Ketika dendam dan cinta datang di waktu yang sama, pernikahan bak surga itu terasa bagai di neraka.
“Lima tahun, waktu yang aku berikan untuk melampiaskan semua dendamku.”_ Sean Gelano Aznand.
“Bagiku menikah hanya satu kali, aku akan bertahan sampai batas waktu itu datang.”_ Sonia Alodie Eliezza.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi_Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 : Telat Pulang Ke Rumah
...🌼...
...•...
...•...
“Makasih Van, kalo nggak ada kamu mungkin makanannya udah jatuh.”
”Iya sama-sama Son, kamu nggak papa kan?”
“Iya nggak papa.” Sonia memilih bangku untuk tempatnya duduk, Sean sudah datang sambil membawa beberapa cemilan ringan untuk Sonia.
“Kok lama?” tanya Sonia pada suaminya.
“Iya, warungnya rame, jadi harus ngantri, kamu udah pesan?”
“Udah, percaya deh sama aku, ini adalah tempat makan pecel yang paling enak.”
“Oh ya, yakin banget.”
“Iya Sean, aku dulu sering banget makan di sini.”
“Iya aku percaya kok.”
Sudah seminggu mereka di Bandung dan sudah dua bulan mereka menikah, kehidupan Sonia juga sangat tenang karena Sean sangat sibuk dengan pekerjaannya. Walaupun Sean masih sering bersikap kasar padanya tapi tidak menyiksa dia seperti saat di Jakarta.
Vanno masih kepikiran dengan luka yang ada di tubuh Sonia, luka itu tampak masih baru dan jelas bekas cambukan.
“Apa Sean melakukan KDRT pada Sonia?” gumam Vanno sambil menatap Sonia dan Sean.
...***...
Sonia merebahkan tubuh lelahnya di atas kasur, selesai pergi makan dan belanja di mall, Sean mengantarkan Sonia kembali ke rumah. Rumah Sonia yang ada di Bandung sudah dijual karena tidak ada yang akan menempati, jadi selama di Bandung, mereka tinggal di rumah Sean.
Sean disibukkan dengan pekerjaannya, dia bahkan tidak memiliki banyak waktu untuk sekadar berbincang dengan Sonia. Sonia merasakan kelegaan karena dia tidak harus disiksa dengan alat-alat mengerikan itu lagi, hanya saja mendapat kekerasan dari Sean masih sering. Terkadang jika mood Sean sedang buruk, pasti Sonia lah yang akan menjadi sasaran amarahnya.
Sean meeting dengan beberapa CEO perusahaan besar di Bandung untuk mengembangkan bisnis mereka, salah satu CEO itu adalah Vanno. Meeting berjalan dengan lancar, semua tidak ada kendala dan kerja sama terjalin dengan baik.
Dua puluh menit setelah meeting, Sean bergegas menuju rumahnya, entah kenapa dia begitu merindukan Sonia.
Di jalan, Sean membelikan martabak mini dengan berbagai macam rasa untuk Sonia, istrinya begitu menyukai jajanan pasar seperti itu dari pada cemilan yang ada di mall.
Sean mengantri untuk membeli martabak, dia membeli cukup banyak sekalian nanti dibagi pada satpam, sopir dan juga pelayan di rumahnya. Sean duduk di bangku yang sudah disediakan oleh tukang martabak sambil memainkan ponselnya.
“Sean.”
Di tengah kesibukannya, Sean dipanggil oleh Nila, dia memutar bola matanya malas dan enggan menjawab panggilan Nila. Dia kembali fokus memainkan ponsel hingga Nila duduk di sampingnya.
“Gimana kabarmu nak? Bagaimana dengan istrimu? Apa dia sudah hamil?” tanya Nila membuka pembicaraan dengan Sean.
“Kami baru menikah dua bulan, kenapa harus cepat-cepat punya anak, kami masih ingin quality time berdua,” jawab Sean datar tanpa mengalihkan pandangannya dari benda pipih itu, Nila sama sekali tidak tersinggung dengan sikap Sean karena memang dari awal Nila menjadi istri Endro, dia selalu mendapatkan perlakuan tak mengenakkan dari Sean.
“To the point saja Sean, Mama kesini—”
“Kau bukan mamaku, jadi berhenti memanggil dirimu sendiri dengan sebutan mama jika bicara denganku,” potong Sean yang sekarang menatap tajam ke arah Nila.
“Oke baiklah, saya ke sini hanya ingin bilang sama kamu, tolong jauhkan istrimu dari suamiku, aku tidak mau wanita jalang itu mendekati suamiku lagi.” Sean tersinggung saat Nila mengatakan bahwa istrinya jalang.
