Sekar tak pernah menyangka, pertengkaran di hutan demi meneliti tanaman langka berakhir petaka. Ia terpeleset dan kepala belakangnya terbentur batu, tubuhnya terperosok jatuh ke dalam sumur tua yang gelap dan berlumut. Saat membuka mata, ia bukan lagi berada di zamannya—melainkan di tengah era kolonial Belanda. Namun, nasibnya jauh dari kata baik. Sekar justru terbangun sebagai Nyai—gundik seorang petinggi Belanda kejam—yang memiliki nama sama persis dengan dirinya di dunia nyata. Dalam novel yang pernah ia baca, tokoh ini hanya punya satu takdir: disiksa, dipermalukan, dan akhirnya dibunuh oleh istri sah. Panik dan ketakutan mencekik pikirannya. Setiap detik terasa seperti hitungan mundur menuju kematian. Bagaimana caranya Sekar mengubah alur cerita? Apakah ia akan selamat dari kematian?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhanvi Hrieya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17. KECURIGAAN KARTIKA
"Apa yang dilakukan oleh Kartika ke sini?" tanya Johan saat berhenti tepat di samping tubuh Sekar, ia melirik punggung belakang Kartika yang mulai semakin menjauh.
"Hanya berbincang-bincang biasa saja," sahut Sekar santai, "apakah ada yang salah Jendral?"
Cara manik mata biru dingin itu menatap Kartika terlihat aneh di mata Sekar, Kartika pertama kali datang ke rumah untuk makan malam di bawa oleh bawahan Johan sendiri. Sekar menduga Hendrik menaruh hati pada Kartika, hingga Kartika bisa memasuki batalyon dengan mudah.
Johan membawa atensinya ke arah Sekar yang kini mengerutkan pangkal hidungnya, dan menatap ke arah Johan dengan ekspresi bertanya-tanya. Johan menggeleng sekilas, ia mengayunkan langkah kakinya menuju ke dalam rumah tanpa menjelaskan apa yang dia pikirkan.
"Aneh, kenapa dia melihat Kartika seperti itu. Apa jangan-jangan dia juga diam-diam menyukai Kartika?" gumam Sekar bertanya-tanya.
Tidak ada yang pasti, mengingatkan alur cerita seakan berubah jauh. Sekar mendesah berat, ia mengayunkan tungkai kakinya memasuki rumah kembali. Apa yang dipikirkan oleh Johan saat ini tidaklah penting, yang terpenting bagi Sekar saat ini adalah mencari pekerjaan. Menghasilkan uang, ia paham banyak tentang tumbuh-tumbuhan. Sekar berharap bisa bekerja di kebun, atau menciptakan rekayasa genetik pada beberapa tanaman. Terkhusus pada tanaman padi, membatu perekonomian pribumi ke depannya.
Setidaknya ia bisa tetap bekerja dibidang yang ia kuasai, tidak melupakan ilmu yang ia dapatkan di era modern. Sekar bertekad untuk bekerja dan menghasilkan banyak uang.
"Ya, ayo semangat Sekar. Kamu pasti bisa lepas dari jeratan alur cerita era kolonial ini." Sekar berbicara sendiri dan mengangguk di sela langkah kakinya memasuki rumah.
...***...
Ada banyak kertas berkualitas rendah di atas meja berserakan, Kartika memijit kecil pangkal hidungnya. Sebagai mata-mata, ia memiliki banyak bawahan serta dengan mudah mendapatkan banyak informasi. Sepulangnya dari batalyon, Kartika mulai mengumpulkan bawahannya. Meminta informasi dari beberapa orang untuk dikumpulkan, meskipun sedikit kekurang informasi tentang Sekar secara mendetil.
Kartika mengembuskan napas kasar melalui mulut, sekilas informasi tentang Sekar yang dia dapatkan hanyalah tentang keluarga. Tidak ada tentang seberapa terpelajarnya sosok Sekar, Kartika menggeleng tak berdaya.
"Kenapa hanya ada ini saja," monolog Kartika resah, "lain dari ini malah tidak ada. Aku pikir jika gundik rendahan itu hanyalah batu kali, yang tidak ada harganya selain terlihat cantik saja. Berlagak seperti wanita bangsawan tetapi bagaimana bisa dia juga melek ilmu pengetahuan?"
Jari jemari lentik Kartika mengetuk-ngetuk meja kerjanya, suara ketukan tiga kali di pintu mengalihkan fokus Kartika dari kertas-kertas di meja ke arah pintu masuk.
"Masuk saja, pintunya tidak dikunci!" seru Kartika menaikan intonasi suaranya.
Pintu terbuka, sosok Raden langsung terlihat saat pintu terbuka lebar. Raden tersenyum melihat wanita cantik yang tengah duduk dengan ekspresi serius di depan sana, Raden tidak tahu apa yang membuat wajah Kartika tampak kusut.
