mengangguk, menunjukkan ponselnya. Jae Hyun membaca cepat. “Dia merespon.”

“Dan itu cukup,” jawab Wei Li. Jae Hyun mengusap wajahnya. “anda tau kan, sekarang anda resmi masuk daftar.” Wei Li tersenyum lelah. “Gue udah lama di sana.”

Keesokan paginya, sesuatu berubah. Bukan besar. Bukan dramatis. Salah satu akun bayangan yang Wei Li pantau akun yang selama ini hanya diam bergerak. Satu transaksi kecil. Wei Li duduk di depan laptop, tubuhnya condong ke depan. Tangannya bergerak cepat, tapi tidak panik. Matanya fokus, napasnya teratur. “Gotcha,” bisiknya. Ia tidak langsung mengejar. Ia hanya menandai. Mengamati pola. Mencatat waktu. Jae Hyun berdiri di belakangnya. “Itu dia?”

“Belum tentu,” jawab Wei Li. “Tapi ini orang yang dekat sama dia.” Jae Hyun menyipitkan mata. “anda yakin ini bukan jebakan balik?” Wei Li mengangguk pelan. “Makanya gue nggak nyentuh apa pun.” Ia menutup laptop, lalu bersandar ke kursi. Tangannya mengusap lengan, lalu ia mengepalkannya sebentar sebelum melepaskannya lagi. “Apa pun yang terjadi selanjutnya,” katanya, “dia sekarang tau satu hal.”

“Apa?” tanya Jae Hyun. Wei Li menoleh. “Gue bukan karakter statis di novelnya.”

Siang hari, Wei Li dipanggil ke ruang kerja Kun A Tai. Kun A Tai berdiri di dekat jendela saat Wei Li masuk. Ia tidak langsung bicara. “anda sengaja meninggalkan jejak,” katanya akhirnya. Wei Li mengangguk. “Iya.”

“Dan lo tau risikonya.”

“Iya.” Kun A Tai menoleh, menatapnya tajam. “Kenapa?” Wei Li berdiri tegak, tangan di samping tubuh, tapi jari-jarinya sedikit bergetar. “Karena gue capek disentuh tanpa tau dari mana,” katanya jujur. “Kalau gue bakal kena, gue mau tau siapa yang berdiri di seberang.”

Kun A Tai menatapnya lama.“Itu langkah berani,” katanya.

“Atau bodoh,” jawab Wei Li. “Tipis bedanya,” kata Kun A Tai. Wei Li tersenyum kecil. “Gue tau.” Kun A Tai mendekat satu langkah. “Kalau ini jadi perang terbuka—”

“Belum,” potong Wei Li. “Ini baru saling ukur.” Kun A Tai mengangguk pelan. “Baik.”

Malam itu, Wei Li kembali berdiri di depan jendela kamarnya.

Lampu kota masih sama. Tapi rasanya berbeda. Tangannya bertumpu di kaca. Ia menunduk sedikit, menarik napas panjang. 'Gue udah lempar umpan' pikirnya. 'Sekarang tinggal nunggu siapa yang cukup lapar'.

Di tempat lain, Shen Yu An duduk di ruang tamu yang sunyi. Ia menatap layar laptop dengan senyum tipis. “Menarik,” gumamnya. Ia menutup layar, lalu berdiri. Permainan yang tadinya sepihak. Kini punya dua pemain yang sadar diri. Dan itu berarti. Kesalahan kecil selanjutnya Akan berdarah.

1
Queen AL
nama sudah ke china-chinaan, eh malah keluar bahasa gue. tiba down baca novelnya
@fjr_nfs
/Determined/
@fjr_nfs
/Kiss/
X_AiQ_Softmilky
uhuyy Mangat slalu🤓💪
@fjr_nfs: /Determined/
total 1 replies
Jhulie
semangat kak
@fjr_nfs
jangan lupa tinggalkan like dan komennya yaa ☺
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!