"Hai ganteng, malam ini, mau bermalam bersamaku?"
~ Keira ~
"Kau tidak akan menyesalinya kan, little girl?"
~ Reynald ~
**********
Demi bisa menghadiri pesta ulang tahun pacarnya di sebuah klub malam, Keira nekat mencari cara untuk kabur dari pengawasan Raka, sang kakak yang overprotektif, dengan bantuan sahabatnya, Selina. Namun, sesampainya di sana, betapa terkejutnya ia saat mendengar bahwa Dion, kekasih yang selama ini ia sembunyikan dari sang kakak, justru malah menghina Keira di depan teman-temannya.
Hatinya hancur. Di tengah rasa sakit dan kekecewaan, Keira bersumpah akan mencari laki-laki lain yang jauh lebih tampan dan mempesona dari Dion. Saat itulah ia bertemu dengan sosok pria asing yang sangat tampan di klub. Mengira pria itu seorang host club, Keira tanpa ragu mengajaknya berciuman dan menghabiskan malam bersama.
Namun, keesokan harinya, Keira baru menyadari kalau pria yang bersamanya semalam ternyata adalah Reynald, teman dekat kakaknya sendiri!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32. Istri Saya
Raka menatap Reynald tak percaya. "Gue kenal?" ulangnya dengan nada penuh tanda tanya. “Siapa? Siapa cewek itu, Rey? Cepetan jawab! Jangan bikin Gue penasaran!”
Reynald hanya tersenyum misterius, matanya menyipit seperti menyembunyikan rahasia besar. “Rahasia.” Katanya jail.
"Babi!" Raka sampai bersumpah serapah karena saking kesalnya. "Lo pasti cuma ngibulin gue doang, kan?! Nggak mungkin Lo tiba-tiba punya pacar tanpa Gue tau!"
Reynald hanya mengangkat alis santai, bibirnya melengkung tipis. "Emangnya semua hal yang gue lakuin harus laporan ke Lo dulu?"
"Ya nggak begitu!" Raka menggeleng cepat. “Cuma… kenapa gue nggak pernah tau? Gue sahabat lo, Rey. Dan setau gue, selama Lo di Indonesia, Lo selalu bareng sama Gue. Makanya mustahil kalau Lo punya pacar tapi gue malah nggak tau. Apalagi Lo bilang kalau gue kenal orangnya,"
"Yah..." Reynald mengangkat bahu. "Nggak semua hal Lo harus tau Ka,"
"Makanya," Raka makin mendesak Reynald. "Kasih tau Gue siapa orangnya,"
"Nanti Lo juga tau sendiri," kata Reynald sambil tertawa. "Kalau sekarang belum saatnya,"
"Hah? Apaan sih? Nggak usah sok misterius begitu deh!" Raka tetap mengekori Reynald karena saking penasarannya. "Jawab nggak! Siapa cewek tidak beruntung itu, hah!"
Saat itulah, pintu kamar Keira terbuka. Membuat dua pria dewasa itu langsung kembali ke mode jaim. Dari sana, keluar Keira yang sedang menuntun Selina dengan hati-hati.
"Kak," ucap Keira dengan nada lirih, wajahnya masih terlihat sembab. "Katanya Selina mau pulang,"
"Oh, mau pulang? Oke, oke, biar Kakak anter," Raka tanpa perlu diminta cepat-cepat mengambil alih Selina dari sang adik dan gantian menuntunnya ke arah depan. Keira sudah mau mengikuti, tapi Reynald menahan tangannya.
"Jangan," Bisik Reynald tanpa suara, sambil menggelengkan kepala. Keira awalnya tak mengerti maksud ucapan Reynald, tapi saat pria itu menunjuk ke arah Raka dan Selina, Keira langsung mengerti.
"Biarkan mereka menghabiskan waktu berdua," Bisik Reynald lagi. Keira pun mengangguk, dan Reynald langsung menuntunnya untuk duduk di atas sofa ruang tengah.
Tanpa permisi, Reynald langsung duduk menempel pada Keira, meski tempat kosong di sofa itu masih sangat luas. Ia mengambil kesempatan itu untuk merangkulkan lengannya pada bahu Keira dan mengelus-ngelusnya lembut.
"Sudah selesai nangisnya, little girl?" Reynald bertanya setengah menggoda.
Keira melirik Reynald kesal. "Jangan mengejek," Ujarnya dengan nada mengancam.
Reynald terkekeh, selalu lucu baginya saat melihat gadis itu cemberut.
"Perutmu lapar tidak? Mau makan apa? Biar aku pesenin,"
Keira menggeleng pelan. "Gue nggak nafsu makan,"
Reynald mencondongkan tubuhnya sedikit, membuat jarak di antara mereka kian menyempit. Aroma maskulin dari tubuhnya begitu dekat, hingga Keira refleks menahan napas.
“Kalau nggak nafsu makan…” bisiknya, jemarinya masih mengusap lembut bahu Keira. "Berarti, mau makan aku aja?"
Keira menoleh cepat, tatapannya beradu dengan mata hitam pekat Reynald. Ia mendengus. “Apaan sih? Jangan bercanda deh, gue lagi nggak mood!” Serunya sambil mendorong tubuh Reynald.
"Hahaha, oke, oke, sorry, little girl," Reynald menjauhkan tubuhnya sambil mengangkat kedua tangan. "Aku tidak akan mengganggu kamu hari ini. Tapi come on, perutmu perlu diisi. Aku tau kamu sedang mencemaskan Selina, tapi tidak perlu sampai mengorbankan diri sendiri kan?"
