NovelToon NovelToon
Hilangnya Para Pendaki

Hilangnya Para Pendaki

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Horor / Hantu
Popularitas:329
Nilai: 5
Nama Author: Irmann Nhh

Lima mahasiswa mendaki Gunung Arunika untuk hiburan sebelum skripsi. Awalnya biasa—canda, foto, rasa lelah. Sampai mereka sadar gunung itu tidak sendirian.

Ada langkah ke-enam yang selalu mengikuti rombongan.
Bukan terlihat, tapi terdengar.
Dan makin lama, makin dekat.

Satu per satu keanehan muncul: papan arah yang muncul dua kali, kabut yang menahan waktu, jejak kaki yang tiba-tiba “ada” di tengah jejak mereka sendiri, serta sosok tinggi yang hanya muncul ketika ada yang menoleh.

Pendakian yang seharusnya menyenangkan berubah jadi perlombaan turun gunung… dengan harga yang harus dibayar.

Yang naik lima.
Yang turun… belum tentu lima.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irmann Nhh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 17 UNIVERSE ARUNIKA— Semakin Kamu Menolak, Semakin Dekat Ia Datang

Dia selalu datang ke pintu tepat ketika kita hampir pulih.

Sari kembali malam itu — tanpa kabar sebelumnya. Dia ngetuk pintu rumahku tiga kali, pelan. Bukan ketukan mengancam. Ketukan orang yang sudah menangis sepanjang perjalanan.

Saat kubuka pintu, dia langsung memelukku, tubuhnya gemetar.

“Ka… gue menemukan sesuatu… dan kita dalam bahaya lebih besar daripada yang kita kira.”

Kami duduk di ruang tamu. Sari masih menunduk, kedua tangannya menggenggam ponsel seolah itu satu-satunya pegangan hidupnya.

“Sebelum ke sini… gue ke rumah orang hilang terbaru dari kasus Arunika.”

Aku menegang. “Sari… kenapa kamu ke sana?”

“Karena kita butuh tahu pola. Kalau kita nggak ngerti pola, kita cuma jadi korban buta.”

Dia buka galeri ponselnya dan menunjukkan foto anak laki-laki usia 19 — pendaki yang hilang sebulan lalu.

“Namanya Adi. Dia hilang duluan, rombongan turun tanpa dia. Keluarganya masih nunggu.”

Aku menatap fotonya. Senyumnya biasa saja — anak muda biasa, bukan tipe ‘pemancing tragedi’, bukan tipe pencari masalah. Sama seperti kami dulu.

Sari melanjutkan: “Waktu gue ngobrol sama ibunya… dia bilang Adi nggak punya musuh. Nggak punya trauma besar. Nggak kehilangan siapa pun.”

Aku langsung bergidik. “Kalau dia nggak punya luka… kenapa dia yang hilang?”

Sari menggigit bibir.

“Awalnya gue nggak ngerti. Tapi terus ibunya cerita…”

Dia membuka screenshot chat WA lama antara si Adi dan adiknya, dua hari sebelum pendakian.

Kalimat terakhir Adi ke adiknya:

> “Kalau gue kenapa-kenapa di gunung, jangan nangis ya. Lu yang harus gantiin gue jagain mama.”

Aku langsung merinding sampai ke ujung jari.

Sari menatapku tajam.

> “Gunung nggak selalu ambil orang paling lemah.

Gunung ambil orang yang paling siap menggantikan dirinya dengan orang lain.”

Adi membuka pintunya sendiri — lewat rasa tanggung jawab dan rasa bersalah.

Dan orang lain — adiknya — tiba-tiba berada di ambang pintu tanpa tahu apa-apa.

Sekarang aku benar-benar paham:

Dimas merasa gagal menjaga adiknya → pintu terbuka.

Arif kehilangan ibunya → pintu terbuka.

Lintang memikul rasa bersalah atas sepupunya → pintu terbuka.

Aku takut kehilangan orang → pintu terbuka.

