"Sedang Apa Kalian?"
"Wah! Mereka Mesum!"
"Sudah jangan banyak bacot! Kawinin Pak saja! Kalo gak mau Arak Keliling Kampung!"
"Apa?!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
"Tika!"
Bu Kartini sudah cosplay Ibu Kost yang belum terima uang sewa dari anak kosnya, menggedor tak henti sampai akhirnya Kartika membuka pintu kamarnya dengan mata belel.
Kartika semalam menyelesaikan beberapa bab novel barunya yang sudah banyak pembaca, hingga Kartika menyetok beberapa bab kedepan mengingat acara pernikahannya yang sudah lusa akan digelar.
Sebagai seorang pencinta cuan, Kartika tak mau pendapatannya di novel berkurang dan tentu pembacanya akan kecewa kalau Kartika tak update secara teratur.
Oleh karena itu, mengantisipasi kesibukan menjelang pernikahannya, Kartika nonstop begadang menulis dan pucuk dicinta ulam pun tiba, idenya mengalir deras hingga tak terasa sudah pagi saja.
"Astaga! Itu mata kayak panda begitu! Tika! Kamu pasti semalam live Tiktok ya? Sudah Ibu bilang, stop dulu. Lusa Kamu nikah. Kalo Kamu sakit gimana Ndok? Susah tenan punya anak udah kawin tapi angel kalo dinasehati!"
Sederet kata-kata mutiara yang sering disebut Tama dan Tika jika Sang Ibu Kartini, Istri Pak Kartono, yang Bukan Harum namanya. Penguasa rumah, Kanjeng Mami, Jika sudah bersabda, mana ada yang beranu motong, alamat panci melayang dari segala arah.
"Kamu hari ini gak lupa kan. Kamu sama Karim sudah dipesankan perawatan segitu mahalnya, tinggal nikmati, malah milih begadang. Tuh lihat mata udah kayak Sundel Bolong! Item!"
"Ada apa sih Bu, pagi-pagi udah latihan vocal aja." Tama dengan seragam sekolahnya, sudah rapi, wangi layaknya kuburan baru melintas didepan Ibunya dan Kartika.
"Kamu pake minyak wangi diseruput Tam?" Kini mata dan indera penciuman Sang Ibu berpindah mengamati Tama.
"Ya elah Ibu, anak bau salah! Anaknya wangi, protes! Gapapa lah Bu. Tama itu kan udah ganteng, ditambah wangi, apa gak jadi perhatian cewek disekolah," Dengan wajah Jumawa Tama sukses membuat Ibu Kartini, Sang Kanjeng Mami, menghadiahi tanda cinta.
"Aww! Bu, pedes amat cubitannya! Sekali,kali anak lanangnya dielus-elus, dicium, disayang-sayang, terus ditambahin duit jajan."
"Maunya!" Kartika ikut sebel, giliran duit, cepet banget Si Tama nyamber.
"Udah, gak Kakaknya, gak Adeknya, dua-duanya heran! Selalu aja bikin Ibu puyeng! Duh darah Ibu naik kalo begini terus-terusan!"
"Kayak harga BBM Bu naek!" Tama nyeletuk, Kartika hanya mengulum senyum.
"Tika, Kamu buruan mandi, Tama tadi kesini kasih tahu katanya mau nganter Kamu. Sekarang Suamimu lagi kerumahnya katanya mau mandi dulu, habis lari pagi tadi ketemu Bapak."
"Cie, Mbak. Asik deh yang sudah punya Suami. Kemana-mana gak kayak Kuyang! Sendiri!"
"Aduh! Sakit Mbak! Astaga Mbak! Nanti kalau sama Mas Karim jangan galak-galak Mbak! Emang mau nanti Suaminya diambil Pelakor! Pelakor sekarang pada Soft Spoken sama Act of Service, beuh, bikin meleleh. Jangan sampe Mbak!"
"Ini lagi! Kamu orang doain Mbaknya, biar Mas Karim, semakin cinta sama Mbakmu!" Kembali Bu Kartini dibuat pusing sama kelakuan kedua anaknya.
"Ini ada apa, ribut terus, Bu, Ibu lagi masak apa di dapur, kok kayak bau tutung begitu?"
"Astaga! Ibu lagi bakar pepes! Gara-gara anak Bapak nih!"
Bu Kartini segera melesat ke dapur menyelamatkan pepes ikan Masnya yang harus segera diangkat. Alamat sarapan batal pakai Pepes dan berakhir beli Nasi Uduk Mpok Kanah.
***
Kartika menatap malas pada Karim tang bagai raja blambangan.