Keira mengangkat pandangannya untuk menatap pria itu. Reynald ada benarnya. Jangan sampai dirinya jadi sakit gara-gara hal ini. Apalagi tugas kuliahnya masih menumpuk, banyak yang belum dikerjakan. Kalau Keira sampai tumbang, sudah dapat dipastikan kalau dirinya harus mengulang mata kuliah yang sama semester depan. Otomatis, ia akan bertemu lagi dengan dosen yang super galak itu. Hiiiii, hanya membayangkannya saja membuat Keira merinding.
"Kalau gitu, gue mau ayam goreng," katanya akhirnya.
Reynald tersenyum puas. "Oke, mau yang original atau yang pedas?"
"Setengah-setengah," Jawab Keira.
"Oke, aku akan pesankan dulu," Reynald tampak mengutak-atik ponselnya. Sementara itu Keira menunggu dalam diam sambil menatap penuh sesal ke arah dapurnya yang porak poranda.
Pandangan Keira lalu beralih pada piring berisi kue brownies buatan Marisa yang ada di depannya. Kalau ia tak salah kira, sepertinya kue ini masih utuh seperti tak tersentuh sama sekali. Apa tidak ada yang memakannya?
Keira melirik Reynald yang sedang fokus bertransaksi menggunakan ponsel. "Kue buatannya Marisa nggak Lo makan?" Tanyanya kemudian.
Reynald menatap ke arah Keira sambil tersenyum. "Aku sudah kenyang makan buatan kamu tadi,"
Keira mengangkat alis. "Apa buatan gue tadi pantas disebut makanan?"
"Kalau bisa dimakan, berarti pantas," ujar Reynald santai. "Aku sudah pesan. Katanya menunggu lima belas menit. Kamu bisa menahannya?"
Keira menganggukkan kepala. "Eung,"
Reynald tersenyum dan mengelus-ngelus rambut Keira lembut. Keira membiarkannya saja. Lagipula dia sudah terbiasa. Entah apakah pria ini memang punya hobi mengelus-ngelus rambut orang lain atau bagaimana.
"Eng, Marisa..." Keira bertanya ragu-ragu. "Udah pulang?"
"Heem," Reynald mengangguk singkat, tangannya masih memainkan rambut Keira.
"Lo nggak nganterin dia pulang?" Tanya Keira lagi sambil melirik Reynald.
"Dia sudah besar. Untuk apa aku mengantarkannya?"
"Ya, kirain," Keira mengangkat bahu. "Kalian kan tadi juga datengnya bareng,"
Tangan Reynald yang sedang memainkan rambut Keira terhenti, lantas tatapannya lurus tertuju kepada gadisnya itu. "Besok besok, dia sudah nggak akan kesini lagi,"
Keira menoleh. "Kenapa?"
"Kontrak kami sudah berakhir, kami sudah tidak akan kerja bersama lagi,"
"Hah?" mata Keira terbelalak. "Kenapa? Bukannya dia yang bantuin Lo menangani kasus? Kata Kak Raka, dia itu salah satu pengacara jenius di perusahaannya loh!"
"Dia memang jenius, tapi tidak profesional," Reynald berkata singkat, tanpa berusaha menjelaskan dengan detail. "Sudahlah, tidak usah bahas dia lagi," katanya sambil menyandarkan kepala pada bahu Keira.
"Bagaimana kalau sekarang kita bahas tentang hubungan kita?"
Keira menelan ludah. Dia yang sedari tadi bersikap biasa saja kini mulai salah tingkah. Jantungnya bergemuruh, dan perlahan ia mulai gugup.
"Jadi, gimana? Apa kamu sudah mulai menerimaku, sayang?"
Keira memalingkan muka. "Gue..."
"Permisi!" Teriakan seorang pria dari depan rumah membuat perhatian mereka berdua teralih. Keira buru-buru bangkit dari duduknya.
"Ka-kayaknya itu makanan kita," katanya dengan nada terbata-bata.
"Biar aku yang ke depan," ujar Reynald. Keira mengangguk dan membiarkan Reynald pergi. Sementara itu dirinya berusaha menenangkan diri.
Tak berselang lama, Reynald masuk bersama dengan seseorang. Ternyata yang datang tadi bukan pengantar makanan, melainkan tukang listrik yang dihubungi oleh Raka.
"Ya ampun, kok bisa seperti itu Mas?" Tukang listrik itu tampak heran melihat keadaan dapur yang kacau balau.
"Haha, iya Mas. Istri saya tadi mau coba bikin kue, tapi ovennya meledak," Jawab Reynald santai. Sementara Keira yang mendengar Reynald menyebutnya 'istri' langsung melotot.
Tukang listrik itu menatap ke arah Keira sambil tertawa. "Hahahaha, nggak apa-apa mbak, nggak usah malu. Kalau pengantin baru itu wajar belum terlalu pintar masak,"
Keira sudah membuka mulutnya, ingin menjawab. Tapi tukang listrik itu kemudian sudah sibuk sendiri dengan pekerjaannya. Alhasil Keira belum sempat menjelaskan apa-apa.
Reynald hanya terkekeh melihat wajah Keira dan mendekatinya. "Tuh, dengerin, istriku. Nggak usah malu. Wajar kok kalau pengantin baru belum bisa masak," godanya sambil merangkul pinggang Keira.
Keira makin melotot dan menginjak kaki Reynald karena kesal. "Siapa yang istri Lo, hah?!"
Reynald hanya mengaduh sambil tertawa-tawa.