Sari takut ditinggalkan orang → pintu terbuka.

Gunung Arunika bukan tempat mengambil nyawa.

Gunung Arunika adalah tempat mengambil hati yang paling patah… atau yang paling rela mengorbankan diri demi orang lain.

Dan sekarang…

Kayla.

Dia ingin “menggantikan beban” aku.

Dia ingin “datang kalau aku butuh”.

Dia ingin jadi orang yang “tidak akan pergi”.

Itu bukan cinta normal. Itu perjanjian emosional.

Sari baca pikiranku hanya dari wajahku.

“Ka,” katanya, lirih… “lo harus pilih.

Mau nyelamatin Kayla… atau nyelamatin diri lo…”

Aku menahan napas, tenggorokan seret. “Gue nggak akan biarin Kayla hilang.”

Sari memandangku lama — bukan tersentuh… tapi takut.

> “Kalau jawaban lo itu… artinya Kayla udah jadi pintu lo.

Dan itu berarti pintu lo makin terbuka.”

Aku mau menyangkal — tapi saat itu teleponku bergetar.

Kayla.

Sari melihat nama di layar, wajahnya langsung pucat. “Ka… jangan angkat.”

Aku letakkan ponsel pelan di meja — tapi telepon itu berdering lagi.

Dan lagi.

Dan lagi.

Seolah sesuatu di balik telepon tahu hari ini waktunya pintu bergerak.

Sampai akhirnya telepon berhenti sendiri.

Hening.

Lalu masuk satu pesan:

> “Aku mimpi tentang kamu dan Sari di gunung kabut tadi malam.

Aku nggak ngerti… tapi aku takut.

Tolong bilang kalian baik-baik aja.”

Sari langsung gemetar. “Ka… Kayla udah kebuka. Dia udah mimpi tentang Arunika tanpa dia tahu apa itu Arunika.”

Aku menggenggam rambutku sendiri, hampir teriak.

Kenapa?

Kenapa harus orang yang paling tidak salah?

Sari memegang lenganku erat.

“Kita harus ke rumah Kayla. Sekarang.”

Aku refleks menyahut keras: “Gila?! Kalau kita temuin dia, hubungan kita tambah dekat — pintu makin besar!”

Sari menggeleng cepat, napas cepat seperti habis lari.

“Ka, kalau pintu udah kebuka sendiri tanpa kontak fisik… itu artinya dia udah ditarik, bukan ditolak.”

Aku tercekat. “Ngomong yang bener, Sar…”

Sari menatap aku tanpa kedipan.

> “Kalau kita nggak ke rumah Kayla sekarang… dia bisa hilang tanpa naik ke gunung sekalipun.”

Aku membeku total.

Itu kemungkinan yang nggak pernah terpikir.

Tapi masuk akal.

> Kalau gunung bisa mengejar seseorang sampai ke kota…

maka gunung juga bisa mengambil seseorang dari mana pun.

Dan saat aku akhirnya mengiyakan rencana ke rumah Kayla…

Gelang di mejaku bergerak sendiri, seperti ditarik gravitasi yang tidak terlihat.

Dan huruf kelima muncul perlahan.

K A Y L A

Nama Kayla lengkap.

Daftar penuh.

Bukan saat dia di gunung.

Bukan saat mendaki.

Bukan saat memanggil.

Bukan saat dipanggil.

Daftar penuh karena Raka akhirnya memilih — meskipun pilihan itu lahir dari rasa ingin melindungi.

Dan selama daftar sudah lengkap, hanya satu pertanyaan yang tersisa:

> Siapa yang pintunya akan menutup… dan siapa yang pintunya akan menggantikan?

Gelang biru tidak menjawab.

Tapi malam itu, sebelum kami beranjak dari kursi menghadap pintu rumah…

Suara langkah terdengar dari luar.

Pelan.

Lambat.

Enam langkah.

Tapi kali ini… rasanya berbeda.