Tama sudah lebih dulu berangkat sekolah. Katanya ada piket, jadi minta duit tambahan aja mau sarapan disekolah saja. Emang paling bisa aja Si Tama sih, tahu aja sekarang punya Abang Ipar, mana baek dan Karim orangnya tipe yang tidak perhitungan.
"Rim enak gak Pepes Ikan Mas Ibu?"
Kartika melirik Sang Ibu, berbeda sekali kalau sama Karim, ibaratnya Karim anak Kandung, Kartika anak Kuyang, gak dianggep!
"Enak Bu. Bumbunya meresap. Ibu emang pinter masak!"
"Wah! Terbang deh Rim, Ibu dipuji begitu!" Pak Kartono paham betul, Istrinya gak boleh dikasih angin sedikit, meski memang sebagai Suami Pak Kartono akui, kalau masakan Istrinya memang lezat. Walaupun, semua akan kebagian mencuci piring bekas Bu Kartini memasak yang bagai terkena outing beliung! Alias banyak banget numpuk cucian piring dan perabot kotor kalau Sang Kanjeng Mami turun tangan di dapur.
"Ibu itu sebenernya dari dulu kepingin banget Rim, punya warung nasi. Ya kayak rumah makan kecil gitu. Tapi kata Bapak gak boleh. Takut Ibu capek katanya."
"Loh, bener Bu. Bapak gak mau Ibu kecapean. Punya warung makan itu capeknya luar dalem Bu. Walau ada yang bantu Ibu harus tetep kontrol semuanya."
"Memang Ibu mau punya warung yang gimana?"
Wait? Nih Si Mantan Duda, jangan ngadi-ngadi deh! Ngapain nanya begitu ke Ibu! Alamat bisa disangka kasih harapan!
Kartika memperhatikan Karim, matanya sudah melotot, perlahan menggeleng kearah Karim. Memberi Kode. Namun entah Karim tak sadar, kurang peka atau malah sengaja mengabaikan tanda dari Kartika.
"Jadi gini Rim, Ibu itu kepingin punya warteg. Ya menu masakan rumahan yang bisa orang datang makan, harganya terjangkau, tempatnya biasa aja asal bersih dan nyaman. Jadi orang gak takut dukuan ke warung Ibu."
"Kalau warung begitu Ibu gak bisa sendirian. Bener yang Bapak bilang Ibu harus punya orang kepercayaan yang bisa Ibu titipkan selagi Ibu tidak di warung."
"Iya juga sih."
"Nah, itu yang susah Bu!"
"Kamu dari tadi diem aja, sekalinya ngomong, malah begitu!"
"Tika sih ngomong sesuai fakta Bu. Mas, ayo! Udahkan sarapannya?"
Kartika ingin segera membawa Karim, dan selesai sesi pembicarakan keinginan Si Ibu.
"Tika! Kamu gimana sih! Karim masih sarapan. Biar selesaikan dulu sarapannya. Nasi belum turun ke perut Kamu main ajak aja!"
"Iya, lagian Karim biar sama Bapak dulu, Bapak mau ngobrol sebentar sama Karim."
Kartika baru saja mau membantah sebelum Karim meberi kode agar Kartika mengikuti dan menuruti kata-kata orang tuanya.
***
"Oh jadi, Nak Karim masih punya Ayah?"
Pak Kartono bukan hanya sekedar mengajak ngobrol Menantunya. Sebagai orang tua perempuan, dan tentu sebagai Bapak dari Kartika, Pak Kartono tentu harus memastikan sebenarnya seperti apa Karim dan keluarganya.
"Iya Pak. Ayah Karim masih ada. Atah sudah menikah lagi dari sejak Bunda masih ada. Bunda sudah lama berpulang. Hubungan Karim dengan Ayah juga sejak lama tidak baik-baik saja. Maaf kalau Karim belum cerita apa-apa soal kedua orang tua Karim. Tapi Karim janji Pak, Karim akan bertanggung jawab dengan pilihan Karim dan itu Kartika, Putri Bapak.
Pak Kartono menghela nafas. Sedikit terbayang seperti apa Karim dan keluarganya. Pak Kartono juga tak mempermasalahkan atas ketiadaan pihak keluarga Karim di pernikahan Mereka.
"Bapak cuma pesan satu, jaga Kartika ya Rim. Tika itu putri Bapak satu-satunya. Meski Bapak sadar, Kartika tentu banyak kekurangan, tali Bapak harap Kamu bisa menjaga Kartika, karena bahagianya Bapak saat Kartika bahagia, dan sedihnya Bapak disaat Kartika bersedih."
Karim mengangguk, tepukan dibahunya oleh Pak Kartono sebagai tanda bahwa ada tanggung jawab yang dilimpahkan dari Bapak Mertuanya kepada dirinya.