Hanya dia saja yang boleh memaki Sonia namun ketika orang lain ikut menghina, dia akan sangat marah dan tersinggung.
“Kau bilang apa? Jalang? Apa kau tidak salah? Yang jalang itu dirimu Nila, kau berselingkuh dengan tua bangka itu sedangkan kau tau kalau dia sudah memiliki istri dan istrinya masih hidup. Jangan beri gelar dirimu pada orang lain, harusnya kau malu. Kau pikir istriku mau dengan si tua bangka itu? Kau sangat salah, dia sudah bahagia dan dia sangat mencintaiku. Jadi kau saja yang menjaga suamimu agar tidak mengganggu istriku,” marah Sean pada Nila, tangannya sudah mengepal seakan siap menonjok wajah Nila.
“Kau itu tidak tau apa-apa tentang istrimu Sean, jadi jangan terlalu mempercayainya. Istrimu itu suka selingkuh, jadi kau harus berhati-hati.”
“Pergi dari sini sebelum aku menamparmu.”
“Baik aku akan pergi tapi ingat perkataanku Sean, istrimu itu tidak sebaik yang kau pikirkan.” Nila memasuki mobilnya dan meninggalkan Sean yang kini larut dalam pikiran buruknya mengenai Sonia.
“Ini pesanannya mas,” kata tukang martabak pada Sean sambil memberikan pesanannya.
“Ini uang nya, kembaliannya ambil saja.” Sean segera memacu mobil menuju rumah, sekarang sudah hampir maghrib, dia tidak mau kena macet di jalan.
Tiga puluh menit di perjalanan, akhirnya Sean sampai, dia memasuki rumah dan mencari keberadaan Sonia. Sudah mencari ke seluruh ruangan, istrinya tetap tidak ada.
“Sonia di mana?” tanya Sean pada Rani.
“Nyonya keluar dari jam 4 sore tadi tuan.”
“Pergi ke mana? Sama siapa?”
“Saya tidak tau Tuan, nyonya hanya bilang keluar sebentar saja, dia tidak bilang kemana dan nyonya pergi menggunakan taksi online sendiri.”
“Ya sudah, kamu boleh pergi.” Rani kembali melakukan pekerjaannya.
“Aarrgghhh,” geram Sean, “berani sekali Sonia pergi tanpa izin dariku. Kemana dia? Dia pikir dengan aku sudah berbaik hati tidak menyiksanya, dia bisa seenaknya begini.”
Sean sudah tidak bisa membendung lagi emosinya pada Sonia, dia memasuki kamar dan membersihkan diri, Sean memilih untuk menunggu Sonia pulang daripada harus mencari istrinya itu, dihubungi pun tidak bisa karena Sean sendirilah yang melarang Sonia menggunakan ponsel.
Pukul 20.30 Sonia baru kembali ke rumah, dia berjalan memasuki rumah dengan perasaan takut dan cemas, sudah dipastikan jika Sean akan memukulnya kali ini. Dia tidak melihat siapapun, dia bergegas memasuki kamar, berharap malam ini dia tidak bertemu dengan Sean.
Sonia bernafas lega saat sampai di kamarnya, Sonia segera mandi dan mengenakan piyama tidur. Hari ini sangat melelahkan bagi Sonia dan sangat menguras emosi lantaran dia harus cekcok dengan Nila dan hampir dicelakai oleh Nila.
Sonia baru saja tertidur beberapa saat, lalu tangan tegas tiba-tiba menarik kuat rambutnya hingga kepalanya terasa sangat sakit.
“Aduh Sean, sakit,” ringis Sonia.
“Dari mana kamu?” tanya Sean emosi, tangannya terus menjambak kuat rambut panjang Sonia.
“Aku keluar jalan-jalan saja, aku bosan di rumah dan sekalian mampir ke makamnya Angel.”
“Jangan bohong.”
“Demi Allah Sean, aku nggak bohong.”
“Kenapa kau tidak bilang pada pelayan atau siapapun yang ada di rumah ini, tujuanmu kemana hah?”
“Aku sengaja tidak bilang karena memang aku hanya ingin keluar sebentar saja. Mumpung lagi di sini, aku ke makamnya Angel dan bertemu dengan Bu Nila.” Sean melepaskan jambakannya dari rambut Sonia.
“Dia mengganggumu?”
“Tidak, dia hanya bicara sebentar denganku lalu pergi,” bohong Sonia pada Sean, karena sebenarnya tadi dia memang hanya berniat keluar jalan-jalan, semenjak di Bandung, dia belum pernah nyekar ke makam Angel, jadi sekalian dia ke sana, di pemakaman itu, Nila bertemu dengan Sonia karena memang Nila mengikutinya.