Bukan seperti makhluk yang datang mengambil.

Lebih seperti orang yang datang pulang.

Sari menelan ludah, nyaris berbisik:

“Ka… jangan buka pintunya. Siapa pun yang ngetuk nanti… jangan.”

Aku mengangguk.

Tiga ketukan pelan terdengar.

Tegang.

Ditahan.

Seseorang di luar berkata, suara serak:

“Raka… tolong buka. Ini aku.”

Suara itu suara Kayla.

Sari langsung memejamkan mata dan menutup telinganya — dia hampir pingsan.

Karena dia tahu — dan aku tahu —

> Kayla tidak mungkin berada di luar rumah pada jam ini

kecuali pintu sudah terbuka dari salah satu dari kami.

Aku berdiri… mendekati pintu…

meski Sari memegang lenganku sekuat tenaga, menahan.

Dan sebelum aku menyentuh gagang pintu…

Kayla — atau sesuatu yang memakai suara Kayla — berkata dari baliknya:

> “Kalau kamu buka pintu ini… cuma satu dari kita yang akan hilang.

Kalau kamu nggak buka… akan hilang dua.”

Aku gemetar sampai tulang belakang.

Gunung tidak memberi pilihan.

Gunung memaksa pilihan.

Dan aku sadar benar:

Yang hancur nanti bukan tubuh.

Yang hancur nanti adalah hati.

Dan aku menempelkan kening ke pintu…

menahan diri agar tidak membuka…

sambil air mataku jatuh sendiri:

“Kenapa harus kita…?”

Tidak ada jawaban.

Hanya suara lembut… yang bukan suara manusia:

“Karena kalian orang-orang yang tidak pernah rela kehilangan.”

Dan cinta —

rupanya —

adalah pintu terbesar dari semuanya.

1
Roro
waduh gak mudeng aku thor
Roro
hummmm penasaran
Irman nurhidayat: sebenernya aku gak serius si ngerjain novel ini wkwk,tapi kalo misal udah baca sampe ke bab terakhir dan minta lanjut,bakal aku lanjutin si,tpi aku ada prioritas novel lain yg lebih horor lagii,pantau yaa💪
total 1 replies
Roro
🤣🤣🤣🤣🤣 kok makin kesini malah gak horor tur, malah lucu
pintu tertutup terbuka aja
lama banget horonrnya datang
Irman nurhidayat: cek novel terbaruku kak,lebih seru,seram,mudah di cerna,lebih horor dan seram 🔥🔥
total 3 replies
Roro
ahhh keren inj
Roro
lanjut besok aja, jadi merinding aku
Roro
ouu UU main horor lagi,
Roro
lah... Arif apa kabar
Roro
sulit aku mencerna , tapi seru u tuk kubaca, dan akhirnya aku faham jalan cerita
Roro: iya kek nya Thor, tapi aku tetap menikmati bacaanya
cerinya nya seru banget
total 2 replies
Roro
beuhh makin keren aja
Roro
hah... tamat kah
Roro
makin seru dan makin penasaran aku
Roro
ahhhh keten banget
Roro
gak sabar pengen tau Arif sama Dimas udah koit atau kek mana yah
geram sekali sama mereka main kabur aja
Roro
keren.. makin penasaran aku
Roro
aku doakan pembaca mu banyak Thor, aku suka banget sumpah
Irman nurhidayat: Aamiin🤲makasih yaaaaa🙏
total 1 replies
Roro
Ter amat bagus...
Irman nurhidayat: mantapp makasih rating bintang 5 nyaa😍😍
total 1 replies
Roro
aku bacanya sesak nafas,
terasa banget horor nya.
Irman nurhidayat: bisa sampe sesak nafas yaa🤣
total 1 replies
Roro
ahhh seru banget
Irman nurhidayat: Bantu share yaaa💪💪
total 1 replies
Roro
misteri...
aku suka horor
Irman nurhidayat: mantap kak lanjut baca sampai tamatt💪💪
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!