"Kamu harus ingat ya, Maira, posisi kamu di rumah ini nggak lebih dari seorang pengasuh. Kamu nggak punya hak buat merubah apa pun di rumah ini!"
Sebuah kalimat yang membuat hati seorang Maira hancur berkeping-keping. Ucapan Arka seperti agar Maira tahu posisinya. Ia bukan istri yang diinginkan. Ia hanya istri yang dibutuhkan untuk merawat putrinya yang telah kehilangan ibu sejak lahir.
Tidak ada cinta untuknya di hati Arka untuk Maira. Semua hubungan ini hanya transaksional. Ia menikah karena ia butuh uang, dan Arka memberikan itu.
Akankah selamanya pernikahan transaksional ini bejalan sedingin ini, ataukah akan ada cinta seiring waktu berjalan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon annin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 17 Turun Ranjang
"Cup, Sayang, jangan nangis lagi, ya. Zara anak pinter." Rosmala mencoba menenangkan cucunya. Maira tidak pulang sejak ibunya meninggal. Katanya ia baru akan pulang usai acara tujuh harian meninggalnya sang ibu.
Dan selama itu juga Zara dititipkan di rumah Rosmala. Kembali diasuh oleh Atik.
"Arka, nanti kamu ajak Maira pulang sekalian. Ini Zara nangis terus, dia kangen sama ibunya," ujar Rosmala.
"Maira lagi berduka, Ma, biarkan dia punya waktu untuk menenangkan diri dulu. Besok juga dia pulang. Nanti malam kan tujuh harian meninggalnya Bu Kamilah." Arka sudah bersiap untuk pergi.
"Kok, besok, sih. Malam ini selesai acara kamu langsung ajak dia pulang. Ini Zara udah nangis terus. Kangen sama Maira." Rosmala masih menggendong dan menimang-nimang Zara yang sejak tadi menangis.
Di belakang pengasuh yang biasa mengasuh Zara sedang membuat susu.
"Ma, udah deh. Nggak usah banyak drama. Jangan bergantung pada Maira, dulu Zara juga diasuh sama Bi Atik. Nggak ada masalah, nggak ada drama. Kenapa sekarang harus Maira?" Arka seolah bosan setiap hari mendengar ibunya terus-terusan mencari Maira demi Zara. Seolah hanya wanita itu yang bisa membuat anaknya tenang.
Rosmala sedikit kaget dengan sikap Arka yang kasar. "Kamu ini nggak tahu bagaimana ikatan batin antara Zara dan Maira. Sejak Zara diasuh Maira, anakmu ini hanya bisa tenang kalau dekat sama ibunya."
Arka membuang napas kasar. Tak ingin lagi berdebat dengan sang ibu. "Ya sudah, nanti Arka suruh Pak Mul buat jemput Maira."
"Loh, kok Pak Mul, sih? Kenapa bukan kamu? Kan sekalian kamu pulang dari acara tujuh harian itu?"
"Arka nggak pergi ke sana, Ma. Arka mau ke rumah Mama Santi, ada acara di sana," jawab Arka dengan malas.
"Santi? Ngapain kamu ke rumah mertua kamu itu? Sekarang itu yang lebih penting adalah keluarga Maira, Arka. Dia istri kamu, sementara Santi itu cuma mantan mertua kamu!"
"Udah lah, Ma, Arka pergi dulu." Mengakhiri semua perdebatan dengan mamanya, Arka memilih untuk segera pergi. Mengabaikan semua perintah sang ibu.
Membuat Rosmala semakin kesal dengan sikap putra semata wayangnya itu.
*
"Mbak Maira, semua udah siap," ujar salah satu tetangga Maira yang membantu mempersiapkan konsumsi untuk acara tujuh harian meninggalnya sang ibu.
Malam ini akan digelar acara doa untuk almarhum ibunya.
"Terima kasih, Bu Titik. Tolong nanti pas sudah selesai acara, bingkisan yang ada di kamar Ibu itu dikeluarkan, ya. Jangan sampai lupa."
"Beres, Mbak Maira." Wanita yang berusia sekitar empat puluhan tahun itu pamit kembali ke dalam.
Sementara Maira di depan untuk menyambut para tamu undangan. Syafa ikut menemani kakaknya, meski tak pernah bicara.
Ancaman Maira waktu itu membuatnya tidak berani berbicara ataupun menatap Maira. Ia hadir pun semua untuk menutupi jika ada kisruh dalam keluarganya. Agar tetangga tak curiga. Padahal, gonjang-ganjing akan apa yang telah ia lakukan sudah terdengar dan menjadi bahan gosip di lingkungan tempat tinggalnya.
"Assalamualaikum."
"Waalikumsalam, silakan masuk, Pak." Maira mulai mempersilakan satu persatu tamu yang mulai datang.
Ia melihat ke arah jam tangan yang ia kenakan. Acara sudah hampir mulai, tapi tak ada tanda-tanda Arka akan datang.
"Maira, ngapain sih ngarepin dia. Memang dia suamimu secara status, tapi kamu bukan siapa-siapa dalam hidupnya." Batin Maira menyuarakan logika yang harusnya tak membuat Maira kecewa.