Setelah kembali dari luar, Kartika memanggil beberapa orang untuk masuk ke ruangan kerja dan seharian mengurung diri di ruangan. Dari langit terang benderang sampai gelap gulita, pintu ditutup perlahan. Raden melangkah mendekati meja Kartika, alis matanya berkerut mendapati ada banyak kertas di atas meja.
"Apakah ada sesuatu yang terjadi? Kenapa kamu berada di markas dari tadi siang sampai malam," celetuknya melirik Kartika dengan ekspresi khawatir.
Kartika mendesah, ia bersandar di sandaran kursi jati. "Ada sesuatu yang aneh, dan itu membuat aku penasaran."
"Apa itu?"
"Ini tentang gundik dari Johan, dia terlihat aneh di mataku. Apalagi saat aku berbicara dengannya siang ini, dan apakah kamu tau apa yang membuat aku merasa ini tak benar?" Kartika malah bertanya balik pada Raden menggelitik rasa ingin tahu Raden.
Kepala Raden menggeleng, "Kamu malah membuat aku jadi ikut penasaran. Apa yang aneh pada Nyai satu itu?"
"Dia sepertinya bukan wanita pribumi biasa," sahut Kartika yang mengundang kerutan di dahi hitam Raden, "maksudku itu adalah segala hal tentang dia sangat amat mencurigakan. Meskipun di sini tidak ada satu pun yang diterangkan, hingga menimbulkan kecurigaan. Kamu dan aku tau bukan selama ini, Johan sering berpindah-pindah. Tidak ada wanita satu pun di sisinya, dia tidak pernah mengambil gundik. Setelah diselidiki, baru kita tau. Dia tak menyukai wanita terpelajar, karena takut akan dikhianati."
"Kalau soal itu aku, kamu, dan Samudra juga tau. Lantas dari mana asal-usul kamu merasa curiga padanya. Bukankah tentang Nyai Sekar, sudah dikumpulkan. Tidak ada yang istimewa, selain dia cantik dan ayahnya seorang rentenir gila judi," tutur Raden.
"Ya, itu benar. Tapi, hari ini dia mengatakan jika dia melek huruf dan angka. Awalnya aku pikir dia berpura-pura menjadi wanita yang berpendidikan agar tidak dipandang rendah tapi, kenyataan tampaknya berbeda Raden," jawab Kartika, jari telunjuknya mengetuk-ngetuk kertas di tangannya dengan ekspresi rumit.
"Hah? Apa maksudmu dia tidak seperti apa yang disampaikan oleh mata-mata kita?" Raden tak menyembunyikan ekspresi terkejutnya.
Kepala Kartika mengangguk yakin, Raden mengusap dagunya perlahan. Raden mungkin memang belum bertemu secara langsung dengan Sekar, menurut cerita Samudra tentang bagaimana Sekar bertindak nekat untuk membantu Samudra saja itu terasa mengganjal. Wanita desa mana yang bisa berperilaku seperti Sekar.
"Apa jangan-jangan dia juga bagian dari pejuang? Bisa jadi dia sengaja menarik perhatian Johan. Hanya untuk mencari kelemahan Johan, jika bukan begitu rasanya tidak masuk akal. Dari apa yang aku dengarkan darimu dan Samudra, Nyai Sekar terlalu mencurigakan." Raden mengutarakan apa yang terlintas di otaknya.
Tubuh Kartika membeku mendengar spekulasi dari Raden, jika benar itu yang sebenarnya terjadi. Juga masuk akal, identitas Sekar tersembunyi karena dia juga bagian dari pejuang. Mata-mata hebat seperti Kartika, jika di Batavia Kartika tahu siapa-siapa saja yang bergabung. Namun, jika di pedesaan yang tersebar, ia tidak tahu siapa lawan dan siapa kawan.
Lantas jika benar itu yang sebenarnya terjadi, hati Kartika mencolos nyeri. Bagaimana bisa seperti itu, hanya Kartika satu-satunya wanita yang hebat dalam mengendalikan ekspresi wajah. Ia mata-mata terpelajar, dengan status yang tinggi. Kehadiran Sekar dengan status pejuang akan menggeser posisi Kartika, maka sudah dapat dipastikan Samudra akan tertarik pada Sekar. Pria itu pasti akan menjadikan Sekar sebagai wanitanya.
"Hei! Ada apa Kartika? Kenapa kamu terlihat panik seperti itu?" Raden melirik ke arah kertas yang diremas kasar, mata Kartika memerah dan tajam.
Kartika tersentak, ia menunduk melirik ke arah kertas yang tak lagi berbentuk. Perasan benci pada Sekar semakin bertambah besar, wanita itu tampaknya akan menjadi halangan untuk kisah percintaan Kartika dengan Samudra kedepannya.
'Tidak, ini tidak benar. Aku harus menyingkirkan Sekar secepatnya apapun yang terjadi. Samudra adalah milikku. Hanya aku.' Kartika mendengus kasar.
Bersambung...