Acara sudah dimulai, tapi Arka benar-benar tidak datang. Saat ia akan masuk, terdengar suara tangis Zara. Maira menoleh dengan cepat, tapi seketika ada setitik rasa kecewa saat melihat yang datang bukan Arka.
"Maaf ya, Maira. Kami terlambat, Zara rewel terus," ujar Rosmala menjelaskan keterlambatannya.
"Iya, Ma, nggak apa." Maira langsung mengambil alih Zara, dan ajaibnya anak itu langsung diam seketika. Seolah tahu siapa yang menggendongnya.
"Nah, bener, kan, apa kataku. Zara itu kangen sama kamu makanya pas dia kamu gendong langsung diem. Arka malah ngomel waktu Mama ngasih tahu soal itu," cerocos Rosmala.
"Mas Arka mana, Ma?" Maira sebenarnya tak ingin juga menanyakan hal itu, tapi demi kesopanan ia pun melakukannya.
"Arka pamit nggak bisa datang, Mai. Ada meeting mendadak yang nggak bisa ia tinggal. Dia nitip salam buat kamu." Kali ini Aditya yang menjelaskan. Tentu saja ia sudah di-briefing lebih dulu oleh Rosmala di mobil tadi.
Sudah Maira duga. Entah Arka meeting betulan atau tidak, tapi yang Maira yakini pria itu memang enggan datang. Menghindari Maira dan keluarganya seperti biasa.
Maira memaksakan senyum. "Nggak apa, Ma, Pa. Lagian acara doa untuk ibu masih akan diadakan lagi, sedangkan pekerjaan Mas Arka belum tentu bisa dapat kesempatan lagi."
Rosmala dan Aditya tersenyum atas pengertian menantunya. Rosmala mengusap lengan Maira sebelum masuk ke rumah besannya untuk mengikuti acara doa.
*
"Mama kira kamu nggak bakal datang, Arka." Santi menyambut menantunya dengan bahagia dan raut penuh kemenangan.
Nyatanya setelah Raswa tiada, ia masih bisa mengendalikan menantunya itu. Sekalipun sang menantu sudah menikah lagi. Kedatangan Arka ini adalah bukti bahwa ia masih berkuasa atas Arka, dan belum tergantikan oleh istri baru sang menantu. Santi pun tak akan membiarkan itu terjadi, Arka harus tetap menjadi menantunya. Patuh dan hormat padanya.
"Mana mungkin Arka menolak undangan Mama. Arka ingat betul pesan Raswa sebelum meninggal, ia titip Mama dan Shela untuk Arka jaga."
Senyum Santi makin merekah. Ia tak menyangka, walau sudah tiada, Raswa tetap menjadi anak yang berbakti. Membuatnya tetap berada dalam kenyamanan hidup berkat sang menantu.
"Mama tahu cinta kamu ke Raswa nggak akan hilang begitu saja meski kamu sudah menikah lagi. Mama yakin sekarang." Santi memeluk Arka sebelum mempersilakan menantunya itu masuk.
Arka memilih melewatkan acara doa untuk almarhum ibunya Maira demi hadir di acara ulang tahun mamanya Raswa. Pesta berlangsung dengan meriah, yang dihadiri oleh teman-teman dan kerabat dari Santi.
Arka memang tak canggung berada di antara mereka, tapi ia merasa bosan sekarang ini. Kalau dulu ada Raswa yang selalu menemani dan membuat suasana menjadi hidup, sekarang semua terasa membosankan. Ia hanya duduk sendiri menikmati minuman, melihat mereka yang tengah asik berbincang.
"Kamu dengerin Mama kali ini dan jangan membantah, atau kamu memang ingin hidup kita kembali seperti dulu. Blangsak!" Santi menghardik putri bungsunya.
"Ma, aku nggak suka sama Kak Arka. Kenapa sih Mama ngotot jodohin aku sama dia. Aku udah punya pacar, Ma." Shela yang dasarnya keras kepala, tak mau menurut begitu saja.
Sejak awal ia tahu rencana ibunya untuk menjodohkan dirinya dengan sang kakak ipar, Shela terus kekeuh menolak. Selain tak cinta, ia merasa Arka adalah tipe pria yang sulit untuk kembali jatuh cinta. Cinta pria itu sudah habis di kakaknya, dan Shela tidak mau kalau harus bersaing dengan kakaknya yang sudah tiada.
"Jangan jadi anak durhaka. Kamu harus nurut apa yang Mama bilang," ujar Santi dengan geram.
"Ma, aku nggak mau!"
"Mama nggak mau dibantah. Pergi sekarang!" Santi mendorong tubuh Shela agar anaknya itu mau menemani Arka.
Malam ini semua rencananya harus berhasil. Ia tidak mau menunda-nunda lagi. Terlebih setelah ia melihat istri baru Arka yang ternyata tidak mudah untuk ditaklukkan. Santi tak mau kehilangan Arka. Bagaimanapun caranya ia akan membuat Arka agar tetap menjadi menantunya. Satu-satunya jalan adalah menikahkannya dengan Shela. Turun ranjang!